Kami memutuskan untuk bertemu di sebuah restauran yang berjarak sekitar lima belas menit berkendara dari rumah Nicholas. Aku berangkat lebih dulu menggunakan taksi, sementara Nicholas dan Eleanor akan menyusulku.
Wajah Nicholas yang kosong terus membayangiku sepanajang perjalanan menuju restauran itu. Aku memesan sebuah area booth private agar kami bisa berbicara lebih nyaman karena saat ini menjelang jam makan malam, jadi tempat ini terlihat agak ramai.
Seorang waiter menyajikan segelas air putih untukku sementara aku menunggu keduanya tiba. Aku tidak merasa sedih— kurasa aku hampir belum pernah merasakan perasaan yang mendekati kesedihan. Tapi beban berat di dadaku saat ini... aku tidak tahu harus menyebutnya apa.
Walaupun aku sudah melewati pembicaraan ini bersama Alisy sebelumnya, tapi tetap saja tidak mudah untuk mengatakannya langsung pada Nicholas dan Eleanor.