"Maaf, kalian ini siapa sih? Saya gak kenal sama kalian, jadi minggir saya mau lewat." Tegas Nadin, gadis itu melangkahkan kakinya cepat namun harus terhenti karena seseorang menahan pergelangan tangannya.
****
"Please, maafin aku sayang. Aku salah, aku janji gak akan bersikap kasar sama kamu lagi. Aku mohon, maafin aku." Nadin terdiam, dia tau siapa pemilik suara itu. Ryan, ya orang itu adalah Ryan.
Jujur, Nadin merasakan sesuatu yang sesak saat mendengar perkataan Ryan, namun dengan segera dirinya menormalkan ekspresinya dan menjalankan aktingnya.
"Maaf, lo siapa sih? Lo mungkin salah orang, permisi." Hanya itu yang bisa di ucapkan Nadin, Ryan tidak akan melepaskan tangan Nadin begitu saja.
Ryan memeluk Nadin, namun tidak memberikan reaksi apapun. Ryan menyentuh pipi Nadin yang terlihat lebih tirus dari sebelumnya.
"Lo bisa gak jauh-jauh dari gue? Gue gak kenal sama lo, dan gak usah sok kenal sama gue!!"ucap Nadin dengans suara kerasnya, membuat Ryan kaget akan respon yang di berikan Nadin padanya.
"Nadin?? Oh my gattt, lo kenapa udah masuk sekolah aja sih? Kan gue udah bilang, lo istirahat aja dulu sekolahnya bisa besok." Omel Nada saat melihat Nadin sedang beesama Ryan lalu menarik tangan Nadin dan membawanya kekelas mereka.
*****
Nadin terdiam di balkon kamarnya, air mata kembali menggenang di pelupuk matanya. Ingatan demi ingatan kebersamaannya dengan Ryan terputar bagaikan kaset rusak di kepalanya.
"Hiks, hiks, apa udah gak ada ruang buat aku di hati kamu? Awal hubungan kita gak kayak gini sebelum Claudya datang di tengah-tengah hubungan kita,
Flashback
"Sayang, kamu jadi kan malam ini nemenin aku cek up di rumah sakit?" Ucap Nadin pada Ryan.
"Jadi dong, emang kenapa?" Tanya Ryan sambil mengelus puncak kepala Nadin dengan sayang.
"Gak ppa, aku senang aja karena kamu mau nemenin aku. Aku jadi semangat jadinya😊." Jawab Nadin, senyuman tidak pernah luntur dari wajah cantiknya.
" sayang, maaf ya aku gak bisa nemenin kamu. Sahabat aku baru aja ngabarin kalo dia nyampe malam ini dan aku mau jemput dia di bandara. Aku pamit ya, bye." Nadin menatap punggung Ryan yang menjauh dengan kecewa sambil tersenyum miris.
Nadin berusaha berfikiran positif dan memmaafkan Ryan.
"Halo, Ryan kamu dimana sih? Aku udah sejam nungguin kamu tapi kamu gak datang-datang juga,"
"Maaf ya Din, aku gak bisa jemput kamu buat kesekolah bareng. Kamu naik ojek atau taksi online aja ya, bye."
Lagi, Nadin mencoba sabar. Tidak sampai disitu, saat turun dari ojek online Nadin melihat Ryan sedang menggandeng mesra seorang perempuan.
"Ryan??" Panggil Nadin.
"Dia siapa Yan? Temen kamu ya??"tanya perempuan di rangkulan Ryan.
"Nadin? Kamu udah nyampe? Syukurlah, kalo gitu aku duluan ya. Ayo Clau, kamu harus ke ruang kepsek kan." Kali ini Nadin tidak bisa diam, dia harus menahan Ryan agar berbicara dengannya.
"Ryan tunggu!! Kamu mau kemana? Kenapa sih beberapa hari ini kamu gak pernah hubungin aku? Janji kamu ingkarin, tadi kamu gak jemput aku tanpa ngomong dulu, sekarang kamu main pergi aja sama cewek lain, emang dia gak bisa ke ruang kepsek sendiri?" Ucap Nadin dengan suara lantang. Ryan menggeram marah mendengar ucapan Nadin.
"Jaga mulut lo Nadin!! Dia sahabat gue, dia prioritas gue, lo gak berhak ikut campur urusan gue."hanya itu kalimat yang di lontarkan Ryan namun mampu membuat Nadin shock mendengarnya.
*******
"Nadin sayang, kita makan malam dulu yuk. Mamah udah buatin makanan kesukaan kamu lohh,"ucap Raisa di balik pintu kamar Nadin.
"Iya mah!! Nadin mau bersih-bersih dulu abis itu nyusul yaa." Balas Nadin. Nadin membasuh wajahnya yang memerah karena menangis, lalu turun ke ruang makan bersama kedua orang tuanya.
"Malam mah, pah," sapa Nadin tanpa memperdulikan sekitar lalu duduk di bangku kosong.
"Mama sama papa aja nih yang di sapa? Abang kamu yang ganteng ini nggak hmm?" Ucap seseorang, Nadin menatap seseorang di sebelahnya bingung.
"Kamu siapa?" Nadin bertanya dengan polosnya membuat orang itu cemberut.
"Mah, Pah, kalian gak pernah ngenalin Romy ke princess ya??" Romy memicingkan matanya pada Harvan dan Raisa yang sudah cekikikan tak jelas.
Nadin tidak memperdulikan perdebatan didepannya dan sibuk dengan makanannya.
"Nadin sayang, habis ini kita ngumpul di ruang keluarga dulu ya." Ucap Raisa, Nadin mengangguk kecil di sela-sela makannya.
Seperti ucapan Raisa tadi, kini keluarga bahagia itu tengah berkumpul di ruang keluarga. Nadin terus menatap Romy yang duduk di sampingnya dengan tatapan penasaran. Sedangkan pemuda itu menatap Raisa dan Harvan kesal.
"Dek, lo beneran gak kenal sama gue??" Tanya Romy lagi yang dijawab gelengan polos oleh Nadin.
"Nadin, Romy ini kakak kamu. Selama ini, kalian gak pernah ketemu karena dia sok-sokkan sibuk jadi gitu dehh."ucap Raisa santai.
"Dia kakak aku? Tapi kenapa mama, papa, bahkan bunda dan ayah gak pernah cerita? Tante Marisa dan om Aryo juga gak pernah cerita apa-apa kalo aku punya kakak."ucap Nadin bingung.
"Maaf ya dek, abisnya aku tuh lagi sibuk sama sekolah biar bisa bantuin papa di kantor dan keluarga kita bisa utuh lagi kayak sekarang." Jelas Romy, pemuda itu mengelus surai lembut Nadin yang terurai.
"Benarkah??"
"Iya, sebenarnya kamu masih punya dua kakak laki-laki lagi. Mungkin bentar lagi mereka sampai kok." Jawab Romy.
"Hmm, aku mungkin gak bisa nunggu mereka datang dehh. Besok aku mau sekolah, aku duluan ya. Malam semua." Ucap Nadin, mencium pipi semua keluarganya lalu naik menuju kamarnya di lantai 2.
Tok tok tok
"Siapa??" Teriak Nadin dari dalam saat seseorang mengetuk pintu kamarnya.
"Dek, bukain dong."
Ceklekk
"Kak Romy? Ada apa kak?" Tanpa babibu, Romy masuk kedalam kamar Nadin membuat Nadin menatapnya bingung.
"Heheh, aku tidur bareng kamu ya malam ini? Kakak masih kangen sama kamu dek," ucap Romy dengan muka memelasnya. Nadin tertawa kecil melihat tingkah lucu Romy.
"Iya, boleh kok kak. Kita langsung tidur aja yuk, aku udah ngantuk." Kedua adik kakak itupun tidur dengan posisi berpelukan.
Dua pemuda yang berada di ujung pintu kamar Nadin mendengus tak suka. Romy sudah mencuri start, mereka pun memutuskan untuk tidur bersama kedua saudara mereka yang lain.
*******
Nadin tersentak kaget saat bangun tidur dan melihat tiga pria tampan tengah tidur bersamanya.
Apa mereka saudaraku yang di maksud kak Romy sama mama papa ya? Batin Nadin. Gadis itu pun segera bersiap untuk kesekolah tanpa membangunkan ketiga pria tampan itu.
Nadin kini sudah berada di sekolah, semua tatapan menuju padanya. Tidak ada lagi yang bisa mengelak bahwa Nadin jauh lebih cantik dibandingkan Claudya. Selama ini, anak-anak hanya memuji Claudya dan selalu mengucilkan dirinya sebagai perusak pemandangan di antara Ryan dan Claudya.
"Pagi Nadin ku sayang,,," ucap Nada dengan senyumannya.
"Pagi juga Nada," balas Nadin dengan senyum tulus.
"Oh iya, mama sama papa kamu udah nyampe yaa?" Tanya Nada yang di jawab anggukan oleh Nadin.
"Da, lo pernah tau gak sih kalo gue punya 3 kakak cowok?" Tanya Nadin membuat Nada yang sedang memakan makanannya tersedak karena kaget.
"Lo beneran Amnesia? Lo lupa? Kan dua bulan yang lalu lo kenalin gue ke kak Romy, kak Ivan sama kak David?? Nadin, lo jangan buat gue takut yaaa." Ucap Nada panik.
Nadin menatap Nada bingung, apa maksudnya dua bulan lalu. Nadin sama sekali tidak mengingat apapun tentang kakaknya, apa ingatannya benar-benar hilang? Entahlah, bahkan sejujurnya Nadin bingung kenapa Nada menyuruhnya berakting amnesia di hadapan anak-anak yang lain. Bahkan Ryan, Nadin tidak merasa ada masalah apapun dengan pria itu. Nadin hanya menurut dan menganggap bahwa dia harus menuruti semua larangan-larangan Nada termasuk menjauhi Ryan.
Ada terbesit rasa tidak rela di hati Nadin bila bersikap acuh pada Ryan, namun di satu sisi Nadin juga merasakan sesak yang lebih mendalam saat bersama pria itu.
"Nadin, kita ke dokter ya hari ini? Gue khawatir sama lo, "ucap Nada, gadis itu berubah jadi panik saat mendengar semua yang di alami Nadin belakangan ini.
"Emang gue kenapa sih Na? Terus waktu itu kenapa juga kita ada di Singapura? Gue bingung Na, gue sama sekali gak ingat apa yang udah gue alamin belakangan ini." Ucap Nadin bingung.
Sepulang sekolah, seperti ucapan nya tadi Nada langsung mengantarkan Nadin ke rumah sakit untuk memeriksakan kesehatannya.
Nadin terduduk lesu di bangku rumah sakit, semua yang di ucapkan dokter mengenai kesehatannya sungguh membuatnya shock. Nada memeluk Nadin dari samping untuk menenangkannya.
"Lo yang sabar ya, gue yakin lo pasti bisa sembuh kok."ucap Nada menguatkan.
Nadin menatap Nada tanpa ekspresi lalu meninggalkan gadis itu sendiri. Nada menangis saat Nadin sudah tidak berada di hadapannya lagi. Meskipun mereka hanya sahabatan, namun Nada sudah menganggap Nadin seperti saudarinya sendiri.