Mo Qing mengarahkan tubuhnya ke depan dan mencium bibir dingin gadis di hadapannya. Sontak tubuh Gu Xiaoran pun menegang dan membeku seketika. Pikirannya serasa berhenti dan otaknya kosong, tidak dapat berpikir sama sekali, bahkan dia tidak tahu harus bereaksi bagaimana. Dia hanya menatap mata gelap tersebut dari jarak dekat, sepasang mata itu terlihat sangat indah dari jarak sedekat ini.
Baru saja mengecup Gu Xiaoran sebentar, Mo Qing sudah merasakan adanya aliran listrik menjalari tubuhnya. Dengan cepat pancaran matanya berubah menjadi sepasang mata yang penuh dengan gairah yang menyala-nyala. Dia pun dengan cepat memperdalam ciumannya pada bibir gadis itu. Awalnya dia mengira bahwa dirinya akan senang melihat gadis itu ribut dengan Han Ke. Namun, ternyata dia salah. Melihat gadis itu dengan raut wajah sedih dan tubuh yang penuh luka seperti ini, hatinya terasa perih.
Tetapi dengan cepat Mo Qing kembali tersadar bahwa dia tidak seharusnya memiliki belas kasih terhadap Gu Xiaoran. Hatinya berkecamuk dengan hebat saat ini. Dasar bodoh! Apa kamu lupa apa yang telah diperbuat oleh Gu Zhengrong pada keluarga Mo? Apa kamu lupa bagaimana ibu dan saudara perempuanmu meninggal dengan mengenaskan? Apa kamu lupa bagaimana kamu dan ayahmu selamat dari orang-orang jahat itu? Amuknya pada dirinya sendiri.
Mo Qing, kamu harus sadar. Tidak peduli bagaimana permainan ini akan berlanjut ke depannya, yang kamu perlukan hanyalah ketaatan Gu Xiaoran, batin Mo Qing mengingatkan dirinya sendiri akan tujuan utamanya. Sedangkan untuk hal cinta, dia tampaknya hanya dapat melupakan segala kisah yang ada di dongeng itu saja. Aku, Mo Qing, selamanya tidak akan jatuh cinta lagi! Sama sekali tidak, pikirnya.
Meskipun Mo Qing telah memperingatkan dirinya berulang kali, namun tubuhnya tidak dapat menyangkali perasaan yang dirasakannya. Tubuhnya seolah bergerak di luar kontrolnya. Bibirnya terasa panas saat ini, seolah tidak pernah puas untuk melumat bibir Gu Xiaoran, sementara tubuhnya bergerak liar dan agresif. Gadis itu sungguh-sungguh merupakan godaan besar baginya. Setiap gerakannya membuat orang langsung dapat merasakan gairah yang besar dari dalam dirinya. Dan bahkan merasakan sebuah perasaan luka di dalam hatinya yang berusaha disembunyikan.
Lidah dingin Gu Xiaoran tidak sengaja menyentuh miliknya. Bagaikan mendapatkan sebuah santapan yang sangat lezat, lidah Mo Qing pun melumat lidah gadis itu dengan sangat bernafsu. Suhu panas memenuhi setiap rongga mulutnya. Kini tangannya telah melingkar di pinggang ramping gadis itu. Tubuhnya menempel dengan tubuh indahnya, sehingga membuat suhu tubuh keduanya semakin meningkat dan menambah panas suasana yang ada.
Tiba-tiba Mo Qing memasukkan tangannya ke balik kaus Gu Xiaoran, sehingga membuat tubuhnya seolah dialiri oleh aliran listrik seketika. Ingatan akan kejadian kemarin tiba-tiba muncul di benak Mo Qing, lalu perasaan kesal dan marah pun muncul seketika itu juga di hatinya. Han Ke memang tidak berkesempatan untuk menyentuh gadis itu semalam, namun tetap saja dia merasa tidak senang ketika teringat pria itu berada sangat dekat dengannya kemarin.
Gairah dan amarah bercampur menjadi satu dan membuat darah Mo Qing mendidih. Dia tidak tahu bagaimana membiarkan kegelisahan pergi meninggalkan tubuhnya. Dia hanya dapat berharap untuk memiliki Gu Xiaoran seutuhnya dan membuatnya menjadi miliknya seorang. Lumatan demi lumatan antara bibir dan lidah menjadi semakin kasar penuh dengan rasa frustrasi, seolah ingin menelan gadis itu bulat-bulat.
"Kamu bisa saja menikmati permainan ini sesuka hatimu. Namun yang kamu miliki hanyalah tubuhku tanpa hati. Apakah ini menyenangkan bagimu?" ucap Gu Xiaoran dengan dingin. Dia dengan susah payah menunggu waktu yang tepat untuk melepaskan dirinya dari pagutan bibir Mo Qing.
"Memangnya untuk apa aku menginginkan hatimu?" tanya Mo Qing yang tak kalah dingin membalas perkataan Gu Xiaoran. "Namun, kita bisa bertaruh."
Mendengar kalimat terakhir Mo Qing, membuat Gu Xiaoran was-was. Entah apa yang kali ini ada di pikiran pria itu. "Taruhan apa?" tanyanya dengan hati-hati.
"Kita bertaruh jika hatimu adalah milikku," ujar Mo Qing sambil menempatkan tangannya di dada Gu Xiaoran.
"Aku membelah dadaku dan mengeluarkan hatiku untukmu? Itu maksudmu?" tutur Gu Xiaoran sambil tertawa seolah baru saja mendengar lelucon terlucu di dunia.
Setelah semua apa yang Mo Qing lakukan padanya, mustahil rasanya jika Gu Xiaoran masih rela memberikan hatinya pada pria itu. Dulu dia memang menyukainya, namun sosok Mo Qing yang sekarang sama sekali berbeda dengan Mo Qing yang dikenalnya dulu. Atau mungkin lebih tepat jika disebut Mo Ziyan. Ya, yang dia sukai adalah Mo Ziyan. Sosok pria itu di masa lalu.
"Kalau begitu mari kita bertaruh. Jika aku melepaskanmu, kamu pasti akan datang mencariku atas inisiatifmu sendiri," tantang Mo Qing.
"Oke," jawab Gu Xiaoran dengan cepat, tanpa berpikir sedikit pun.
Melihat sikap Gu Xiaoran yang memandang dengan penuh percaya diri dan bahkan terlihat senang akan terbebas dari dirinya, membuat perasaan tidak senang kembali menjalari hati Mo Qing. "Sebegitu senangnya jika aku melepaskanmu?" tanyanya dengan dahi yang mengernyit kesal.
Kesombongan orang ini memang sudah mendarah daging dan tidak terobati rupanya, gumam Gu Xiaoran dalam hatinya. "Jadi, bagaimana jika kamu kalah?" sahutnya balik menantang.
"Aku akan melayanimu seumur hidupku," jawab Mo Qing dengan santai, seolah-olah dia hanya sedang bertaruh sebuah uang koin saja.
Wajah Gu Xiaoran terlihat berubah sedikit demi sedikit. Dia tahu benar jika Mo Qing adalah pria yang selalu memegang perkataannya. Bisa-bisanya dia mengucapkan perkataan seperti itu dengan terlihat sangat santai dan tanpa beban. Hal itu membuat keragu-raguan menyelinap masuk ke dalam hatinya. Walaupun dia tahu bahwa dirinya tidak akan kalah, namun tetap saja dia terdiam sesaat untuk menimbang-nimbangnya terlebih dahulu.
"Kenapa? Tidak berani bertaruh denganku?" ucap Mo Qing dengan lembut setelah melihat keragu-raguan menghiasi paras cantik Gu Xiaoran. Dia mengangkat dagu gadis itu sambil menatap lekat-lekat ke dalam mata indahnya.
"Bersiap-siaplah menjadi budakku," sahut Gu Xiaoran dengan datar. Aku telah begitu miskin dan tidak memiliki apa-apa saat ini. Apalagi yang aku takutkan? Aku tidak akan kehilangan apa pun bahkan jika aku kalah, batinnya dengan percaya diri.