Nadin menangis, ya gadis rapuh itu tidak mampu menanggapi semua kenyataan yang menghantui dirinya.
Ingatan yang terus hilang, kisah cinta nya yang harus terus berlanjut tanpa arah yang jelas.
Nadin ingin semua permasalahan hubungannya dan Ryan selesai. Harus ada yang mengalah dalam hubungan mereka, Nadin tidak mungkin harus terus menjadi pihak yang tersakiti disini. Nadin berfikir keras dan harus melakukan sesuatu agar hubungannya dan Ryan bisa mendapatkan titik terang.
Dengan ragu, Nadin mendatangi tempat tongkrongan yang biasanya Ryan dan para sahabatnya berkumpul.
"Nadin??" Ucap Bima heran saat melihat sosok Nadin yang berdiri di hadapannya. Ucapan Bima membuat Ryan dan para sahabat nya yang lain menoleh kearah Nadin. Nadin menatap mereka canggung, namun tatapan kecewa jelas terlihat di wajahnya saat melihat sosok yang tidak ingin di lihatnya, Claudya.
"Hay," sapa Nadin.
"Kamu ngapain kesini Nad?" Ucap Claudya sok ramah.
"Gue ada perlu sama Ryan." Ucap Nadin dingin.
Ryan mengangkat sebelah alisnya bingung, tanpa ragu laki-laki itu melangkah mendekat kearah Nadin dan Claudya yang kini sudah berada di depan Nadin.
"Aku mau ngomong, berdua, penting." Ucap Nadin lagi saat Ryan sudah berada di hadapannya.
"Ngomong apa? Bukannya semua udah jelas yaa? Aku gak mau putus dan kamu tetap pacar aku." Ucap Ryan, Nadin memandang Ryan datar lalu menatap Claudya sesaat.
Ryan tidak tau apa arti tatapan Nadin pada Claudya, hanya gadis itu yang tau.
"Apa mau ngomong berdua sama kamu harus berdebat dulu yaa? Emang susah buat kamu ikut aku sebentar buat kelarin masalah kita??" Ucap Nadin, di tatapan gadis itu jelas tersirat kekecewaan. Ryan melihatnya, namun egonya melarangnya untuk peduli.
"Sekarang kita udah ngomong kan?? Apa susahnya sih kita ngomong disini?? Lagian apa lagi yang mau di omongin??!"
Nadin menatap Ryan tidak percaya, Nadin tau bahwa Ryan tidak ingin pembicaraan mereka tertutup dari pendengaran Claudya.
"Lo bisa pergi sebentar?? Gue mau ngomong sama Ryan." Ucap Nadin santai, ada nada pengusiran disana.
Ryan menatap Nadin tidak suka, dan menahan tangan Claudya.
"Kamu apa-apaan sih?!! Secara gak langsung kamu ngusir Claudya! Kalo mau ngomong ya ngomong aja gak usah bertele-tele!!" Ucap Ryan emosi.
Claudya menatap Nadin dengan senyuman miringnya. Nadin sudah tidak dapat membendung air matanya lagi. Apa tidak bisa Ryan berbicara padanya untuk sekejab saja, apa tidak bisa Claudya menghilang dari prahara hubungan mereka? Nadin geram dengan semua drama yang mereka lakukan padanya.
"Aku cuma mau bicara berdua, bukan bertiga." Ucap Nadin.
"Ya udah, tau pintu keluarnya kan?? Silahkan pergi dari sini!" Nadin menatap punggung Ryan dengan tatapan kecewa. Sekali lagi pria itu membuatnya kembali kecewa.
Dengan berlinang air mata serta perasaan kecewa yang amat dalam, Nadin pulang dalam keadaan basah kuyup karena hujan-hujanan.
"Heyy, lo cewek yang waktu itu main hujan-hujanan kan?? Lo kayaknya suka banget main hujan-hujanan, lo gak kedinginan emangnya?" Ucap seorang pria yang kebetulan melihat Nadin berjalan di tengah derasnya hujan.
Nadin menatap pria itu dengan tatapan sayu, pria itu tertegun sejenak saat melihat wajah cantik Nadin. Tapi bukan itu yang membuatnya kaget, tetapi tangan gadis itu yang begitu dingin dan jangan lupakan juga bibirnya yang sudah semakin pucat.
"Ehhh, lo sakit. Ayo ikut gue!" Pria itu menarik tangan Nadin yang sudah tidak bertenaga menuju rumahnya yang tak jauh dari situ. Nadin hanya pasrah saat tangannya di tarik masuk kedalam rumah pria itu, Nadin sudah tidak memiliki tenaga lagi sekarang.
"Mah! Mamah!!" Teriak pria itu saat sudah membaringkan Nadin ke kamar tamu.
"Ada apa sih Ryo? Teriak-teriak mulu kamu itu, sakit nih kuping mamah." Ucap seorang wanita paruh baya pada pria itu yabg ternyata bernama Ryo.
"Ini mah, tolong urusin ya. Aku nemuin di jalan tadi, dia kedinginan." Ucap Ryo pada mamanya.
"Ya ampun, kok bisa basah gini sih? Di luar hujan deras banget lohh, kamu keluar gih mamah mau gantiin dia baju. Dan kamu suruh Bi Ijah bikinin teh hangat sama buburnya juga yaa."
Tanpa menjawab ucapan mamahnya, Ryo segera keluar dari kamar tamu dan menemui Bi Ijah.
Nadin mengerjabkan matanya perlahan saat merasakan seseorang tengah mengelus-elus kepalanya. Gadis itu mengernyitkan dahinya bingung saat melihat sosok pria tampan tengah menatapnya dengan tatapan khawatir. Pria itu juga terus mengelus-elus kepalanya pelan dan membuat Nadin merasa sangat nyaman.
"Gu-gue dimana?" Ucap Nadin pelan, membuat Ryo menghentikan aktivitasnya dan menatap Nadin dengan senyuman lega.
"Akhirnya lo sadar juga, lo ada di rumah gue sekarang. Kemarin, gue bawa lo kesini karena badan lo udah kedinginan banget." Ucap Ryo dengan nafas lega.
"Makasih yaa," ucap Nadin dengan tulus.
"Kamu udah bangun sayang? Syukurlah, tante udah khawatir banget soalnya kamu gak bangun-bangun dari kemarin." Ucap mamah Ryo yang baru saja datang.
Nadin tersenyum kecil, lalu dia teringat sesuatu.
"Dari kemarin? Saya disini sejak kemarin tante??"
"Iya, kemarin kamu pingsan dalam keadaan basah kuyup dan kedinginan. Tante mau kabarin keluarga kamu tapi gak ada barang kamu yang bisa tante dan Ryo gunain buat hubungin keluarga kamu." Jelas mama Ryo.
"Oh iya, kita belum kenalan ya. Nama gue Ryo Ravensya Putra, lo bisa manggil gue Ryo atau Raven." Ucap Ryo sambil mengulurkan tangannya, Nadin mengulurkan tangannya untuk membalas uluran tangan Ryo.
"Nama gue Nadin Aulya, lo bisa manggil gue Nadin." Balas Nadin.
"Oh iya, makasih ya udah nolongin gue. Gue gak tau lagi bakalan gimana nasibnya kemarin kalo gak di tolongin sama lo. Gue bisa mainta tolong sama lo lagi gak?" Lanjut Nadin.
"Minta tolong apa?"
"Gue mau pinjem handphone lo, kakak-kakak gue pasti khawatir banget karena gue gak pulang dari kemarin." Ucap Nadin, ada nada kecemasan disana. Ryo pun memberikan ponselnya tanpa harus bertanya lagi.
"Halo, siapa ini?!" Nadin menelfon Ivan, gadis itu tertegun saat mendengar nada suara Ivan yang tidak seperti biasanya.
"Halo?!! Kalo gak ada perlu saya tutup!" Nadin melongo saat panggilannya di putuskan begitu saja oleh Ivan. Tidak seperti biasanya kakaknya itu bersikap kasar dan cetus seperti ini.
Kali ini Nadin berusaha sabar, dan terus mencoba menghubungi nomor ponsel kakaknya yang lain. Hingga saat ponsel milik Romy terhubung, Nadin tidak membiarkan kakaknya itu berbicara dan memutuskan panggilan lagi.
"halo, kak Romy! jangan tutup telponnya, ini Nadin. Nadin lagi di rumah temen, maaf gak bisa kasih kabar kalo Nadin gak pulang kemarin. ceritanya panjang, Nadin bakal cerita di rumah nanti. Aku share lock, kakak jemput Nadin di alamat itu yaa. dahh." ucap Nadin dengan cepat, Ryo yang sedari tadi di samping Nadin melongo melihat tingkah gadis itu.
"kenapa? kok Lo lihat gue kayak gitu sih, ada yang salah yaa?" tanya Nadin heran.
"gak ppa, gue takjub aja lo bisa ngomong secepat itu dalam seperkian detik. salut gue sama lo mah." ucap Ryo dengan senyum kecilnya, Nadin terpaku senyum Ryo begitu kecil namun membawa pengaruh besar bagi perasaannya.
"hehehh, iya soalnya klo gue gak ngomong cepat yang ada di matiin lagi telponnya." ucap Nadin setelah menetralkan perasaannya. Ryo tersenyum simpul, lalu mengacak rambut Nadin dengan gemas. Nadin mengernyit tak suka saat Ryo mengacak-acak rambutnya dan membalasnya dengan menjambak rambut pendek Ryo.