アプリをダウンロード
9.78% Penjaga Yang Ditakdirkan (Destined Guardian) / Chapter 23: 22. Anak Kecil Merepotkan

章 23: 22. Anak Kecil Merepotkan

Plakkk …

Suara tamparan terdengar, sebuah tamparan yang membuat orang-orang tak percaya dengan apa yang sedang terjadi.

Karena tamparan itu berasal dari telapak tangan kanan Aldy yang menampar wajah orang yang sepertinya bos dari para preman itu.

Ya.

Aldy menampar wajah bos preman itu, sambil terus menatapnya dengan dingin.

Air mata Maureen tak jadi jatuh.

Orang-orang yang melihat apa yang Aldy lakukan mungkin akan berpikir bahwa Aldy benar-benar cari mati dengan menampar seorang bos preman seperti itu.

Orang itu kembali menatap Aldy.

Plakkk …

Aldy mendaratkan tamparan keduanya pada orang itu.

Plakkk …

Tamparan ketiga.

Hal itu benar-benar membuat orang-orang kebingungan, bahkan pengemudi ojek online yang ikut mengerumuni warung makan berkat kekacauan sebelumnya pun ikut terngaga.

"Nyari mati lo?" tanya Aldy pada bos preman itu. Orang itu tak menjawab pertanyaan Aldy, ia malah berjalan mendekat ke arah Maureen.

Orang-orang mengira bahwa bos preman itu mengincar Maureen berkat hal yang Aldy lakukan. Mereka sudah merasa kasihan pada Maureen yang sepertinya akan menjadi korban.

Namun asumsi mereka langsung terbantahkan berkat bos preman itu malah meraih pisau lipat yang menempel di leher Maureen dan menancapkannya tanpa ampun di pundak orang yang menyandera Maureen tadi.

Bos preman itu melototi mereka, "Bubar!"

Keempat preman itupun lari terbirit-birit. Hanya dengan satu kata tegas dari sang bos. Si bos preman itu kembali berjalan ke arah Aldy.

Mereka kembali beradu pandang, sampai …

Sampai si bos preman itu tersenyum sangat lebar ke arah Aldy. Tangan besarnya terangkat dan mendarat di pundak Aldy. Dan orang itu mulai tertawa dengan sangat keras. "Gak nyangka kita bakal ketemu di sini, dasar Anak Setan!"

Orang-orang yang berkumpul mengerumuni warung makan itu masih tak mengerti dengan apa yang sedang terjadi. Namun Aldy balas tersenyum ke arah orang itu. "Jadi lo udah keluar dari penjara, Gendut Tolol."

Orang yang Aldy panggil dengan sebutan Gendut Tolol itu sebenarnya adalah teman sekamar Aldy saat mendekam di penjara remaja dulu. Meski tampangnya terlihat lumayan tua dengan ukuran tubuh seperti beruang itu, umurnya hanya berbeda satu tahun dengan Aldy. Dan nama aslinya adalah Mansur, namun ia dikenal dengan nama Mandex Tanduk oleh preman-preman sekitar.

Yap.

Nama preman yang lumayan norak. Bahkan kelewat norak.

Dijuluki sebagai Mandex Tanduk karena ia punya kebiasaan menyeruduk lawannya dengan kepalanya, meskipun ia tidak memiliki tanduk. Memang kebiasan yang konyol. Namun jangan pernah remehkan kemampuan bertarungnya.

Setidaknya, saat Aldy mengamuk di penjara saat itu, yang benar-benar bisa memberikan perlawanan padanya hanyalah Mansur. Bahkan beberapa petugas penjara saja kewalahan.

Dari belakang, jaket Aldy ditarik-tarik, membuat Aldy berbalik.

"K-Kak … Kak Aldy."

Maureen menyembunyikan wajahnya di belakang punggung Aldy, meskipun tahu bahwa lelaki berbadan besar di depan mereka bukanlah sebuah ancaman, namun Maureen tetap merasa takut hanya dengan melihat Mansur.

Tentu, penampilannya memang layak untuk membuat setiap orang merasa takut.

Aldy berbalik. "Kenapa?"

Maureen menunjukkan dua tiket bioskop yang sudah mereka pesan sebelumnya. "Filmnya udah mau mulai."

Aldy pun tersenyum lalu pergi meninggalkan warung makan itu. Sepertinya reuninya dengan teman sekamar sewaktu di penjara bisa ditunda. Dan pertemuan yang benar-benar jauh dari kata menyenangkan itu berakhir dengan Aldy memberikan nomer pribadinya pada Mansur.

***

"Reen."

Maureen masih memandang layar bioskop meskipun filmnya belum mulai. Yang muncul masih berupa beberapa iklan, bahkan lampu teater bioskop masih belum mati.

"Reen?" paingil Aldy kedua kalinya, namun Maureen masih saja menatap layar bioskop itu.

Bukan karena tertarik dengan iklan, namun sepertinya kejadian sebelumnya masih mempengaruhi gadis itu. Dan Aldy masih bisa melihatnya dengan jelas. Maureen memang bukan tipe orang yang pandai menyembunyikan sesuatu, bahkan ekspresinya saat ini benar-benar jelas.

Aldy pun meraih satu tangan Maureen, membuat Maureen menoleh.

"Maaf ya, ini pertama kalinya kita jalan berdua, tapi udah dua kali kita dapet masalah. Pertama, di Matahari. Yang kedua, di warung makan."

Maureen seakan berusaha melihat ke arah lain.

Aldy membawa kepala Maureen mendekat dan menempelkannya pada dadanya, merangkul tubuh Maureen dengan hangat.

Aldy mendekatkan wajahnya pada telinga Maureen. "Gue tau lo masih takut sama kejadian tadi. Entah apa ini bisa bantu bikin lo tenang atau engga, tapi gue bener-bener minta maaf. Kalo lo mau nangis, gue ga akan larang, tapi tolong jangan terlalu keras." ucap Aldy dengan suara berbisik.

Maureen yang mendengar hal itu, seakan air mata yang sedari tadi berusaha ia tahan akhirnya jatuh dari pelupuk mata indah itu. Aldy bisa merasakannya, tubuh Maureen yang gemetaran.

Dalam hati, Aldy menyesal telah mengajak Maureen makan di sana. Jika saja mereka memilih untuk makan di dalam area mall, mungkin tidak akan ada preman sekitar yang mengganggu mereka.

Itupun kalau si-Author bodoh ini tidak membuat skenario aneh.

Seorang anak perempuan berusia kira-kira delapan atau sembilan tahun duduk di sebelah Maureen, dengan seseorang yang terlihat seperti ibunya duduk di sebelahnya. Sang ibu melihat ke arah Aldy dan Maureen.

"Dek, dek, kalo bisa jangan pacaran di sini."

Maureen masih berada di dalam dekapan Aldy. Aldy yang menoleh ke arah ibu itu. Awalnya si ibu mengira bahwa Aldy akan marah karena seseorang menegurnya. Zaman sekarang memang banyak orang-orang yang akan marah jika ditegur oleh orang lain. Tak jarang bahkan mereka tak menghormati yang lebih tua.

Namun Aldy menyunggingkan senyuman terlebih dulu. "Maaf, tapi ini adik saya. Dia lagi gak enak badan."

Si ibu melirik ke arah Maureen yang masih berada di dalam dekapan Aldy. Ibu itu mengeluarkan sebuah kantung plastik yang berisikan permen dari dalam tasnya. Ia menaruh permen-permen itu kembali ke dalam tas dan menyodorkan kantung plastiknya pada Aldy.

Jangan heran, kadang isi di dalam tas seorang ibu-ibu memang tak terduga layaknya kantung doraemon.

"Kamu sakit, nak? Nih ada kantung plastik kalau mau muntah. Mau minyak kayu putih?"

Maureen yang mendengar hal itu dengan cepat mengusap air matanya sendiri dan memundurkan tubuhnya dari dekapan Aldy. Ia menoleh ke arah ibu-ibu itu dan tersenyum.

"Saya gak apa-apa kok, cuman lagi 'ada tamu'."

Sang ibu mengangguk. "Oh gitu. Yakin gak apa-apa? Nih ada permen asam."

Aldy tersenyum melihat ada orang asing yang begitu perhatian kepada Maureen. Namun yang menurut Aldy lucu adalah tawaran yang diberikan oleh ibu itu. Ia tidak tahu bahwa permen asam bisa mengatasi masalah datang bulan.

Ia jadi teringat dengan mendiang kedua orangtuanya dulu. Mereka selalu memberikan solusi yang kurang bisa diterima oleh logika setiap kali ada masalah.

Contohnya, saat kepala Aldy terbentur sehingga membuatnya menangis, mendiang ibunya akan menggosokkan rambutnya sendiri ke kepala Aldy yang terbentur. Lalu, saat Aldy mengeluh sakit perut, ayahnya malah memarahinya karena terlalu banyak main hape.

Terkadang orangtua memang sulit dipahami.

Sulit lah pokoknya.

Si anak perempuan yang duduk di sebelah Maureen pun mengelus-elus lengan Maureen dengan tangan kecilnya. "Kakak sakit ya? Cepet sembuh ya kak."

Maureen tersenyum dan mengusap puncak kepala anak perempuan itu.

Pemandangan yang lumayan indah untuk disaksikan, saat ada orang-orang baik yang ada di sekitar Maureen.

Namun, masih ada hal yang lumayan ganjal.

Apa yang dilakukan seorang bocah berusia delapan tahunan di dalam teater bioskop yang akan menampilkan film yang target konsumennya para remaja seperti ini?

"Ngomong-ngomong, kamu mau nonton film ini juga dek?" tanya Maureen pada anak kecil itu.

Anak perempuan itu menggeleng. "Engga, aku cuman nemenin mamah. Mamah ngefans banget sama aktor utamanya, Jefri Nichol. Mamah emang gitu, sukanya sama broncong."

"Bukan broncong mungkin, tapi brondong." sanggah Maureen.

"Nah iya, brondong. Tapi, kakak-kakak ini artis juga ya?"

"Hah? Bukan kok."

Gadis kecil itu mengerutkan keningnya dan menatap Aldy dan Maureen secara bergantian. "Ah bohong, pasti artis ya? Soalnya kakak-kakak ganteng dan cantik banget, bener deh, ga bohong, kece parah, sampe meninggal gays!"

Maureen dan Aldy hanya tersenyum masam mendengar anak perempuan itu mengoceh.

Anak perempuan itu kembali menghadap ke ibunya. "Mah! Mah! Kakak-kakak ini artis kan?"

Si ibu menoleh dan tersenyum pada anaknya. "Udah, gaboleh iseng gitu. Minta maaf dulu gih."

Akhirnya anak itu mengalah dengan rasa penasarannya dan kembali menghadap ke arah Aldy dan Maureen. "Maaf ya kakak-kakak. Adira janji ga bakal iseng lagi."

"Gak apa-apa kok. Nih kakak ada yupi, mau?" tawar Maureen.

"Yey, akhirnya Adira gak harus makan permen asamnya mamah terus! Kakak cantik, kakak namanya siapa?"

"Maureen. Adira udah sekolah kan?"

"Udah, Adira sekarang kelas empat, udah mau kelas lima. Kak Maureen punya IG gak? Pasti punya dong! Adira mau follow!" anak itu mengeluarkan ponselnya dan memberikannya pada Maureen. Maureen menerimanya dan mencari akun Instagramnya lalu memberikan ponsel itu kembali pada Adira. "Ih folowersnya banyak banget. Tuh kan bener, kakak pasti selebgram!"

Maureen tersenyum masam kembali. "Bukan kok, kebetulan aja banyak yang follow."

"Kakak suka nonton youtube gak? Aku ada channel youtube. Mau liat? Nih, nanti ditonton ya, jangan lupa lek, ser dan subrek!"

Anak itu memberikan kembali ponselnya kepada Maureen. Aldy melirik layar ponsel anak itu yang dipegang oleh Maureen.

Aldy sedikit kaget dengan jumlah video yang ada di channel anak itu. Dalam usia semuda itu, ia sudah meng-upload lebih dari seratus video.

Walau, yah …

Seratus lebih video itu isinya tentang squishy semua.

Maureen beradu pandang dengan Aldy. Aldy hanya bisa memberikan senyuman seadanya, begitu juga Maureen.

Satu hal yang pasti.

Mereka akan menghilangkan menonton bioskop dari daftar hal yang akan mereka lakukan jika jalan berdua lagi untuk kedepannya. Di hari pertama mereka nonton bioskop, mendapat tempat duduk di sebelah anak yang lumayan merepotkan seperti ini.

Tapi, di lain sisi, Aldy merasa bersyukur. Setidaknya, anak merepotkan itu bisa mengalihkan pikiran Maureen dari kejadian sebelumnya.

Yah. Tak terlalu buruk.

Dan lampu teater bioskop pun redup, menandakan filmnya akan dimulai.

Di pertengahan film, si anak merepotkan itu telah tertidur. Maureen perlahan menyenderkan kepalanya pada pundak Aldy. Aldy hanya mengelus kepala Maureen dengan lembut sesaat dan membiarkannya bersandar.

Kedua sudut bibir Aldy terangkat membentuk sebuah senyuman.

Walau diterpa oleh beberapa masalah, namun jalan-jalan berdua kali ini dengan Maureen tak sepenuhnya berantakan.

Aldy berharap kedepannya semoga ia dan Maureen tetap bisa seakur ini.


Load failed, please RETRY

ギフト

ギフト -- 贈り物 が届きました

    週次パワーステータス

    Rank -- 推薦 ランキング
    Stone -- 推薦 チケット

    バッチアンロック

    目次

    表示オプション

    バックグラウンド

    フォント

    大きさ

    章のコメント

    レビューを書く 読み取りステータス: C23
    投稿に失敗します。もう一度やり直してください
    • テキストの品質
    • アップデートの安定性
    • ストーリー展開
    • キャラクターデザイン
    • 世界の背景

    合計スコア 0.0

    レビューが正常に投稿されました! レビューをもっと読む
    パワーストーンで投票する
    Rank NO.-- パワーランキング
    Stone -- 推薦チケット
    不適切なコンテンツを報告する
    error ヒント

    不正使用を報告

    段落のコメント

    ログイン