Melihat tubuh Jessica yang terpelanting membuat semua orang yang ada disekitar tempat kejadian langsung berhamburan termasuk para dokter yang akan pulang , tapi tidak dengan Viona karena kedua kakinya terasa lemas dan tak mampu menahan beban tubuhnya hingga akhirnya membuat Viona jatuh terduduk di rumput .
" dokter anda tak apa-apa ? " tanya suster Tina yang sedari tadi berdiri tak jauh dari Viona .
" iyaa akuu bb baaik baik sus " jawab Viona terbata karena masih shock ketika melihat Jessica yang nekat .
Suster Tina perlahan membantu Viona untuk berdiri ia kemudian memapah Viona untuk duduk di sebuah kursi di halte bus , mereka menatap bagaimana para perawat laki-laki nampak sedang mengangkat tubuh Jessica yang berlumuran darah menuju ke rumah sakit kembali . Viona bisa melihat bagaimana Frank nampak berlari mengikuti Jessica dibawa sementara para eksekutif termasuk Fernando hanya berdiri melihat ke arah orang-orang yang membawa Jessica .
Viona menyembunyikan dirinya dibalik tubuh suster Tina ketika ia menyadari kalau Fernando tengah melihat ke arahnya .
" cepat bantu aku naik ke bus suster " bisik Viona dengan lirih ketika melihat sudah ada bus yang datang ke arah halte .
" baik dok " jawab suster Tina sambil memapah Viona kembali untuk naik ke bus yang datang .
Viona bisa melihat dengan jelas dari dalam bus sewaktu Fernando berlari mengejarnya , ia menghela nafas panjang ketika akhirnya Fernando menghentikan langkahnya saat di hampiri oleh para petinggi rumah sakit yang tadi berdiri bersamanya .
" dok , ini bukan bus ke arah apartement dokter lho " ucap suster Tina mengingatkan Viona .
" aku tau , tak apa aku mau pergi ke suatu tempat sebentar " jawab Viona sambil berusaha menutup luka cakaran Jessica di lengan kanannya .
" oke kalau begitu dok " sahut Suster Tina sambil tersenyum .
Viona mengangguk pelan lalu mencoba menutup matanya dan kembali mengingat kejadian yang baru saja terjadi .
" apa aku tak apa-apa pergi dari sana sus ? " tanya Viona lirih .
" apa maksud anda dok ? " tanya balik suster Tina bingung .
" kau lihat kan tadi bagimana pasien itu berlari ke arah bus yang lewat itu " jawab Viona sambil membuka matanya .
" dia berlari atas kehendak sendiri , lagipula pasien itu akan dipindahkan ke rumah sakit jiwa jadi aku rasa ini tak ada hubungannya dengan anda dok " ucap suster Tina mencoba menenangkan Viona .
" rumah sakit jiwa ? " tanya Viona kaget .
Suster Tina mengangguk perlahan lalu menceritakan apa yang sudah ia ketahui selama Viona istirahat sebelumnya , profesor Frank pun yang dianggap sebagai wali bagi pasien itu sudah setuju untuk memindahkan pasien itu ke rumah sakit jiwa .
Mendengar perkataan suster Tina membuat mata Viona berkaca-kaca ada rasa sakit di dalam dadanya tapi ia tak tau karena apa , saat ada air mata yang jatuh dari kedua matanya Viona langsung menyeka wajahnya supaya tak terlihat oleh suster Tina sang asisten pribadinya .
" sus saya turun sini ya " ucap Viona dengan bergetar karena mencoba menahan tangis .
" anda yakin dok ? " tanya suster Tina polos .
Viona mengangguk pelan lalu bangkit dari kursinya dan berjalan ke arah pintu keluar dan memencet tombol kuning yang artinya ia meminta untuk turun , tak lama setelah Viona memencet tombol itu sang supir bus kemudian menghentikan laju mobilnya dan membuka pintu keluar dimana Viona sudah berdiri . Viona menoleh ke arah suster Tina dengan melambaikan tangan lalu dengan cepat turun karena waktu berhenti bus tidaklah lama .
Suster Tina membalas lambaian tangan Viona dari dalam bus yang membuat Viona tersenyum . Viona kemudian duduk di bangku halte dimana ia berhenti tiba-tiba saja air mata yang sejak tadi ia tahan akhirnya bisa keluar dengan deras ketika Viona sendirian , ia menangis di halte yang sepi dimana tak ada orang yang datang karena memang halte tempat berhenti Viona ada di sebuah jalan panjang yang jauh dari komplek perumahan . Viona dengan puas mengeluarkan air matanya tanpa ada seorangpun yang melihat .
Drrtttt....
Suara ponsel yang bergetar membuat Viona menghentikan tangisnya , dengan perlahan ia meraih ke dalam tasnya lalu mengambil ponselnya yang ternyata sedang ada panggilan masuk dari Andrew .
" hallooooo.... " jawab Viona dengan terisak menerima panggilan Andrew .
" hai Viii... eh wait kau menangis Vio ?? " tanya Andrew dengan suara meninggi di ujung telefon .
" hikss.. hikss... Andrew aku hikss... " ucap Viona terbata-bata karena tak bisa berbicara .
" oke aku akan ketempatmu sekarang !! matikan panggilan telfon lalu share location mu padaku sekarang aku akan menyusulmu " teriak Andrew panik .
Viona lalu mematikan panggilan Andrew ia kemudian mengirimkan lokasinya pada Andrew melalui aplikasi di ponsel pintarnya , Viona menyeka air mata yang mengalir diwajahnya ia tak mau membuat Andrew melihatnya dalam keadaan yang kacau seperti saat ini . Tak lama kemudian datanglah mobil patroli milik Andrew mendekat ke arah halte dimana Viona masih duduk dengan menunduk lesu , setelah mobil berhenti keluarlah Andrew dengan membawa sebotol air minum mineral dingin .
" minum ini Vio " ucap Andrew sambil menyerahkan botol minumnya ke arah Viona .
Viona mengangkat wajahnya dan tersenyum ketika melihat Andrew sudah berdiri dihadapannya , dengan perlahan Viona menerima botol minum pemberian Andrew ia kemudian meminum air pemberian Andrew .
" terima kasih dan maaf merepotkanmu " ucap Viona lirih sambil menyeka sisa air minum yang masih tersisa di sekitar mulutnya .
" aku hanya membawakan air mineral tak perlu mengatakan hal seperti itu , aku tak suka Vio " sahut Andrew sambil duduk disebelah Viona .
Viona tersenyum dan kembali meminum air mineralnya tiba-tiba ponselnya berbunyi kembali , dengan cepat Viona meraih ponsel yang ia letakkan di pangkuannya . Jantung Viona berdetak lebih cepat ketika membaca pesan yang baru masuk itu , ia kemudian berdiri dan menarik tangan Andrew dengan paksa sehingga membuat Andrew kaget .
" sabar Vio ... sabar " ucap Andrew sambil berdiri .
" ayo ke rumah sakit , aku dipanggil lagi ke rumah sakit " pekik Viona panik .
" iya iya , ayo naik " jawab Andrew sambil setengah berlari menuju mobil patrolinya .
Viona dengan cepat membuka pintu mobil dan langsung duduk disebalh kursi supir dimana Andrew akan duduk , setelah ia memasang sabuk pengaman Andrew langsung memacu mobilnya menuju rumah sakit seperti yang Viona inginkan . Dalam perjalanan Viona terus menerus menerima panggilan masuk dari Fernando sehingga membuat Andrew naik darah , ia ingin sekali merebut ponsel Viona dan berbicara pada Fernando secara langsung tapi ia tahan karena tak ingin membuat masalah baru bagi Viona .
Setelah berkendara hampir tiga puluh menit akhirnya mobil Andrew akhirnya sampai didepan rumah sakit dimana biasanya ia menurunkan Viona seperti biasanya , begitu mobil berhenti Viona langsung turun tanpa berbicara apapun pada Andrew hingga membuat Andrew merasa makin curiga karena tak biasanya Viona seperti itu . Saat sedang menatap Viona masuk ke dalam rumah sakit tiba-tiba kap mobilnya di pukul oleh seseorang yang membuat Andrew kaget .
" kenapa kalian ada disini ? " tanya Andrew pada dua orang polisi muda yang tadi sudah memukul kap mobilnya .
" kami sedang menyelidiki kasus bunuh diri dengan menabrakan diri ke mobil ndan " jawab seorang polisi muda yang ternyata adalah anak buah Andrew .
" bunuh diri ? menabrakkan diri ? apa maskudnya ? " tanya Andrew bingung .
Kedua polisi itu kemudian menjelaskan secara rinci pada Andrew sehingga membuat Andrew akhirnya sadar kenapa Viona memintanya untuk mengantarnya kembali ke rumah sakit . Andrew kemudian turun dari mobilnya dan memilih bergabung dengan anak buahnya untuk membantu penyelidikan karena merasa khawatir pada Viona yang menurut anak buahnya masuk dalam saksi kunci karena melihat kejadian .
" akh dokter akhirnya anda datang " ucap seorang suster menyambut Viona yang berjalan dengan tergesa-gesa ke arah ruang rapat .
" ada apa ? " tanya Viona tanpa suara .
" dokter masuk saja " jawab sang suster pelan .
Viona berhenti didepan ruang rapat dan berusaha mengatur nafanya yang masih tak beraturan karena berlari , setelah cukup bisa mengusai diri akhirnya Viona membuka pintu ruang rapat dimana beberapa petinggi rumah sakit dan polisi sudah menunggunya untuk meminta keterangannya . Melihat Viona datang langsung membuat Fernando menghampirnya dengan cepat Fernando menarik tangan kanan Viona yang terluka dan belum diobati akibat perbuatan Jessica , Fernando meminta seorang suster untuk mengobati luka Viona .
" dia meninggal ? " tanya Viona lirih pada Fernando yang berdiri disampingnya .
" iya karena luka pada kepalanya yang parah " jawab Fernando dingin .
" jangan salahkan dirimu !!! dia sendiri yang menubruk bus itu , jadi kau tak ada hubungannya dengan kematiannya Vio " imbuh Fernando cepat ketika menyadari Viona akan menangis .
Viona mengangguk pelan lalu mengangkat wajahnya ke atas supaya air matanya tak jadi turun , ia berusaha untuk tegar karena sebentar lagi gilirannya untuk ditanya oleh para polisi untuk memberikan kesaksian . Fernando menggandeng Viona saat ia berjalan ke arah kursi dimana para polisi berada . Kasus Jessica dianggap bunuh diri karena tak ada bukti-bukti kekerasan di tubuh Jessica dan karena itu paa polisi meminta kesaksian para saksi yang kebetulan ada ditempat kejadian perkara .
Saat Fernando meletakkan tangannya di pinggang Viona dari balik pintu profesor Frank menatap dengan tajam ke arah sang kakak dengan tatapan penuh amarah , ia tak rela kalau Viona disentuh oleh sang kakak. Walau ia masih sedikit berduka atas kepergian Jessica tapi rasa cemburunya pada Fernando rupanya lebih besar .
" karena Jessica sudah mati maka langkahku untuk mendapatkanmu akan makin mudah Viona .... " ucap profesor Frank lirih
Bersambung