Setelahnya Maria kembali membaringkan diri, membelakangi Paulo dan memejamkan mata untuk terbawa ke alam mimpi.
Keesokan pagi, Maria menggeliat tak nyaman merasakan sesuatu yang menggurungnya sehingga tubuhnya tak bebas bergerak. "Uhhh ...." mata Maria yang terpejam mulai terbuka dan membelalak saat melihat wajah Zen yang dekat.
"Zen, apa yang kau lakukan?!" tanya Maria nyaris memekik.
"Mmm ...." Zen menggeliatkan tubuhnya namun tak melepaskan rangkulan lengannya dari tubuh Maria.
"Zen, jangan seperti ini aku kesusahan bernapas." Maria terpaksa berbohong sebab ingin keluar dari Zen yang menekannya.
Pria itu lantas membuka mata, tersenyum lemah karena baru bangun pagi namun sialnya dia tak melepaskan Maria. "Pagi,"
"Pagi, bisakah kau melepaskanku?"
"Ah aku malas maunya seperti ini dulu boleh, kan?"
"Tapi kamu berat." desak Maria sekali lagi dirinya berbohong sebab tak mau melihat wajah Zen yang dekat. Sungguh dia tak mau mati muda karena serangan jantung.
"Kau bohong!"
"Aku tak bohong bisa lepaskan aku?" Zen mendengus lalu memosisikan dirinya untuk duduk begitu juga Maria yang lega sekarang.
"Terima kas--"
Chupp!!
Mata Maria membola kala merasakan sesuatu yang hangat dan lembut menekan bibirnya singkat. Dia pun menutup mukanya saking malu akibat ciuman dari Zen. "Apa-apaan itu dari tadi?"
"Kiss morning."
"Kau gila bisanya kau memberikanku hak yang harusnya istrimu dapat!?"
"Bukannya kau istriku?" Zen terkekeh melihat muka Maria merah padam dan yang bisa dilakukan wanita itu adalah memukul lengan suami palsunya itu.
"Sudahlah ayo kita bersiap-siap untuk pulang. Aku rindu rumahku."
"Aku juga." balas Maria dengan raut wajah masam. Sesudah menyiapkan barang-barang mereka, keduanya bergerak turun untuk sarapan.
"Tak kusangka kalian akan pergi secepat ini padahal Kakek senang loh kalian berdua ada di sini, kakek selalu terhibur."
"Maaf ya Kakek tapi bagaimana pun juga kami memiliki suatu urusan yang penting juga." sahut Zen.
"Tenang saja kok Kakek, kalau ada kesempatan kami datang ke sini lagi dan juga aku bisa menemani kakek memancing jika kakek mau."
"Wah itu ide yang bagus, oh iya Kakek juga sangat ingin ke rumah kalian suatu hari nanti. Boleh tidak kalau Kakek menginap?"
"Tentu saja kenapa tidak." Senyuman merekah di antara ketiga orang yang sedang berbincang tapi tidak dengan keempat orang yang makan satu meja dengan mereka.
Kehadiran Zen beserta Maria membuat mereka jengah dan merasa bersyukur dalam hati sebab keduanya akan pergi. "Hera, kau sudah siapkan sesuatu untuk Lizzy? Dia menantumu juga dan sebagai seorang mertua kau harus menyiapkan hadiah untuk menantu begitulah tradisi di keluarga kita."
"Iya Ayah aku sudah menyiapkannya. Nanti kalau mereka pulang baru aku memberikannya."
"Baguslah kalau begitu." Mendadak Hera merasakan sebuah lengan menyentuhnya dan dia menoleh tatapan tak suka dari sang suami.
"Kau mau memberikan salah satu perhiasanmu pada istri bocah sialan itu? Aku tak suka!" desis Ayah Taffy yang bernama Boyd.
"Aku juga tak tahu tenang saja aku tidak akan membiarkan hal itu. Aku memberikan sebuah emas imitasi." Seringai tampak di wajah Boyd.
"Kau memang istriku yang pintar." Maria melirik pada pasangan jahat itu dengan mengembangkan senyum tipis. Mereka pikir mereka bisa membodohi Maria sekali lagi. Itu tak akan mudah.
Dulu saat menjadi menantu Hera, Maria diam saja ketika menerima emas imitasi namun kali ini Maria akan membuat Hera malu di depan Ayah mertuanya sendiri.
Tepat saat mereka pulang Hera memberikan sebuah kotak yang terdapat banyak emas imitasi. "Hati-hati ya, emas di dalamnya barang mahal."
Maria tersenyum dan mengambilnya penuh kehati-hatian. "Terima kasih Bibi, saya pasti menjaganya dengan baik." Dia lalu memutar tubuh untuk mendekat pada Zen yang beberapa langkah darinya.
Namun sebelum mencapai Zen, Maria memberikan senyuman misterius. Zen lalu menganggukan kepala dan secara mendadak Maria kehilangan keseimbangan. Wanita itu menjatuhkan kotak tersebut bersama tubuhnya tapi saat itu juga tubuh Maria ditangkap oleh Taffy yang memang berada di jarak yang dekat.
"Kau tak apa-apa?" Maria mengangguk pelan. Tangannya otomatis melingkar pada Taffy dan bertemu mata dengan sang mantan suami. Buru-buru Maria melarikan pandangan dari Taffy ke Zen.
Maria menyadari tatapan aneh dari Zen sampai dia ditarik oleh suami palsunya itu. "Terima kasih ya karena sudah menyelamatkan istriku." ucap Zen. Tak lupa dia menekan kata istri.
"Sama-sama." Kendati ada aura membunuh yang dikeluarkan olehnya Maria lebih terpusat pada rencananya sendiri.
"Loh ini apa?" Maria memunggut beberapa emas imitasi dan memperlihatkannya pada semua anggota keluarga. Hera tampak tak tenang sedang Maria mendekati Nicholas.
"Kakek ini bukan emas asli ... ini emas imitasi." Nicholas lantas mendekat pada Hera dan memberikan sebuah tamparan keras.
"Kenapa kau melakukan ini? Apa karena Lizzy adalah istri Zen? Sudah kubilang berapa kali jangan pernah membedakan Taffy dan Zen. Sekarang Zen adalah bagian dari keluarga kita, aku ingin kita hidup keluarga bersama tapi karenamu aku rasa kau tak mau akur."
"Kakek jangan begitu pada Ibu. Ibu tak sengaja, lebih baik ambillah ini Lizzy." Maria melihat pada sebuah gelang emas asli yang dipegang oleh Taffy kemudian mengambilnya dengan agak ragu.
"Sudah, kan Kakek jangan marah lagi Ibu ya." Nicholas membuang napas panjang.
"Baiklah, Hera kali ini aku masih bisa bersabar tapi jangan harap kau akan lepas kalau kau akan melakukan kesalahan yang sama lagi." Hera pun pergi meninggalkan tempat itu bersama Indri tatapannya tertuju pada Maria yang membalasnya dengan tatapan datar.
"Maaf ya Zen, Lizzy. Kakek janji itu adalah terakhir kalinya."
"Tak apa-apa kami mengerti dan kami berdua memaklumi bagaimana perasaan Bibi ... jadi kami pergi dulu." Sesudah punggung Zen menghilang Boyd menghampiri Indri dan Hera.
"Dasar munafik, wanita itu pasti sengaja melakukannya."
"Bukan hanya kau, aku pun curiga. Mereka memang pantas menjadi pasangan." balas Hera kesal.
"Berkat mereka aku pun jadi sasaran utama Ayah beruntung Taffy segera menolongku. Aku beruntung memiliki anak seperti dia."
"Sudah jangan memuji Taffy dulu, kita harus mengurus wanita kecil itu. Aku yakin dia adalah seseorang yang berarti bagi Zen dan mungkin saja alasan Zen berani terdapat dari gadis itu."
❤❤❤❤
Sedang di dalam mobil Zen dan Maria tertawa. "Puas aku melihat dia ditampar, itu benar-benar pantas diberikan untuk wanita seperti dia."
"Ya tapi aku tak suka dengan Taffy karena dia menangkapmu namun aku harus berterima kasih sebab dia kau selamat. Aku sempat terkejut karena kau hampir jatuh tersungkur." Maria menganggukan kepala lalu memandang pada gelang yang diberikan Taffy.
Kalau tak salah gelang ini adalah milik Indri. Maria tahu karena dia pernah melihat Indri memakainya.