Ini luar biasa, keberuntungan akhir-akhir ini selalu saja berpihak padaku.
Aku sangat bahagia, bahkan kebahagiaanku tidak bisa du ukir. Aku ingin sekali tertawa dan berteriak sekencang-kencangnya, tapi sebelum itu, aku ingin mengatakan saat ini Tuhan memberikan aku kesempatan untuk bisa bersamanya.
Aku sama sekali tidak merasa bosan bersamanya setiap saat.
Hari ini Dosen memberikan kami tugas kelompok untuk melakukan survei lapangan di daerah pedesaan bagian pesisir pantai, dalam sekelompok terdapat 5 anggota yang terdiri dari satu ketua kelompok.
Nama-nama anggota kelompok kami yaitu aku tentunya (Resa), Zhu Zheng, Lili, Anita, dan si menyebalkan An. Menjengkelkan, aku berpikir kenapa dia selalu saja ada di antara aku dan Zhu Zheng(?)
Sepulang dari kampus, aku bertanya mengenai tugas kelompok yang diberikan dosen siang tadi. Lebih tepatnya menawarkan untuk pergi bersama di pedesaan yang akan kami tuju.
"Mau naik bus bersamaku besok?"
"Tidak."
Seperti yang aku pikirkan, Zhu Zheng pasti menolaknya.
"Kalau gitu aku akan membawa makan siang untukmu besok."
"Tidak perlu."
"Bagaimana kalau..."
"Tidak perlu repot untuk mengurusku. Urus saja dirimu sendiri."
Mungkin kata itu terdengar kasar. Tapi kata-kata itu sudah terdengar biasa di telingaku. Aku sudah terbiasa dengan kata-kata penolakannya yang pedas dan mematikan. Tapi apa yang bisa aku lakukan, cinta membuat orang menjadi tidak tahu malu.
Zhu Zheng berjalan meninggalkanku di belakang sendirian. Beginilah keseharianku, selalu di tinggal dan di anggap sebagai orang yang hanya sekedar menumpang lewat di dalam kehidupan sehari-harinya.
"Kenapa jalanmu sangat lambat!"
"Eh?" Aaa... Ini sangat romantis, ternyata Zhu Zheng menungguku di gerbang kampus. Aku pikir dia akan meninggalkanku sendirian seperti hari-hari biasanya.
Kami berdua berjalan beriringan menuju halte bus yang jaraknya kurang lebih 100 meter dari kampus. Sepanjang jalan, senyum di wajahku tidak pernah hilang. Momen langkah ini akan selalu aku ingat dalam hidupku, di mana Zhu Zheng sangat perhatian dan mau menungguku di gerbang kampus agar bisa berjalan bersama menuju ke halte bus, karena biasanya Zhu Zheng tidak pernah menungguku.
"Besok jam 7 pagi aku akan menjemputmu di apartemenmu."
"Hmm? Oh ok, ok." Apa lagi ini, kenapa dia tiba-tiba menjadi sangat perhatian padaku(?) Ingat dan catat Resa, tanggal 16 januari 2016 tepatnya pukul 18.07 wita. Zhu Zheng, telah menerima sedikit kehadiranku di sampingnya.
Sesampai di apartemen dan duduk sementara di tempat tidur, aku langsung bergegas mengambil ponselku untuk mengirim pesan pada Zhu Zheng.
'Tian, kamu sudah sampai di rumah?'
Pesan terkirim✔
'En.'
Walaupun jawaban yang singkat, aku tetap merasa bahagia. Begitulah rasanya orang-orang yang sedang di mabuk cinta sepertiku, hal kecil dan sepelehpun dapat membuat bahagia.
Ke esokannya aku bangun jam 5 pagi, pada saat jam alaram yang aku stel tadi malam berbunyi. Aku sudah mempersiapkan bahan-bahan dan apa saja yang di butuhkan untuk mengerjakan tugas kelompok, dan menyusunnya dengan rapi pada tas ranselku.
Sehabis mandi, akupun menyiapkan sarapan untuku dan Zhu Zheng.
Jam setengah tujuh aku sudah berdiri di depan gedung Apartemen tempat aku tinggal untuk menunggu Zhu Zheng datang menjemput. Sebenarnya lebih cepat dari jadwal yang di tentukan Zhu Zheng. Tapi karena aku terlalu bersemangat, beginilah jadinya.
Seperti yang di harapkan oleh seorang Zhu Zheng, sangat tepat waktu. Aku berlari menghampiri mobil Zhu Zheng yang berhenti tidak jauh dariku.
"Pagi, Tian." Respon yang aku dapatkan hanyalah anggukan darinya. Tapi itu sama sekali bukan masalah bagiku. Sekali lagi aku akan mengatakan, aku sudah terbiasa dengan sikapnya yang dingin dan cuek.
Aku menatap sekeliling mobil Zhu Zheng, sangat mewah dan nyaman.
'Apa Zhu Zheng orang kaya?' Pikirku.
Mobil yang di pake Zhu Zheng adalah mobil yang sangat bermerek, harga mobil ini juga selangit. Bahkan aku sendiripun harus berpikir beberapa kali untuk membeli atau memintanya pada orangtuaku. Tapi kalu Zhu Zheng benar orang kaya, kenapa penampilannya di kampus seperti pengemis(?)
"Tian, apa ini mobilmu?"
"En."
"Apa orangtuamu yang membelikannya padamu?"
"Tidak. Uang sendiri."
"Ooh."
Sebenarnya aku ingin bertanya lebih banyak lagi, tapi setelah di pikir-pikir, terlalu lancang jika aku bertanya terlalu banyak.
Saat ini kami berdua sudah memasuki kawasan pedesaan yang bisa di bilang cukup terpencil dan jauh dari perkotaan. Jalan yang kami lewatipun adalah jalan pengerasan, aku sedikit bersyukur jika bulan ini tidak memasuki musim hujan, kalau tidak, aku sama sekali tidak bisa membayangkan mobil mewah ini di penuhi dengan lumpur.
Eh, aku hampir saja lupa menanyakan tiga teman yang bergabung dalam kelompok.
"Tian, aku baru ingat. Bagaimana dengan An dan dua lainnya?"
"Mereka bertiga sudah lebih dulu pergi."
"Ooh."
Hampir sekitar 2 jam perjalanan, sampailah kami di depan rumah sederhana khas pedesaan. Di depan rumah tersebut sudah berdiri An, Lili, dan Anita. Aku dan Zhu Zheng turun dari mobil dan menghampiri mereka bertiga.
"Kalian bertiga pergi ke desa ini jam berapa?"
Anita, "Sekitar jam 5 pagi."
An, "Sangat tidak adil, kalian berdua pergi menggunakan mobil, sedangkan kami bertiga harus pergi naik bus, dan berjalan kaki satu kilo meter untuk sampai ke sini. Dan kamu Tian, sangat pelit. Aku bertanya apa kamu punya mobil(?) Kamu mengatakan tidak punya mobil, dan lihat apa sekarang, kamu datang kemari dengan menggunakan mobil."
Tian, "Itu mobil pinjaman."
Hmm(?) Mobil pinjaman(!) Bukannya tadi dia mengatakan mobil itu miliknya(?!)
Lili, "Sudah-sudah, hanya masalah sepeleh ini saja sudah di permasalahkan."
Aku menatap rumah yang berada tepat di depanku.
"Ini rumah kakek dan nenek Lili." Ucap Anita tiba-tiba padaku. Dan aku hanya menganggukan kepala mengerti.
Lili, "Sebaiknya kita berlima sarapan pagi dulu di dalam, dan setelah itu baru kita memulai surfei lapangan."
An, "Ia benar, dari tadi perutku sudah keroncongan."
Sesampai di dalam rumah, kami bertigapun mengambil posisi duduk melantai.
"Rumah ini tidak memiliki kursi, maaf jika kalian merasa tidak nyaman." Ucap Lili.
"Tidak masalah, ini lebih dari nyaman." Jawabku sopan.
"Kalian tunggu di sini, aku akan membuatkan teh untuk kalian. Anita bisa ikut membantuku?"
"Tentu saja."
Al, "Aku juga ikut."
Aku melihat sekitar rumah, dekorasi rumah ini sangat sederhana, tidak terlalu banyak bingkai foto dan aksesoris rumah. Namun masih terasa sangat nyaman.
"Apa tidak ada sesuatu yang kamu bawa untuku?"
Aku sedikit tersentak kaget dengan ucapan Zhu Zheng, dan mengarahkan pandanganku dari melihat-lihat rumah ke arahnya, "Ah itu, aku membawa sarapan untukmu."
"Berikan padaku."
"Baiklah." Aku mengambil kotak sarapan yang aku buat pagi tadi di dalam ranselku dan memberikannya pada Zhu Zheng. Jika Zhu Zheng tidak bertanya mengenai hal ini, mungkin aku tidak akan pernah mengeluarkan kotak sarapan itu, karena aku kembali mengingat perkataan Zhu Zheng kemarin, bahwa dia tidak menginginkan sarapan dariku, dan meminta untuk mengurus diri sendiri.
Zhu Zheng mengambil kotat sarapan yang aku buat dan membukannya.
"Ini teh hangatnya~"
Lili dan Anita datang membawa teh hangat dan beberapa menu sarapan yang ringan buat perut di pagi hari. Beberapa saat kemudian menyusul dari belakang An dengan sepiring nasi dan lauk. An, tidak terlihat seperti sarapan pagi. ( – _ – )
Kami berlimapun duduk melantai bersama kembali.
Al, "Eeehh ... Resa, apa kamu yang membuat sarapan ini pada Tian?"
"En..." Jawabku sambil menganggukan kepala.
"Makanan itu faforitku. Aku mau, aku juga mau." Ucap Al bahagia dan mengambil satu sarapan pagi yang aku buat pada Zhu Zheng.
Taasskk ...
Tangan di tepis(?) Tangan Al di tepis oleh Zhu Zheng(?) Ini sesuatu yang tidak terduga, tapi kenapa aku merasa senangyah(?). Oh Tuhan, maafkan aku jika aku mencoba tertawa atas kemalangan orang lain.
Tian, "Makan saja makananmu, dan jangan coba mengambil miliku."
Al, "..."
Lili, "Hahaha ... Kalian berdua sangat lucu, dari tadi selalu bertengkar. Hati-hati jangan sampai benci jadi cinta loh~"
Anita, "Hei, hilangkan jiwa fujoshi mu itu."
Mendengar ucapan dari Lili, akupun menatap Al dan Zhu Zheng bergantian, di dalam pikiranku saat ini mengatakan apa mereka berdua terlihat serasi(?) Dalam sebuah kisa novel BL romantis yang sering aku baca, banyak cerita yang menggambarkan parah toko utama yang saling membenci satu sama lain dan kemudian seiring berjalannya waktu akan tumbuh menjadi cinta. Apa Zhu Zheng dan Al akan berakhir seperti itu(?) Semoga saja tidak.
Anita, "Resa, apa kamu tidak meminum teh?"
"Ha? Oh, aku meminumnya." Aku mengambil teh yang sudah di siapkan Lili dan langsung meminumnya tanpa menyadari jika teh itu masih panas.
"Ah, panas."
Anita, "Ehh, tehnya masih panas jangan terburu-buru meminumnya."
Lili, "Ini tisu."
"Makasi." Aku mengambil tisu yang di berikan Lili padaku dan membersihkan bibirku dan bajuku yang terkena ciprakan teh.
"Apa itu baik-baik saja?" Tanya Zhu Zheng padaku.
"Hah...?"
"Bibir dan lidahmu?"
Wajahku tiba-tiba saja terasa panas dengan pertanyaan yang diberikan Zhu Zheng padaku. Sebenarnya itu hanya pertanyaan biasa, tapi mengapa aku merasa malu(?)
"Bibir dan lidahku baik-baik saja."
.
.
.
Bersambung . . .
Selesai pengetikan pada hari–
Selasa, 19 Mei 2020