Terlihat di sebuah kamar bernuansa putih dengan gradasi merah jambu, nampak sorang gadis tengah menutup wajahnya dengan bantal boneka saat sinar matahari mulai memasuki kelopak matanya yang masih tertutup, menyembunyikan manik hijaunya yang indah.
Haruno Sakura, gadis yang telah memasuki sekolah menengah akhir dan hanya tinggal beberapa bulan lagi telah menempuh ujian akhir itu menggeliat saat merasakan punggungnya bergetar.
Keningnya berkerut dan bibirnya berdecak kesal karena getaran heboh dari ponselnya.
"Astaga! Apaan sih, ini!"
Sakura meraba bagian belakang tubuhnya, lebih tepatnya ranjang yang ia tiduri dan menemukan ponselnya bergetar terus menerus menandakan ada panggilan masuk. Ia menggeser tombol hijau di layarnya tanpa melihat siapa yang dengan tega menelepon dirinya pagi-pagi seperti ini.
"Hm..." gumam Sakura masih dengan mata tertutup.
Sakura memijit pangkal hidungnya karena pening yang melanda kepalanya dikarenakan dirinya hanya tidur tiga jam karena maraton nonton anime hentai di kamar hingga pukul tiga pagi.
Begitu Sakura menempelkan ponsel di telinganya, suara teriakan seseorang di seberang telepon semakin membuat sakit kepalanya bertambah parah.
"Saki! Jangan lupa hari ini kita berkumpul di rumahku jam sembilan pagi. Awas! Jangan telat! Kau sudah berjanji akan datang main ke rumah dengan teman-teman."
Sakura menjauhkan ponselnya saat suara cempreng Yamanaka Ino, sahabatnya, terdengar menusuk gendang telinganya, "Mm...!" sahutnya malas setengah kesal.
"Oh, ya. Aku juga akan mengenalkan mu dan yang lainnya pada seseorang. Tapi, yang lainnya sudah tahu semua, tinggal kau saja yang belum." ucap panjang lebar Ino di seberang sana.
Sakura tahu bagaimana bibir Ino yang tidak akan pernah berhenti jika sedang berbicara. Seperti saat ini. Walau perempuan itu tahu jika Sakura lima puluh persen sedang malas mendengarkan, Ino tetap akan melanjutkan kalimatnya seperti dosen yang menerangkan tentang materi kalkulus selama berjam-jam walau seluruh muridnya tidak mendengarkan.
Seperti Sakura saat ini.
"Tapi, aku telah meminta seseorang untuk menjemputmu."
Belum sempat Sakura menjawab, suara 'makhluk cempreng' di seberang sana kembali terdengar.
"Ya, sudah. Sekadar mengingatkan saja. Maaf, pagi-pagi mengganggu." Ino tertawa garing yang terdengar begitu mengesalkan di telinga Sakura, "Sampai jumpa, Saki."
Dan Sakura mendengar suara kecupan dari Ino. Detik berikutnya telepon tertutup.
Sakura mendengus keras menatap layar ponselnya sebelum melemparnya di bawah kaki dan mencoba kembali terlelap dalam tidurnya. Ia sungguh lelah dan sangat, sangat, sangat mengantuk karena terlalu larut dalam serial anime yang Sakura tonton. Ia bahkan baru tidur pukul empat pagi tadi.
Semoga Tuhan masih memberikan ketentraman dalam tidurnya walau sesaat.
🍅🍒
Sepertinya, Tuhan benar-benar mengabulkan permohonannya dalam sekejap. Sakura kembali mengerang keras dan menggeliat dengan mulut terbuka lebar karena menguap saat mendengar ketukan pintu kamarnya.
Sakura mencoba membuka matanya yang masih di selimuti kotoran mata. Ia mengucek matanya, merenggangkan tangannya yang terasa pegal sebelum membuka pintu kamarnya dengan berjalan malas.
Sakura melirik ke arah jam dinding dan melihat jika sekarang masih pukul delapan pagi. Itu artinya, ia kembali tidur dua jam setelah Ino menelepon.
Dan sekarang suara ibunya bagai malaikat maut yang akan merenggut jiwanya karena membangunkan ia disaat yang tidak tepat. Oh, lihat rambutnya yang acak-acakan dengan kedua tali tank top yang melorot memperlihatkan setengah dadanya yang nampak jelas dan berjalan dalam posisi mata terpejam, membuat ia seperti zombie yang begitu menggiurkan.
Sakura membuka pintu. Dan menampilkan wajah cantik ibunya yang berdiri di sana. Ia menyandarkan kepalanya pada tembok saat tubuhnya tak dapat lagi menahan kepalanya yang terasa berat.
"Sayang, ada temanmu di bawah. Katanya dia disuruh oleh Ino untuk menjemputmu."
Haruno Mebuki, ibu Sakura berucap lembut sambil membenarkan rambut Sakura yang mencuat kemana-mana. Ia tertawa kecil melihat pakaian yang dikenakan anaknya begitu berantakan. Lalu membenarkan tali tank top Sakura.
Mebuki menggeleng kecil melihat kebiasaan Sakura yang tak pernah berubah, selalu tidur tanpa mengenakan baju dalam. Untung saja yang tinggal di rumah hanya mereka dan suaminya saja.
Sakura menaikkan sebelah alisnya dengan mata yang masih terbuka setengah, "Siapa?"
"Namanya Sasuke. Orang yang disuruh Ino menjemputmu. Dia sudah menunggumu dari tadi. Cepat mandi dan bersiap-siaplah. Kau ada janji dengan Ino, kan?"
Kening Sakura berkerut. Mendengar nama seseorang yang begitu asing di telinganya. Sakura mencoba mengingat-ingat apakah ia mempunyai teman bernama Sasuke di sekolah. Dan hasilnya nihil. Apalagi ibunya berkata jika lelaki itu disuruh Ino untuk menjemputnya.
Akan tetapi, samar-samar Sakura seperti pernah mendengar atau tahu nama itu. Namun entah kenapa saat ia ingin mengingatnya kembali, kepalanya bertambah pusing. Dan Sakura tak ingin memikirkan hal yang tidak penting itu.
Mebuki kembali berucap, membuyarkan lamunan Sakura, "Ayo, cepat. Jangan membuat anak orang menunggu."
Sakura menghela napas berat dan mengangguk, lalu melenggang pergi setelah menutup pintu kamarnya.
Ia akan mandi dengan air dingin untuk menghempaskan kantuknya yang besar.
🍅🍒
Sakura keluar dengan mengenakan pakaian khasnya. Ia hanya memakai baju dengan model sabrina dan jeans pendek, tak lupa ia memakai tas ransel kesayangannya yang berbentuk stroberi. Rambut panjangnya ia gerai lalu memoles wajahnya dengan tabir surya dan bedak bayi, tak lupa dengan lip gloss merah di bibirnya.
Sakura memang lebih nyaman tanpa menggunakan riasan wajah yang biasa sahabatnya pakai. Ia tidak terlalu memikirkan riasan yang mampu menutupi kekurangan di wajah. Walau Sakura tahu jika wajahnya tak memiliki hal itu. Memang. Karena Sakura selalu merawat wajahnya dengan baik tanpa embel-embel bahan pemutih atau hal semacamnya.
Sakura percaya jika semua kosmetik yang beredar akan meninggalkan bekas efek yang ia tidak inginkan. Walau semahal apapun itu. Dan Sakura tidak ingin hal itu terjadi pada wajahnya yang sangat ia cintai.
Sakura memang mengenakan beberapa produk, namun produk itu khusus bayi. Mulai dari bedak, pelembab wajah, lotion dan sabun wajah. Bahkan ia pun menggunakan sampo dan sabun untuk bayi. Sakura terlalu mencintai aroma bayi.
Setelah menyemprotkan cologne dengan aroma lembut khas bayi, Sakura keluar dengan membalas pesan Ino yang mengatakan jika wanita itu telah menyuruh seseorang untuk menjemputnya.
Saat Sakura mencapai lantai bawah, ia di kejutkan oleh seorang lelaki yang sedang bercengkrama dengan ibunya. Sakura bisa melihat lelaki yang entah siapa itu memiliki wajah yang sangat tampan. Bahkan lelaki tertampan yang pernah Sakura temui.
Saat Sakura berjalan mendekati mereka, atensi Mebuki dan lelaki tersebut teralih kepada Sakura. Mebuki tersenyum melihat anaknya yang tampil cantik. Selalu cantik.
"Sayang... Ini Sasuke," Mebuki menoleh ke arah Sasuke sekilas, "Dan nak Sasuke, ini Sakura, anak Ibu." lanjutnya memperkenalkan.
Sakura berjalan mendekat hingga meja yang ada di ruang tamu tersebut menjadi tembok pembatas antara dirinya dengan lelaki di depannya.
Sasuke berdiri, mengulurkan sebelah tangannya dan di jabat oleh Sakura.
"Uchiha Sasuke."
"Sakura."
Sakura yakin jika saat ini wajahnya pasti merona. Apalagi saat merasakan gelenyar aneh yang melingkupi hatinya. Ditambah dengan remasan lembut dari tangan pemuda di depannya. Membuat Sakura sebisa mungkin menyembunyikan groginya.
Mereka masih berjabat tangan. Sebelum deheman Mebuki membuyarkan tatapan mereka.
Mebuki mengulum senyumnya, "Nak Sasuke kemari karena dia disuruh Ino untuk menjemputmu, Sayang."
Sakura hanya menganggukkan kepalanya mengerti. Entah hanya perasaannya saja atau bukan, ia merasa sedari tadi lelaki bernama Sasuke itu terus menatap dirinya. Membuatnya semakin tidak nyaman.
"Nak Sasuke," Sasuke menoleh kearah Mebuki, "Kenapa kau menatap putriku seperti itu?" tanya Mebuki menggoda.
Ternyata benar.
Sasuke terkekeh kecil, merasa sedikit sungkan dan malu karena kepergok sedang memandang anak gadis wanita tersebut.
"Maaf, Bibi. Anak Bibi sangat cantik. Saya baru melihat ada gadis yang sangat manis seperti Sakura." akunya dengan terus menatap Sakura.
Tak ada sedikitpun yang Sasuke tutupi. Memang benar, Sakura sangat cantik dan ia baru pertama kali bertemu dengan gadis dengan kecantikan yang alami seperti Sakura. Meski dengan polesan bedak, kecantikan alami yang di miliki gadis itu tidak tertutupi sedikit pun.
Sakura berdeham, mencoba menutupi wajahnya yang memerah dan raut keterkejutannya karena kalimat Sasuke yang membuatnya berdebar dalam sekejap. Tak munafik jika Sakura senang mendengarnya.
Dan Sakura harus cepat-cepat menyingkirkan semua pikiran aneh di dalam otaknya sebelum hal itu terjadi.
Sakura menatap Sasuke sebelum menatap Mebuki yang terus mengulum senyum, "Ayo, berangkat. Aku takut Ino menunggu lama. Ibu, aku berangkat dulu."
Menunggu lama apanya? Ini bahkan baru jam setengah sembilan.
Sakura mengecup pipi Mebuki sebelum melenggang pergi menuju pintu mengabaikan kekehan kedua manusia berbeda usia di belakangnya.
"Nak Sasuke. Kau membuat putri semata wayang ku malu." Mebuki tak dapat lagi menahan kekehannya. "Sepertinya kalian baru mengenal, tapi kau sudah berani menggodanya."
"Saya berkata yang sebenarnya, Bibi." Sasuke tersenyum melihat senyum Mebuki yang penuh arti, "Kalau begitu, saya pamit dulu."
Mebuki mengangguk. Ia menatap kepergian kedua muda-mudi itu dengan senyum yang tak pernah luntur dari bibirnya.
"Semoga kelak kalian berdua berjodoh."
Mebuki terkekeh mendengar doa yang ia ucapkan barusan. Tapi, siapa yang melarang untuk mendoakan kebahagiaan anak sendiri?
🍅🍒
Sakura tak henti-hentinya mendengus saat merasakan lirikan mata di sampingnya. Ia bahkan sadar akan hal itu walau pandangannya terus ke arah jendela sampingnya.
"Berhenti menatapku seperti itu."
Sasuke tertawa kecil. Ia melirik Sakura lagi sebelum menatap lurus ke jalanan. Saat ini mereka telah berada di dalam perjalanan menuju rumah Ino.
"Kenapa? Kau cantik. Jadi ya..." Sasuke mengedikkan bahu, "Kenapa aku tidak boleh menatap wajah manis mu?"
"Oh, ya? Tadi kau bilang aku cantik, tapi barusan kau bilang aku manis. Mana yang benar?"
"Semuanya. Semuanya ada di dirimu. Wajahmu membuat orang lain tidak bosan melihatnya."
Sakura menggigit bibir bawahnya, entah kenapa setiap mendengar kalimat gombalan receh Sasuke membuat sesuatu dalam dirinya berdesir tak karuan. Padahal Sakura baru pertama kali bertemu dengan lelaki itu. Tidak mungkin kan jika dirinya tertarik dengan dia?
Sasuke menghentikan laju mobilnya saat lampu merah menyala. Menggeser tubuhnya agar bisa menatap Sakura yang tengah menatap berlawanan arah dengannya. "Termasuk aku. Walau lama aku tidak melihatmu dari dekat, kau tetap tidak berubah. Sama seperti terakhir kali kita bertemu."
Alis Sakura mencuram hebat. Bersamaan dengan gadis itu yang menoleh cepat. Wajahnya menggambarkan kebingungan dan keheranan yang mendalam saat mendengar kalimat Sasuke.
Apa maksud lelaki ini, Sakura sama sekali tidak paham. Mereka baru bertemu, lalu dengan tanpa dosanya Sasuke berkata seolah-olah jika mereka adalah orang yang saling mengenal. Dan Sakura tidak membenarkan hal itu.
Sakura menggeleng kecil, "Aku tidak paham. Apa maksudmu?"
Sasuke tersenyum penuh arti. Dan Sakura memendam rasa penasaran yang begitu besar saat Sasuke tak menjawabnya.
Mobil itu kembali berjalan. Namun dengan kondisi di dalam mobil semakin senyap dari beberapa menit yang lalu.
Sakura tidak ingin memikirkan ucapan Sasuke, tapi berbanding terbalik dengan otak dan hatinya yang terus beradu hingga membuat kepalanya kembali pusing.
Sakura hanya berharap jika mereka akan cepat sampai. Ia tidak tahan dengan segala omong kosong yang Sasuke ucapkan.