Setelah mereka meminumnya, Butterfly menceritakannya dari pikirannya.
"Begitu..." kata Rheinalth.
"Kasihan sekali.." kata Ermin sedih.
"Dia... sama seperti diriku dahulu... tetapi.... lebih parah." Kata Yukina.
"Benarkah?" Tanya Toshiko yang tidak mengetahui latar belakang Yukina.
"Ya." Jawab Yukina.
"Yah... begitu, aku jadi sedih.." kata Toshiko.
"Maaf, aku tidak bermaksud untuk mengganggu liburan kalian, tetapi inilah yang terjadi. Aku juga tidak meminta bantuan dari kalian karena sudah banyak pahlawan dari luar negeri yang datang kemari untuk membantu hal ini." Pikir Butterfly.
"Begitu." Jawab Yukina di dalam pikirannya.
"Jika sudah seperti ini, rasanya jadi ingin membantu.." pikir Ardolph.
"Benar juga..." pikir Kurosa.
"Dan masalah lainnya adalah...." pikir Butterfly.
.
"Ya ampun.." keluh Denzel.
"Mengapa di saat-saat seperti ini.. kasihan dia..." kata Toshiko.
"Benar... jadi, berhati-hatilah." Kata Butterfly.
"Entah mengapa, tetapi kita jadi ingin membantu!" Kata Rheinalth.
"Benar.." jawab Ermin.
"Tapi.. ini adalah tugasku... bukan tugas kalian." Kata Butterfly.
"Seorang murid dibantu oleh gurunya, apakah tidak boleh jika sesekali murid membantu gurunya?" Tanya Kurosa.
"Benar juga... dan setelah ms. Butterfly mengatakan keadaannya, aku jadi ingin bertemu dengannya." Kata Yukina.
"Benar... dia perlu diberi harapan." Kata Denzel.
"Tapi harapannya tidak boleh palsu lho!" Kata Asuka sedikit kesal.
"Apa? Tentu saja lah!" Seru Denzel.
"Jangan-jangan Denzel..." kejut Albern. Lalu Albern mulai berpikiran yang aneh-aneh, dan karena mereka semua menggunakan sihir telepati, semuanya mengetahui isi kepala Albern.
"Tidaaaak! Mengapaa Alberrn begini lagiii?! " keluh Denzel.
.
"Baiklah... jika kalian ingin mengunjunginya. Tapi jangan beritahu siapapun." Pikir Butterfly.
"Baiklah." Jawab semuanya.
Akhirnya mereka semua bersiap dan mengunjungi rumah yang tadinya dikunjungi oleh Butterfly.
.
"Permisi... aku masuk lagi." Kata Butterfly.
"Oh, selamat datang lagi!" Kata seorang gadis kecil. Gadis kecil itu segera menyiapkan 2 cangkir teh.
"Eeh.. tidak usah diberi teh tidak apa-apa.. aku habis dari restoran sebelah." Kata Butterfly.
"Tapi.. nanti haus lagi bagaimana?" Tanya gadis kecil itu dengan polosnya.
"Ehe... ya sudahlah, terimakasih." Kata Butterfly lembut.
Gadis itu segera menyajikan 2 cangkir teh hangat kepada Butterfly. Tetapi ia terkejut karena ada banyak sekali orang yang datang.
"Eh! Tehnya kurang!" Kejut gadis itu.
Gadis kecil itu segera berlari ke dalam lagi.
"Yah... kita malah menyusahkan.." bisik Nera kepada Lucianna.
"Eh.. tidak ada meja lantai?" Kejut Yukina.
"Benar, di sini kita menyambut tamu dengan sofa atau kursi. Agak berbeda dengan Jepang kan?" Tanya Butterfly.
.
"Maaf, tehnya habis!" Kejut gadis kecil itu.
"Tidak apa-apa, nanti kakak akan belikan." Kata Butterfly.
"Oh, tidak boleh! Harus Caya yang beli!" Kata gadis kecil itu.
"Caya?" Tanya Toshiko.
"Ya, namanya adalah Ni Nyoman Caya, dia adalah anak ketiga." Kata Butterfly.
.
Akhirnya, gadis kecil itu datang kepada Butterfly.
"Ada apa lagi kak?" Tanya gadis kecil itu.
"Dia bisa berbahasa Jepang?" Kejut Kurosa.
"Sudah daritadi sih.. tapi kenapa baru sadar?" Tanya Asuka.
.
"Begini... murid-murid kakak ingin melihat kakakmu." Kata Butterfly.
"Oh! Kakak! Ada di kamar! Aku antar ya! Jangan bikin kakak marah atau menangis, nanti Caya marah!" Kata gadis kecil itu.
"Huwaa... lucu..." pikir semuanya.
Ni Nyoman Caya segera berlari ke dalam, teman-teman mengikutinya.
.
"Kakak! Kakak yang tadi datang lagi, tapi tambah banyak!" Kata gadis kecil itu.
.
Saat semuanya sampai di depan pintu yang terbuka, mereka semua terkejut.
"Sampai sebegitunya.." pikir Toshiko prihatin.
Seorang lelaki bersandar pada sudut ruangan, matanya sama sekali tidak memiliki harapan. Lampu di kamarnya ia matikan. Mukanya sangat datar, tidak menunjukkan ekspresi apapun.
"Kakak, lihat lihat!" Kata Ni Nyoman Caya, gadis kecil itu.
Lelaki itu hanya menggerakkan kepalanya sedikit, melihat kepada mereka semua, lalu kembali menyandar pada sudut ruangan.
"Maaf mengganggu, I Made Arnawa. Tapi mereka ingin menemuimu, aku tinggal sebentar ya." Kata Butterfly.
Butterfly berjalan ke belakang murid-muridnya itu.
"Tidak apa-apa! Kakak juga bisa bahasa Jepang!" Kata Ni Nyoman Caya.
"Oh, baiklah." Jawab Ardolph.
"I Made A-A-Anawa... ini! Aku ada... eeh... onigiri... yang kusimpan.." kata Kurosa sambil memberikannya kepada I Made Arnawa.
I Made Arnawa hanya melihatnya sebentar, lalu menyandarkan kepalanya lagi.
"Kakak... tidak baik jika ditolak.." kata Ni Nyoman Caya.
"Maaf kakak sedang lelah, biar aku saja yang menerima, tidak apa kan?" Tanya Ni Nyoman Caya.
"Baiklah." Jawab Kurosa.
.
Mereka semua terdiam lagi.
Yukina mencoba untuk membuka mulutnya,
"Pasti sulit ya..."
I Made Arnawa hanya diam saja.
"Aku juga pernah mengalaminya..." kata Yukina sambil mengingat masa lalunya.
I Made Arnawa hanya diam saja.
"Membunuh orang-orang yang kita sayangi tanpa sengaja... pasti menyedihkan... dan juga menyakitkan..." kata Yukina.
I Made Arnawa berusaha untuk menahan air matanya, ia tidak ingin air matanya menetes.
"Yukina... jangan berlebihan ya, kita tahu apa yang akan terjadi." Bisik Ardolph.
"Ya.." jawab Yukina.
"Tapi aku sudah tidak begitu lagi, itu karena teman-temanku yang selalu mendukungku. Saat melihat penduduk di Bali, ku yakin teman-temanmu pasti mendukungmu. Kamu pasti bisa kok.." kata Yukina.
I Made Arnawa menutup kedua matanya dengan kedua tangannya sambil menekan kedua matanya, ia juga berkata,
"Hentikan..."
Yukina terkejut.
"Kakak... jangan begitu!" Keluh Ni Nyoman Caya sambil memegang kedua pundak kakaknya itu.
"Oh... sepertinya aku berlebihan." Bisik Yukina pada Ardolph.
"Sebenarnya... kamu bermaksud baik." Jawab Ardolph.
"Tapi kata kakak-kakak ini benar lho kak! Kakak kan punya aku, punya kakak, punya kak Jiao, punya kak Dhaffa, punya kak Endang, punya kak Divi, punya kak Abhy, punya kak Naka, dan punya kak Abaya! Kakak pasti bisa, kakak kupu-kupu yang putih tadi sudah menceritakan tentang kakak berambut merah ini kan? Kakak, aku yakin kakak bisa!" Kata Ni Nyoman Caya.
I Made Arnawa semakin gemetar,
"Hentikan..." katanya.
"Kakak..." kata Ni Nyoman Caya sedih.
I Made Arnawa semakin menekan kedua matanya.
"Kakak jangan sakiti kakak!" Tangis Ni Nyoman Caya sambil berusaha untuk menarik kedua tangan kakaknya itu.
"Jangan... hentikan.." kata I Made Arnawa.
Melihat itu, teman-teman sudah mengetahui rasa sakit yang dialaminya.
"Apakah lebih baik kita pergi saja? Kita tidak boleh membuatnya sedih kan?" Tanya Rheinalth.
"Tapi meninggalkan seseorang begitu saja tidak baik." Kata Ermin.
"Kita harus menenangkannya." Kata Albern.
Kurosa mendatangi I Made Arnawa, lalu duduk di sampingnya.
Kurosa mengelus-elus kepalanya.
"Yosh yosh.." kata Kurosa lembut.
Tetapi I Made Arnawa segera menyingkirkan tangan Kurosa.
"Lho?" Kejut Kurosa.
"Jangan.... jangan..." kata I Made Arnawa.
Teman-teman hanya terdiam saja.
"Kalau begitu.... lebih baik kita tidak berlama-lama di sini.." kata Yukina.
"Caya-chan, ini." Kata Yukina sambil memberikan sebuah pin emas.
"Apa ini? Kenapa berbentuk burung berapi?" Tanya Ni Nyoman Caya.
"Karena... itu adalah logo sekolah kami." Kata Yukina.
"Ya ampun Yukina, kamu membawanya selama ini?" Kejut Asuka.
"Tentu saja, aku rasa sangat perlu untuk membawanya, rupanya karena hal ini.." kata Yukina.
Yukina melihat ke arah Ni Nyoman Caya,
"Simpan ini baik-baik untuk kakakmu... pin ini, adalah tanda bahwa seseorang yang tidak bisa mengendalikan sihirnya dahulu, akhirnya justru bisa menyelamatkan orang lain saat ini. Kuncinya adalah jangan menyerah... jangan putus asa.. teruslah berjuang bersama teman-temanmu." Kata Yukina.
Ni Nyoman Caya melihat pin emas itu dengan seksama.
"Apakah ini emas asli?" Tanya Ni Nyoman Caya.
Yukina tertawa kecil,
"Ini bukan emas asli, tetapi tanda-tanda yang aku ceritakan tadi adalah asli." Kata Yukina.
Ni Nyoman Caya tersenyum,
"Aku akan menyimpannya sebaik-baiknya! Hingga aku tua bahkan mati!" Kata Ni Nyoman Caya.
".... baiklah.." jawab Yukina sambil tersenyum.
"Kalau begitu, kita pulang dulu." Kata Yukina sambil membalikkan tubuhnya.
.
.
"Oh, sudah selesai?" Kejut Butterfly.
"Kita tidak ingin berlama-lama, keadaannya sudah buruk." Kata Yukina.
"Baiklah, ayo kalian boleh berlibur lagi." Kata Butterfly.
"Tapi, kita sudah berjanji untuk menolong!" Kata Kurosa.
"Tapi ini adalah misi yang berbahaya, sebaiknya kalian pulang atau bagaimana.." kata Butterfly cemas.
"Ms. Butterfly..." kata Rheinalth dengan nada serius.
Butterfly terkejut.
"Kita bukanlah seseorang yang akan meninggalkan orang lain saat mereka kesusahan... meskipun ini bukan tugas kami dan ini bukan urusan kami, kami ingin membantu sebisa mungkin.." kata Denzel.
"Aku tidak bisa membiarkannya begitu saja... karena saat melihatnya, aku melihat..... diriku." Kata Yukina.
Yukina menunduk,
"Aku ingin.. menyelamatkan.... seseorang yang seperti diriku dahulu." Kata Yukina.
Butterfly menghela nafasnya.
"Baiklah... tapi.. jangan berlebihan... kalian boleh membantu sedikit, pertarungan tetap akan dipegang oleh para pahlawan." Kata Butterfly.
"Jadi, ada yang bisa kita bantu?" Tanya Ardolph.
"Ada... kakak I Made Arnawa adalah seorang peneliti sihir yang cerdas. Ia sedang meneliti penyebab meliarnya sihir I Made Arnawa, adiknya itu. Sepertinya dia akan tetap memerlukan bantuan, terutama dari sihir Junko dan Denzel." Kata Butterfly.
"Meskipun saat ini sudah dibantu oleh pahlawan lainnya, tetapi ia tetap harus dibantu." Kata Butterfly.
"Lalu... ada lagi?" Tanya Rheinalth.
"Sisanya dari kalian harus menjaga keluarga ini. Yang harus paling dilindungi adalah I Made Arnawa. Karena para penjahat pasti akan mengincar kekuatan sebesar itu." Kata Butterfly.
"Lalu?" Tanya Toshiko.
"Entahlah, kalian harus mendengarkan penjelasan para pahlawan lainnya. Sepertinya kita akan berkumpul besok. Tapi, entahlah jika mereka akan menerima bantuan kalian atau tidak." Kata Butterfly di dalam pikirannya.
"Oh, aku lupa jika ada sihir ini." Kejut Denzel di dalam pikirannya.
"Jika kalian masih berniat untuk membantu... besok aku akan pertemukan dengan para pahlawan." Kata Butterfly sambil tersenyum.
"Tentu saja." Jawab Rheinalth di dalam pikirannya.
"Tapi, I Made Arnawa sepertinya harus diamankan di suatu tempat. Tetapi kita belum membahasnya. Rumahnya terlalu mudah untuk dimasuki, perlu dipindahkan." Pikir Butterfly.
"Benar juga.. sepertinya jika rumahnya sekali pukul dengan sihir besar dapat hancur." Pikir Ardolph.
"Baiklah, kita akan tunggu besok." Pikir Yukina.
"Sekarang kalian boleh bermain-main dulu." Kata Butterfly.
Butterfly mengarahkan tangannya pada mereka semua dan mengambil sihir telepati mereka.
"Eh, tapi, jika kalian masih ingin membicarakannya, minumlah." Kata Butterfly.
Akhirnya semuanya meminumnya karena mereka takut.
"Baiklah, aku pergi dulu ya." Kata Butterfly.
Butterfly berjalan hendak mencari tumpangan.
.
.
"Ayo, kita akan ke suatu tempat." Kata Ermin berusaha menghilangkan kecemasan mereka semua.