Seolah dibawa kembali menuju masa lalu, Richard kembali berdiri di atas tanah pemakaman yang basah bersama gerimis. Kepalanya berdentum kuat, seperti dipukuli godam raksasa tak kasat mata dan kakinya berat gemetar samar.
Ada Redd disisinya dan begitu luar biasa akan bagaimana wanita itu jauh lebih tangguh dari semuanya, dalam pemakaman yang tertutup, Leo adalah orang yang membawa pigura berisi foto Justin. Meletakkannya dengan hati-hati sementara yang lain bergantian menaruh bunga di atas makamnya yang masih segar.
Tidak ada suara, bahkan ketika prosesi pemakaman selesai dan kesemuanya kembali. Richard diam sepanjang perjalanan dan meskipun ia tahu bahwa ia begitu egois, Raja itu memilih untuk berdiam di kantornya. Duduk tanpa kata mencoba meresapi setiap kisah dan kenyataan yang menamparnya berkali-kali hingga lebam.
"Justin merencanakannya ..." penjelasan itu diucapkan Charles kala Richard termenung akan bagaimana kisahnya terjadi begitu cepat tanpa pause. "Semua itu, dia yang merencanakannya. Ia kehilangan ibunya karena Violet saat ia masih muda lalu Ayahnya kemudian. Pemuda itu menyimpan banyak sekali dendam, saat pemakaman Ayahnya ia mendatangiku diperjalanan pulang dan mengatakan bahwa ia akan bergabung sebagai Pasukan Khusus. Usianya bahkan belum sepuluh tahun saat itu; aku menolaknya. Tapi membiarkan ia tinggal di asrama para intelijen dan ia mendapat banyak perhatian karena kecerdasannya."
Ajudan Raja itu meliriknya dengan ragu. "Dia selalu tahu Andrew akan kembali, maka ia merencanakan semua itu. Ia bermain sebagai agen ganda, ia berada di sisi Andrew untuk mendapat kepercayaannya. Dia merasa bersalah atas kematian ibu anda Yang Mulia dan atas masa kecil yang direbut dari Anda. Karena itulah ia melindungi Anda sekuat yang ia bisa, ia mengetahui siapa Yang Mulia Ratu sejak awal. Ia benar-benar tahu semua orang disekitar anda sejak awal, Justin selalu menjadi anak yang cerdas dan terduga. Saat ia berkata bahwa ia akan masuk sebagai pengawal Ratu aku membantunya, dia bilang ada yang harus ia lakukan. Bahkan setelah semuanya aku benar-benar tidak mengetahui tujuan dan rencananya hingga saat terakhir, dia adalah tangan kanan Andrewm karena itu aku memperlakukan dia sebagai musuh. Tapi dia juga anggota dan pemimpin kelompok tujuh, itu sebabnya aku melindunginya."
"Justin melakukan banyak hal, dia mungkin menyakiti Anda karena mengambil Ratu dan menyakiti Anda karena dia menghianati Anda. Tapi jauh dari itu Justin menyayangi Anda, Yang Mulia adalah seorang kakak yang selalu ingin dia miliki. Dia penggemar anda, sejak masih dipelatihan dia sangat mengidolakan Anda. Terlepas dari itu dia juga memiliki permintaan maaf dan penyesalan yang lebih besar untuk Anda, sesuatu yang sepertinya bisa ia ucapkan di saat terakhirnya."
Leher Richard panas seakan tercekik, dan pria itu hanya bisa bersandar di kursinya dengan mata terpancang ke langit-langit, menghela nafas begitu berat sementara tangannya mencengkeram pegangan kursi gemetar.
Tanpa bisa ia duga, air matanya luruh, setelah dipukuli oleh kenyataan dan kelamnya rahasia yang diambil darinya; kini ia babak belur. Tanpa aba-aba hanya bisa menangis keras karena dadanya kebas dan emosinya kacau. Mendapatkan, kehilangan, dendam dan kebenaran. Semuanya seperti angin badai yang menghancurkan tempat bernaungnya hingga porak poranda dan ia di sini sendirian, tanpa siapa-siapa dengan punggung dingin oleh rahasia yang kini dibuka di depan matanya.
Ada seribu satu penyesalan, dan kemarahan dalam diri Richard sendiri. Namun ia tahu tidak ada yang perlu disalahkan sebab kesemuanya sama-sama salah dan benar. Terisak di kursinya, Raja itu kemudian membersit, dengan seluruh jiwanya memaafkan Justin dan tentu saja memeluk pemuda itu dengan kesemua tangannya. Sembari bersumpah dalam hati bahwa segala pengorbanan yang dilakukannya, akan terbayar. Lunas dan setelahnya tidak akan ada lagi kehilangan untuk selamanya.
Menarik nafas panjang, pemimpin Chevailer itu meraih ponsel. Menekan speed dial nomor dua dan langsung berbicara tegas begitu panggilan itu diangkat.
"Aku mau menemui Andrew, aku akan menyelesaikan semuanya sebelum memastikan dia membusuk di neraka."
...
Chevailer punya tingkatan untuk penjaranya, dan salah satunya adalah sel paling bawah yang hanya diperuntukkan untuk penjahat kelas atas dengan perlindungan paling kuat. Disepanjang jajaran sel yang dingin itulah kini Richard berada, melihat ke dalam sel melalui jendela jerujinya yang remang dan bersitatap dengan mata kejam yang membuatnya muntah oleh rasa muak.
"Bagaimana bisa seorang Raja Chevailer mengunjungiku di sel lusuh ini," sosok itu terkekeh. "Sebuah kehormatan sekali."
"Kau tetap banyak bicara Andrew," Richard tersenyum kecil. "Padahal nasibmu hanya bercabang pada hukuman seumur hidup atau mati."
Tawa sarkas. "Hm, apa menurutmu aku akan pergi sendirian?"
"Ya tentu saja," Raja itu berucap datar. "Tapi sebelum kau pergi ke Neraka, kau harus menjelaskan tentang Wendy atau aku akan membunuhmu dengan tanganku."
Andrew terkekeh serak. "Gadis malang itu? Apa yang kau harapkan? Kenapa tidak menanyakan itu pada kepercayaanmu, dia tahu dan menyembunyikannya darimu."
"Aku ingin tahu dari mulutmu, apa," Richard berhenti. "Yang sudah kau lakukan padanya."
Hening sejenak. Andrew hanya menatap lurus dengan mata mengejek, sebelum memberi senyum tanpa rasa bersalah. "Membunuhnya. Mencekik lehernya dan menggantungnya di dermaga. Puas?" tawa senang. "Dan kau tidak pernah tahu itu. Betapa ironis."
"Bajingan."
"Dia menghalangiku, dengan sok berani memberitahu Raja bahwa aku berusaha membunuhmu. Maka dia harus mati, sehingga dia akan diam," Andrew tersenyum. "Dan itu bagus, karena kematiannya membunuhmu juga, lagipula keberadaanya akan membuatku gagal menjadi pewaris tahta. Itu impas."
Richard menggeram. "Itu tidak impas Bajingan Brengsek," tangan pria itu terkepal erat. "Kau iblis."
"Tidak ada yang peduli Richard," ia mengerling jenaka. "Aku sudah membunuh semuanya dan kau tidak punya siapa-siapa. Itu memuaskanku, karena kau menderita oleh kehilangan."
Richard mengeritkan gerahamnya, berusaha menyingkirkan kabut emosi yang membumbung di kepala dan menahan keinginan untuk memukuli Andrew. Namun dengan seluruh kesabaran ia mundur, mengepalkan tangan sekuat yang ia bisa sebelum berucap dengan penuh racun.
"Kau akan dihukum seumur hidup, diam di sel kosong ini meratapi kegagalanmu. Kegagalan bahwa kau tidak bisa menjadi Raja dan bahwa kau tidak akan pernah menjadi apa-apa. Sampai mati berada di sini tanpa melihat dunia dan aku berdoa semoga setiap malamnya mimpimu akan penuh dengan orang-orang yang sudah kau bunuh. Ayahmu dan semuanya, dosa yang kalian perbuat. Kau akan membawanya sampai mati." Richard tersenyum. "Camkan itu Andrew. Ingat itu."
"AKU AKAN SEGERA KELUAR DAN MEMBUNUHMU!" teriakan itu bersambut dengan suara pintu yang ditabrak keras. Dengan marah Andrew melihat kepergian Richard dari balik jendela jerujinya, terus berucap penuh dendam dengan tangan yang mencengkeram jeruji keras. "AKU AKAN MENJADI RAJA DAN KAU AKAN PERGI! KAU BODOH KAU AKAN MELIHATKU KELUAR!"
Namun kalimat itu sekali lagi hanya menjadi gema, mengiring kepergian sang Raja menuju ke dunia, dengan keberanian baru dan hati teguh. Sebab kini Richard sudah mengetahui semuanya dan segala dendam yang ia bawa seumur hidupnya akan menjadi bahan bakar, bahwa ia akan membalasnya. Semuanya, pengorbanan orang-orang untuk melindunginya.
Ia akan memastikan bahwa dirinya akan memiliki bahu paling kokoh, karena kini sudah saatnya ia membayar harganya.
...