Kelembutan Adnan membuat Binar bisa belajar dengan cepat, meski belum terlalu pandai paling tidak dia bisa mengimbangi Adnan kali ini. Kecupan yang lembut itu membuat Binar ikut dalam permainannya.
Tangan Adnan tidak diam begitu saja, tangannya perlahan menyelusup kedalam pakaian Binar. Mereka semakin tidak bisa mengendalikan hasrat yang sudah timbul.
Binar merasakan sesuatu keluar dari bagian sensitifnya, dia merasakan tubuhnya tak diundang setiap bulan selalu saja menghampirinya. Saat tangan Adnan berjalan menuju area sensitif Binar, dengan cepat Binar menghentikannya.
"Sepertinya aku kedatangan tamu," Binar berkata dengan lirih.
Adnan menghentikan tangannya, dia merasa kesal mengapa harus datang hari ini. Binar langsung menyuruh Adnan untuk keluar dulu karena dia hendak membersihkan diri. Adnan pun dengan perasaan kesal keluar dari kamar mandi lalu menghubungi Candra untuk menyiapkan beberapa pembalut untuk Binar.
Tidak lama dari itu, Candra mengetuk pintu kamar dan Adnan membuka pintu kamar dengan raut wajah yang tidak terpuaskan. Candra dengan melihat itu sudah jelas jika tuannya itu sedang merasa kesal. Dia tersenyum tipis tetapi Adnan langsung memelototi dirinya seraya ingin menghajarnya. Candra dengan cepat menyerahkan apa yang diminta oleh Adnan lalu dia pamit undur diri.
"Tuan, hari ini Anda harus menghadiri rapat." Candra berkata sebelum dia pergi meninggalkan Adnan.
Adnan mengangguk lalu dia masuk kedalam kamar, mengetuk pintu kamar mandi dan memberikan yang diperlukan oleh Binar.
"Bukalah—ini yang kau perlukan ada di tanganku!" kata Adnan.
Binar pun membuka pintu kamar mandi, dia mengulurkan tangannya seraya menyuruh Adnan untuk menyimpan apa yang diperlukannya di atas telapak tangannya.
Beberapa saat kemudian binar keluar dengan keadaan segar, sedangkan Adnan masih duduk di atas sofa dengan lembaran dokumen dan kopi di atas meja serta ada beberapa menu sarapan.
"Duduklah!" perintah Adnan pada Binar.
Binar berjalan perlahan lalu duduk di atas sofa tepat di samping Adnan, dia melihat ada jus jeruk yang biasa diminum kalau pagi hari. Adnan pun menyuruhnya untuk menyantap sarapan.
"Berapa hari semuanya selesai?" tanya Adnan.
"Apa?" Binar balik bertanya karena dia tidak tahu apa yang dimaksud olehnya.
"Itu," Adnan menjawab.
"Itu—apa?" binar terus bertanya karena semakin tak paham.
Adnan menghela napasnya lalu menyimpan dokumen yang ada di tangannya. Lalu menatap dengan lekat wanita yang ada di sampingnya itu, dia memegang dagu Binar.
"Tamu tak diundang yang mengganggu aku!" katanya dengan sedikit kesal.
Binar terkekeh-kekeh karena tidak bisa menahan diri melihat raut wajah Adnan. Seperti seorang anak kecil yang tidak puas karena keinginannya tidak terpenuhi dan itu mengingatkan dia akan Arganta.
"Ubah raut wajahmu itu!" Binar berkata sembari mencubit hidung Adnan.
Dengan cepat Binar menarik tangannya, dia lupa jika yang ada di hadapan dirinya adalah suaminya sendiri bukan Arganta. Namun, Adnan senang dengan perlakuan istrinya ini.
"Mengapa kau lepas? Siapa yang kau ingat hah?!" ujar Adnan dengan nada menyelidiki.
Melihat sorot mata Adnan yang terlihat ingin menangkapnya, dia dengan cepat beranjak dari duduknya. Namun, tangan Adnan sangat cepat menangkap tangan Binar lalu menariknya dengan sangat kuat. Seketika Binar terjerembap kedalam pelukan Adnan.
"Katakan siapa yang kau ingat hah?!" Adnan bertanya kembali dengan nada penekanan.
"Arganta," jawabnya singkat.
Mendengar itu Adnan merasa lega, jadi yang diingat olehnya adalah adik satu-satunya yang super posesif. Namun, sudah lama juga dia tidak mendengar kabar tentang adik iparnya itu.
"Bagaimana kabarnya?!" tanya Adnan yang masih memeluk Binar.
"Sekarang dia sibuk membantu ayah dan dia selalu mengeluh padaku karena aku tidak ingin membantunya." Binar menjawab sembari mengingat raut wajah Arganta saat Vidio call dengannya.
"Ada sesuatu yang ingin aku katakan padamu," kata Adnan dengan serius.
Dia hendak mengatakan tentang seseorang yang belum diceritakan pada Binar. Mungkin sudah saatnya Adnan mengatakan semuanya pada Binar agar dia tidak terkejut saat bertemu dengannya.
"Apa itu?!" tanyanya pada Adnan sembari mengubah posisi duduknya.
Adnan menghela napasnya saat dia hendak mengatakannya, terdengar suara ketukan pintu kamar. Dan Adnan pun gagal untuk mengatakan apa yang sudah ada di ujung bibirnya. Dia pun menyuruh orang yang berada dibalik pintu untuk masuk.
Pintu kamar terbuka, mata Binar melebar dia tidak mengira dengan orang yang baru saja masuk kedalam kamarnya. Dia adalah seorang pria yang tidak ingin ditemuinya selama-lamanya. Ingin menutup semua masa lalu yang membuatnya sangat kecewa.
"Kapan kau tiba?" tanya Adnan pada pria itu.
Namun, pria itu begitu syoknya melihat Binar yang duduk di samping Adnan. Sehingga tidak mendengar apa yang ditanyakan Adnan padanya, tatapannya tidak bisa lepas dari Binar yang sama-sama syok.
Adnan bertanya kembali pada pria itu, "Kapan kau tiba Marcello?"
Marcello tersadar lalu menjawab, "Baru saja."
"Sayang, ini yang tadi ingin aku katakan padamu—dia adalah Marcello putra angkatku."
Hati Binar belum bisa menerima yang baru saja dilihatnya, ditambah lagi sekarang Adnan mengatakan jika Marcello adalah putra angkatnya. Yang artinya sekarang dia adalah ibu angkat dari pria yang dulu pernah singgah dihatinya.
"Apa kalian sudah saling kenal?" Adnan bertanya pada binar dan Marcello sebab melihat gelagat mereka berdua membuatnya penasaran.
"Dia teman sekampusku dulu tetapi hanya sesaat!" jawab Binar dengan percaya diri sebab dia tidak ingin membohongi Adnan lebih banyak.
Adnan pun menyuruh Marcello untuk menunggunya di ruang baca karena dia akan bersiap sebentar lalu mengantar Binar ke cafe sebelum berangkat ke perusahaan untuk menghadiri rapat.
Marcello pun berjalan meninggalkan kamar, dalam hatinya masih terkejut dengan yang dilihatnya. Ternyata wanita yang ingin diperjuangkannya adalah istri dari ayah angkatnya. Dia berpikir apakah harus menyerah atau berjuang untuk mendapatkan hatinya kembali dari Binar Chavali.
"Sudah bertemu dengannya?!" tanya Candra pada Marcello yang sedang berjalan menuju ruang baca.
"Siapa yang kau maksud ayah atau istrinya?!" tanya Marcello dengan nada datar.
"Keduanya," jawab Candra singkat.
Marcello mengangguk lalu dia mengatakan jika Adnan menyuruhnya untuk menunggu di ruang baca. Setelah mengatakan itu dia berjalan meninggalkan Candra yang masih tidak puas dengan jawabannya.
"Ada yang aneh dengannya," gumam Candra sembari berjalan keluar untuk melihat apakah mobil yang akan digunakan sudah siap.
Binar yang masih tidak menyangka dengan semua ini hanya duduk di atas sofa sedangkan Adnan masuk kedalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Dan bersiap untuk mengantar Binar.
"Apa kau sakit?" tanya Adnan yang baru saja keluar dari kamar mandi.
"Tidak," jawabnya singkat lalu berjalan menuju almari untuk mengambil pakaian yang akan dipakai untuk pergi ke cafe.
Dia pun bersiap begitu pula dengan Adnan, ada sesuatu yang aneh dengan istrinya itulah yang ada dalam benak Adnan saat ini. Adnan mengingat semua kejadian tadi, apakah semua ini ada hubungan dengan Marcello. Apa terjadi sesuatu antara mereka berdua? Begitu banyak pertanyaan yang berterbangan dalam benaknya.