Yukina masih berusaha keras untuk memulihkan Time Ruiner.
"Sudahlah... tinggalkan saja lelaki itu." Kata Deadman.
"Mana mungkin aku melakukan hal itu?" Jawab Yukina dengan nada tenang, tetapi sebenarnya ia sangat takut.
Deadman menutup kedua matanya, lalu ia tertawa sedikit.
"Daritadi dia tertawa terus... sedikit kesal rasanya melihat kelakuannya..." pikir Yukina sambil melihat ke arah Deadman.
.
.
.
.
Deadman membuka kedua matanya secara tiba-tiba, bagaikan dikejutkan oleh sesuatu yang besar.
"Mereka kemari?" Pikir Deadman.
Deadman tersenyum.
"Nyali mereka cukup tinggi ya." Pikir Deadman.
Deadman menyeret kaki kirinya ke sebelah kiri.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Tinggal melewati lorong ini lalu kita akan sampai ke sebuah ruangan yang besar!" Kata Ardolph.
Toshiko mengikuti Ardolph dengan cepat.
Sebuah cahaya muncul dari permukaan tanah ruangan itu.
"A-Apa ini?!" Kejut Ardolph.
Toshiko merasa ketakutan, ia bersembunyi di balik tubuh Ardolph.
Cahaya itu semakin terang dan semakin banyak, mereka muncul di mana-mana.
"Ini sepertinya tidak bagus." Pikir Ardolph.
"Kita harus cepat ke sana." Kata Ardolph.
Ardolph berlari ke arah lorong itu semakin dalam, Toshiko mengikuti Ardolph dari belakang.
Ardolph sudah hampir sampai, tetapi Toshiko sedikit tertinggal. Ardolph menoleh ke belakang,
"Toshiko, ayo, cepatlah." Kata Ardolph.
Ardolph memutuskan untuk berhenti sebentar.
"B-Baik." Kata Toshiko.
Toshiko berlari sekuat-kuatnya, sepertinya ia kelelahan.
.
Sebuah pembatas muncul di antara Ardolph dan Toshiko. Ardolph sangat terkejut.
"Pembatas apa ini?!" Kejut Ardolph.
.
"Hah?!" Kejut Toshiko.
"Tidak.... Ardolph... bagaimana ini?!" Kata Toshiko panik.
.
"Tidak apa-apa... tenanglah... pasti akan ada yang membantumu nanti." Kata Ardolph.
.
"Tetapi... jika tidak ada?" Tanya Toshiko.
.
"Tenang... Yukina pasti datang." Kata Ardolph.
.
"....."
"B-Baiklah..." kata Toshiko yang masih sedikit takut.
.
.
.
.
.
.
.
.
Nera merasa ada yang aneh, Nera mendorong Aerum ke depan.
"Aduh ada apa sih--" kejut Aerum yang terjatuh ke atas tanah.
Sebuah gunungan tanah tajam muncul dengan sangat cepat di tempat di mana Aerum berdiri tadinya. Aerum terkejut.
"Nera... sekarang bagaimana? Kamu terjebak di sana.." kata Aerum.
"Tenang saja." Jawab Nera.
"Kamu selamatkan Yukina." Kata Nera.
Nera membalikkan tubuhnya, rupanya gunungan-gunungan tanah yang tajam dan keras mulai muncul dari permukaan-permukaan tempat itu.
"Nera... kamu dalam bahaya!" Kata Aerum.
Nera merentangkan kedua tangannya setinggi dada. Nera sedikit menunduk. Akar-akar tumbuhan yang kuat muncul dan mulai menghancurkan gunungan-gunungan itu. Tetapi gunungan-gunungan lainnya muncul dan merusak akar itu.
"Nera..." kata Aerum khawatir.
"Sudahlah. Pergilah." Kata Nera.
Aerum membalikkan tubuhnya, lalu ia tetap berlari ke depan. Berulang kali Aerum menoleh, tetapi ia tetap berlari ke depan.
Nera membalikkan tubuhnya, melihat temannya berlari meninggalkannya. Nera mengarahkan tangannya pada gunungan tanah yang besar yang memisahkan mereka berdua itu.
"Roots." Kata Nera.
Akar-akar melilit gunungan itu, tetapi gunungan itu sangatlah kuat.
"Apa yang membuatnya sangat kuat?" Pikir Nera.
Gunungan-gunungan lain sudah mulai muncul lagi, di bawah kedua kaki Nera sudah mulai muncul gunungan tanah. Nera melompat ke samping kiri untuk menghindari gunungan tajam itu.
"Roots!" Teriak Nera.
Dari kedua tangan Nera, muncullah akar-akar tumbuhan. Akar-akar itu dipusatkan oleh Nera kepada tengah-tengah ruangan itu. Akar-akar itu menembus gunungan-gunungan tanah tajam itu tepat di tengah, diantara dua dinding, langit-langit, dan lantai. Sebuah lubang besar tercipta. Nera membuat semua akar itu melapisi gunungan-gunungan tanah itu, lalu Nera mengayunkan kedua tangannya secara keras ke belakang tubuhnya. Akar-akar yang sudah melapisi sekeliling lobang itu mendorong gunungan-gunungan tanah itu menjadi rata kembali.
Nera menoleh ke belakangnya, di mana Aerum berlari menyusul Yukina. Aerum sudah menaiki tangga.
"Baguslah." Pikir Nera.
Gunungan-gunungan lainnya mulai muncul lagi.
"Aku bisa kok, tenang saja." Pikir Nera.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"HOEEEEE!" Teriak Kurosa saat sebuah batu besar terjatuh tepat di depan dirinya.
"Ada apa ini?!" Kejut Odelia.
"Gawat.." kata Evania.
"Kenapa, Evania?" Tanya Rippers.
"Sepertinya... jalan ke arah Yukina sudah ditutup oleh sebuah lapisan sihir... lapisan sihir... jika kita menyentuhnya... stamina kita akan dihisap, semakin kita berusaha untuk melewatinya, semakin banyak yang terhisap, staminanya dapat terhisap hingga 1. 000.000. 000 stamina. Tetapi Yukina dan Time Ruiner tidak terkena efek itu di dalamnya, hanya yang dari luar yang berusaha untuk masuk dan yang dari dalam yang berusaha untuk keluar saja yang akan terkena pada efek itu." Lata Evania.
"Apa-apaan itu... curang sekali dia." Keluh Rippers.
.
"AAAAH! DENZEL! DENZEL! DENZEL! DENZEL! DENZEL! DENZEL! YUKINA JUGAAA!" Teriak Junko secara tiba-tiba yang baru saja terbangun dari tak sadar dirinya, ia segera melonjak untuk berdiri.
Denzel juga sangat terkejut,
"HAAAAAAAAAAAAAAAAARGHHHHHH!"
Karena sangat terkejut, tanpa sengaja Denzel mendorong Junko sehingga Junko terjatuh ke atas lantai.
"Aduh." Kejut Junko.
"HWEE JUNKO! MAAFKAN AKU!" Teriak Denzel.
"Denzel.... kasar sekali kamu sebagai lelaki..." kata Albern.
"Albern... jangan mulai lagi.." tangis Denzel.
.
.
"Sekarang ini benar-benar mengesalkan! Kita hanya bisa duduk disini dan menunggu?!" Keluh Odelia.
"Sepertinya begitu..." kata Kurosa tanpa semangat.
Bebatuan mulai berjatuhan dari atas mereka.
"Kita harus cari tempat yang aman." Kata Evania.
"Ikut aku." Kata Evania.
Mereka semua mengikuti Evania, Junko menggendong Denzel sementara Albern digendong oleh Odelia, Kurosa, Takusan, Sally, dan Viola.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Disini sudah tidak aman." Kata Lucianna.
"Ibu..." kata Shinaiaru sambil menunjuk jalan di depan mereka.
"Aah?! Apa itu?" Kejut Alexa.
Permukaan lantai mulai retak dan hancur, sebuah kolam lava muncul dari retakan itu. Lava itu keluar secara perlahan dari retakan itu. Retakan itu semakin membesar ke arah mereka.
"Bahaya ibu! Bahaya!" Kata Shinaiaru.
"Benar juga..." jawab Lucianna.
"Earth." Kata Osamu.
Osamu menciptakan jembatan di depan lava itu.
"Sepertinya bisa, ayo!" Kata Osamu yang langsung berlari dan menaiki jembatan itu.
Alexa ingin berlari mengikuti Osamu, tetapi....
Shinaiaru menarik gandengan tangannya.
"Shinaiaru?" Tanya Alexa.
Shinaiaru menunduk, lalu menggeleng,
"Bahaya, ibu." Kata Shinaiaru.
Tak lama jembatan itu hancur oleh karena lava itu. Osamu dan Lucianna sudah berada di atas jembatan itu. Jembatan itu mulai retak.
Alexa terkejut,
"Osamu! Lucianna!" Kejut Alexa.
Shinaiaru menggerakkan tentakelnya, lalu menangkap Osamu dan Lucianna. Shinaiaru membawa mereka kepada Alexa.
Tanah di bawah mereka mulai retak.
"Tch... tidak ada pilihan lain..." keluh Osamu.
"Kita harus pergi..." kata Lucianna sedih.
Alexa mengajak Shinaiaru untuk pergi dari tempat itu, Shinaiaru mengangguk dan mengikuti Alexa. Mereka semua pergi dari tempat itu.
"Padahal kita sudah tinggal sedikit lagi.." keluh Osamu.
"Belum tentu sih... kita saja tidak tahu Yukina di mana." Jawab Lucianna.
"Bagaimana jika ia ada di balik dinding itu tadi?" Tanya Osamu.
"Bisa jadi.... tapi melewati lava itu rasanya mustahil.... lihat.... lava itu sudah menutupi dinding batu yang kamu lihat tadi." Kata Lucianna.
"Benar juga..." kata Osamu. Osamu merasa gagal.
Lucianna melihat ke arah Osamu.
"Oi.." kata Lucianna.
Osamu melihat ke arah Lucianna.
"Tenang saja... jika kita justru memaksakan untuk pergi ke sana.. kita tentu tidak akan selamat, dan Yukina akan semakin menyalahkan dirinya. Jadi, ini adalah pilihan terbaik." Kata Lucianna.
"Bahkan dengan sihir terbang pun kita akan tetap tenggelam... lava itu lebih mengerikan." Kata Alexa.
"Jangan merasa gagal.... aku yakin... Yukina bisa." Kata Lucianna.
"Benar juga... dia adalah Yukina... tetapi tetap saja..." kata Osamu yang kembali sedih.
"..... benar juga.." jawab Lucianna.
.
.
.
.
.
.
.
"Ah?!" Kejut Asuka.
Tanah mulai bergetar, sepertinya akan runtuh.
"Aku harus cepat-cepat pergi dari sini!" Pikir Asuka.
Asuka segera berlari dengan lincah, dia adalah murid terlincah ketiga di dalam Kannoya Academy setelah Odelia dan Alfred, jadi tidak ada yang perlu dikhawatirkan.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
"Sudah... sekarang hanya kita berdua." Kata Deadman.
"Menjijikan." Kata Yukina.
"Woi, bukan itu maksudku..." kata Deadman.
"Aku tidak tertarik denganmu.. kamu terlalu kecil dan lemah." Sambung Deadman.
"Ya ya aku tahu... kamu kan menyukai Re--" kata Yukina.
"DIAM KAMU!!!" Teriak Deadman dengan mukanya yang sangat merah.
.
"Pokoknya begitu... sekarang satu lawan satu." Kata Deadman.
.
.
.
.
.
.
"Apa ini?!" Kejut Ardolph.
Ardolph melihat sebuah selaput aneh. Ardolph menyentuh selaput itu,
"Rasanya seperti jeli tapi..." kata Ardolph.
Ardolph merasa lemas tangannya. Ardolph menarik tangannya dari selaput itu.
"Tanganku merasa lemah!" Kejut Ardolph.
"Apa ini?! Mengapa ada penghalang lagi..." keluh Ardolph.