Alexa semakin emosi. Gas mulai keluar dari tubuhnya.
"Alexa! Tahan dulu!" Kata Kurosa.
"Alexa... dia bisa menggunakan sihirnya? Padahal di dalam kristal, seharusnya sihir yang memerlukan stamina tidak akan bisa diaktifkan. Aku yakin ia memiliki stamina, tetapi mengapa ia bisa menggunakannya?" Pikir tuan Shinaiaru saat melihat Alexa marah.
Alexa memukul kristal itu.
"Haaaaaarghhh!" Teriaknya.
"Percuma, kristal itu tidak akan hancur!" Kata tuan Shinaiaru.
"Hancurrr!" Teriak Alexa.
Tuan Shinaiaru hanya menertawakannya.
"Polly-chan... Polly... Polly!" Pikir Alexa.
Kristal itu mulai retak.
Gas mulai keluar dari celah retakan kristal itu.
Tuan Shinaiaru hanya tenang melihat Alexa, entah apa yang ada di dalam pikirannya.
Alexa terus memaksakan dirinya agar kristal itu hancur. Tangannya mulai terluka karena retakan kristal itu, tetapi ia tidak peduli.
"Hancurlah!" Teriak Alexa.
Akhirnya kristal itu pecah. Alexa menendang kristal itu agar celah terbuka lebih lebar. Kerusakan kristal itu lumayan parah.
Alexa keluar dari kristal itu, ia berdiri di kedua kakinya. Ia menatap tuan Shinaiaru dengan tajam.
" oh.." kata tuan Shinaiaru dengan sangat tenang dan dengan nada yang sedikit menjengkelkan.
Alexa mengepalkan tangannya, gas mulai keluar.
"Kamu..." kata Alexa.
Alexa melompat ke arah tuan Shinaiaru. Tuan Shinaiaru menangkap Alexa dengan tentakelnya.
"Burning gas!" Kata Alexa.
Gas yang membakar mulai keluar. Gas itu membakar kulit tuan Shinaiaru.
Tuan Shinaiaru akhirnya melepaskan dia. Alexa terus maju. Ia berhasil memukul kepala tuan Shinaiaru. Tetapi tuan Shinaiaru membalasnya dengan melemparkan Alexa ke samping hingga ia menabrak dinding.
Alexa berdiri lagi, ia melompat ke arah tuan Shinaiaru. Ia menyerangnya secara sembarang.
"Poison gas!" Kata Alexa.
Gas beracun mulai meracuni beberapa tentakel tuan Shinaiaru.
"Frozen gas!" Kata Alexa.
Gas itu membekukan beberapa tentakel tuan Shinaiaru. Alexa menghancurkan tentakel-tentakel yang beku itu. Tuan Shinaiaru merasakan sakit. Alexa menerjang, tetapi ia dipukul tuan Shinaiaru oleh tentakel yang besar.
Alexa terlemparkan.
"A-Alexa!" Kata Kurosa, Kurosa kekuar dari kristal itu, tetapi ia tidak dapat menggunakan sihirnya.
"Floating gas!" Kata Alexa.
Gas Alexa membuat pecahan-pecahan benda-benda yang tajam melayang. Ia menendang semua pecahan-pecahan benda-benda itu ke arah tuan Shinaiaru. Tuan Shinaiaru hanya menghindar sedikit-sedikit.
Tuan Shinaiaru memukul Alexa lagi. Alexa terlemparkan lagi.
"Alex!" Teriak Kurosa yang berusaha untuk mendatangi Alexa. Tetapi belum juga Kurosa sampai, Alexa sudah menerjang lagi.
"Nuclear gas!" Kata Alexa.
Ia memukulkan tangannya tepat di tubuh tuan Shinaiaru, dan tubuh tuan Shinaiaru mulai melepuh sedikit.
Tuan Shinaiaru mengeluarkan tentakelnya lagi.
"Buff gas, speed!" Kata Alexa. Ia pun bergerak sangat cepat.
Alexa berhasil menghindari semua serangan tuan Shinaiaru. Ia pun sudah dekat. Alexa mengambil satu pecahan benda tajam, ia menusukkannya tepat di dada tuan Shinaiaru, tetapi tidak begitu dalam tusukannya.
Tuan Shinaiaru terjatuh. Tuan Shinaiaru memukul Alexa mundur, tetapi Alexa maju lagi. Alexa menendang kepala tuan Shinaiaru. Alexa memukul tuan Shinaiaru, hingga ia tidak berdaya lagi. Alexa juga sudah kelelahan.
"M.. matilah.." kata Alexa.
.
.
"Ibu... maaf..." kata tuan Shinaiaru perlahan.
.
.
.
Saat tuan Shinaiaru masih kecil,
"Ibu, kita mau kemana?" Tanya Shinaiaru kecil itu kepada ibunya. Ibunya menggandeng tangan Shinaiaru.
"Kita akan jalan-jalan." Kata ibunya itu.
Ibunya berjalan-jalan bersama dengan Shinaiaru. Shinaiaru sangat menikmati keindahan bumi.
"Andaikan kita bisa tinggal di sini." Pikirnya dalam hati sambil tersenyum.
Tetapi, tiba-tiba,
"Hei ada wanita lho."
Shinaiaru menoleh ke belakang, 2 pria aneh muncul.
"Bukan, dia itu mahkluk terkutuk!" Kata salah satu lelaki.
"Kamu tahu... mahkluk terkutuk harus mati!" Kata lelaki lainnya.
Shinaiaru tidak paham perkataan mereka. Tetapi salah satu pria itu membawa sebuah pedang, pria itu menerjang ke arah Shinaiaru.
"Shinaiaru! Awas!" Kata ibunya.
Shinaiaru berusaha untuk menghindar, tetapi ia tidak dapat, karena ia masih lambat. Ibunya menarik Shinaiaru, anaknya itu, dan berlari meninggalkan 2 pria aneh itu.
2 pria aneh itu mengejar mereka.
"Mahkluk terkutuk, kemarilah!" Teriak salah satu pria itu.
"Kamu terlalu lambat!" Kata salah satu pria, pria itu melemparkan pedang itu. Pedang itu mengenai kepala ibu Shinaiaru. Ibu Shinaiaru pun terjatuh ke tanah, darah mengalir dari kepalanya.
"I-Ibu!" Teriak Shinaiaru.
Ibunya tidak menjawab.
Shinaiaru mulai menangis, "IBU!"
Lalu Shinaiaru mulai mengamuk. Tentakel mulai keluar dari tubuhnya, ia pun membunuh kedua pria itu.
Shinaiaru masih menangis.
"Ibu.. aku berjanji akan memusnahkan semua mahkluk yang seperti 2 pria itu, agar ibu bisa beristirahat dengan tenang, dan juga untuk keamanan keturunan kaum kita." Kata Shinaiaru.
.
.
.
Tuan Shinaiaru meneteskan satu air mata.
"Maaf... ibu.." bisiknya.
Alexa hendak menekan benda tajam yang tertancap di dada tuan Shinaiaru agar bisa menusuk lebih dalam.
Tetapi,
"Hentikan Alexa!" Kata Kurosa.
Kurosa menarik kedua lengan Alexa.
"Jangan menghalangiku!" Teriak Alexa.
Kurosa pun didorongnya. Tetapi Kurosa memeluk Alexa dari belakang. Alexa menyadari perbuatannya pada Kurosa itu kasar. Alexa mematung.
"Alex... apakah ini yang Polly mau? Engkau menjadi pembunuh, bukannya menjadi pahlawan... seperti dirinya?" Tanya Kurosa sambil menangis.
Lalu Kurosa melanjutkan,
"Para pahlawan, saat menghadapi musuh, tidak boleh sampai membunuhnya, jika ia sampai membunuhnya, berarti itu termasuk kriminalitas... jadi kumohon, Alex, jangan bunuh dia... kamu juga tahu bahwa Polly adalah orang yang setia, pasti ia juga menyayangi pemimpinnya..."
Alexa mulai menangis juga.
"Kumohon.. hentikan...jangan bunuh dia..." kata Kurosa.
Alexa membalikkan badannya, ia mulai memeluk Kurosa.
"Baiklah... maaf ya.." kata Alexa.
Kurosa membalas pelukkannya.
Tuan Shinaiaru melihat hal itu,
"Apa ini...? Kenapa rasanya... aku belum pernah merasakannya, padahal mereka hanya berpelukan saja, tidak ada yang spesial..." pikir Tuan Shinaiaru.
Tuan Shinaiaru mulai mengingat perkataan Pollyaana, " ia mengajarkanku tentang keluarga yang indah dan hangat..."
Tuan Shinaiaru mulai memahami perkataan Pollyaana, dan ia mulai merasa sedikit menyesal.
"Kamu benar... Pollyaana... dia memang mengajarkan tentang keindahan dan kehangatan... ternyata aku salah... tidak semua manusia seperti yang membunuh ibuku..." kata tuan Shinaiaru.
Tuan Shinaiaru memejamkan matanya, ia mulai tak sadar diri.