Selamat membaca 💙
🌼👑🌼
Sinar mentari sudah menyapa beberapa jam yang lalu. Begitupun sosok sang putri. Belum menyapa, melainkan sudah hadir di dalam Istana. Penampilannya yang sungguh sederhana dengan pakaian bernama apudura, yakni daun teratai itu tak sedikitpun melunturkan kesan cantik alami dari dirinya. Bahkan membuatnya terlihat lebih segar. Jangan lupa ciri khas darinya, apalagi kalau bukan mahkota bunga berbeda macam yang selalu menempel dan menghiasi puncak kepala Aalona. Benda itu juga menambah aura kecantikannya. Mempermanis. Dan pastinya memberikan tanda kepemilikan putri teratai terhadap istana maupun seluruh kerajaannya. Bukti bahwa dirinyalah sang pemimpin. Namun belum sah sebelum dirinya mengikrar janji, sumpah, dan sejenisnya.
"Selamat pagi Bunda, dan selamat pagi untuk kalian semuanya!" semangatnya begitu sampai di meja makan istana. Semua makhluk di sana yaitu, Ratu Alena, Bibi Mely, dan Deryl lantas menoleh ke arah sosok yang senyum lebar bak bunga teratai yang merekah ketika fajar menyingsing.
Sang ratu yang terlihat tak sabaran untuk menanyakan perihal kepulangan Aalona lantas cepat-cepat bangkit dari tempatnya. Menjauhkan posisinya dari meja makan demi mendatangi sang putri seolah-olah sudah lama tak bertemu. "Dari mana saja? Pagi yang indah Bunda lewatkan tanpa dirimu, sayang... Apa bertemu dengannya membuat Aalona lupa istana?" bukannya tak suka dengan orang yang Alena maksud. Sang Ibu hanya menyayangkan waktu pagi cerahnya hilang tanpa kehadiran si anak.
"Maaf Bunda, menurut Lona waktu yang baik untuk kembali adalah pagi hari. Kalau malam hari khusus untuk istirahat. Apa pilihan Lona salah?" tanyanya menggoda. Ia ingat jelas saat kecil di mana malam hari ia diwajibkan tidur lebih awal dari mailnera lainnya. Bahkan mungkin di saat anak seumurannya masih asik bermain atau asik dengan dunianya.
"Kamu ini... Ya-ya Bunda yang salah. Lona benar, sangat benar. Jadi cepat, makanlah... Sarapan Bunda sampai hampir selesai."
Mendengarnya Aalona tertawa. Kapanlagi ia bisa lebih unggul dari sang ratu? Umur tujuh belas tahun memang bisa membuatnya gembira. Tapi ya, ada tanggungan yang besar dari kegembiraan yang harus ia bayar. Bahkan sempat membuatnya rela melepas masa remajanya. Perjodohan. Jujur, mendengarnya membuatku sedikit tertekan. "Bunda, Aalona ijin ke meuni setelah ini. Boleh?" katanya sebelum meraih ima, biskuit dari madu yang renyah tak terkira.
"Silahkan saja. Tapi kenapa? Apa ada sesuatu yang membuatmu kepikiran?"
Diteguknya aimas lebih dulu sebelum menjawab ucapan sang ratu. Rasa haus dan ingin mencecap manisnya minuman itu memang sudah tak terbendung. "Terimakasih atas ijinnya Bunda. Untuk pertanyaan Bunda, ya. Ada. Tapi Lona yakin, bisa mengatasinya sendiri. Aalona nggak mau Bunda ikut mikir persoalannya. Ini masalah Lona. Jadi, Bunda paham kan?"
"Ya, baiklah. Bunda paham. Hanya semangat 'kan yang boleh Bunda berikan untuk putri teratai Bunda?" candanya dengan raut wajah yang dibuat-buat sangat menyedihkan.
"Ya! Benar..." sela-selanya terdapat kekehan. Geli mendengar nada sang Ibu yang ditelan bulat-bulat oleh kedua telinganya. "...benar sekali!" berakhir dengan tawa kecil. Sedang yang lainnya yakni Deryl dan Bibi Mely hanya bisa mendengarkan tingkah mereka. Enggan mengganggu waktu Ibu dan anak yang nampak menggelikan untuk mereka tonton itu. Sampai pertanyaan Aalona kini menghentikan sejenak aktivitas Bibi Mely yang masih meletakkan kue madu atau rodu bersama pegawai lainnya. Memang, mereka saat ini bukanlah sedang duduk di ruang makan yang ada di magadsana, melainkan bagian umum istana. Di mana mereka biasa bergabung dengan pegawai khusus kerajaannya yang lain. Dan tentunya tak terlalu banyak mailnera yang tersisa karena kebanyakan dari mereka ada yang bertugas dan juga di rugadara. "Di mana Elina, Bi? Apa sarapannya sudah selesai dari tadi?"
"Ya, sudah selesai. Jauh sebelum putri Bunda datang." sela Alena berniat memancing Aalona. Sedang yang dipancing hanya mengiyakan singkat.
Bibi Mely terkikik lalu menjawab dengan anggukkan. "Ya, Putri Aalona. Dia sedang sibuk di perpustakaan bersama Berly."
"Oooh... Baiklah. Sebentar lagi akan kususul," jawabnya sopan. "Masih pagi saja sudah ke sana. Rajin membaca sekali, El-El." Aalona membatin dengan geleng-geleng kepala.
🌼👑🌼
Gimana? Aku terus dan selalu berusaha untuk menulis 😉
See you😘
Gbu😇
Apakah kamu menyukainya? Tambahkan ke koleksi!