Beruntung Sepupuku punya solusi jitu. Dia kontak teman satu kompleksnya di Sentul, dan alhamdulillah ternyata temannya masih dalam perjalanan pulang di Tol Jagorawi karena harus mengantar seseorang ke Ciawi.
Setelah dijelaskan dimana lokasi kami berada, akhirnya dia berjanji untuk menyusul dan mendampingi kami pulang ke Sentul. Dialah malaikat penolong kami malam itu.
Waktu sholat kelima sudah jauh tertinggal. Sang penjual gorengan pun berpamitan.
"Den ... saya duluan, sudah terlalu malam, dagangan saya sudah habis", ujarnya berpamitan.
"Oh ... rupanya si Bapak mengingatkan kami untuk segera membayar," aku tersadar.
Setelah dilunasi, lancar meluncur semua nasehat tentang perjalanan malam itu.
"Sisanya ambil aja Pak," ujar Adikku.
"Hati-hati aden semua ... jangan ngomong sembarang di perjalanan nanti," ujar pedagang itu menasehati kami.
"Waduh bikin tegang aja ..." Sepupuku berbisik perlahan.
Sosok renta penjual gorengan itu meninggalkan kami. Bayangannya terasa aneh di balik temaram cahaya lampu minyak di pikulan tua yang mengayun kian kemari mengikuti irama langkah kakinya.
Pemilik toko kelontong sudah ditinggal tidur sedari tadi oleh istrinya. Kami pun mempersilahkannya untuk segera menutup toko dan beristirahat malam, sambil minta izin untuk tetap menunggu jemputan teman dari Jakarta di emperan tokonya.
Tiba-tiba muncul cahaya terang ... semakin mendekat!
"Naahhhh ... malaikat penolong udah nyampe nih kayaknya", ujar Sepupuku.
Sebuah Avanza silver nampak ragu mendekati kami. Syukurlah, mudah-mudahan itu emergency car yang sudah kami tunggu-tunggu ... penuh harap.
Tak lama turun seorang pria berdasi lepas, setengah baya. Wahhhh ... lega ternyata kami semua mengenalnya ... tetangga Sepupuku di Sentul. Lepas sudah semua ketegangan yang menekan satu jam terakhir.
Setelah menceritakan perjalanan sejak siang tadi dan menyampaikan ketidak-siapan kami melanjutkan perjalanan malam ... tanpa lampu sama sekali ... akhirnya dia menyarankan untuk memasukkan semua sepeda ke dalam mobil.
"Muat kok ... gak muat ... bisa kok ... gak bisa," semua sibuk berargumen.
Tapi nyatanya keempat sepeda kami menggunakan frame light FR dan fork dual crowns semua.
Lagian itu mobil aset kantor, kalau dipaksakan bisa merusak interior dan tumpukan dokumen di bagasi.
Melihat kondisinya mana mungkin bisa selesai dengan cara adhock seperti ini. Akhirnya aku coba tawarkan pilihan terbaik, tetap bersepeda dengan dibantu penerangan dari mobil.
Awalnya mereka ragu, tapi akhirnya setuju!
"Ok ... sip ... gitu ajalah," jawab mereka bersahutan.
Disepakati mobil akan selalu berada di belakang menyesuaikan kecepatan sepeda. Dan yang gowes akan mengikuti span of light kendaraan. Semua beban yang memberatkan, termasuk botol minum dititipkan ke mobil.
Tanpa sadar semua berniat bakal FSA ... Full Speed Abisssss!