アプリをダウンロード
77.38% Istri Kecil CEO Tampan & Dingin / Chapter 65: Bab 65

章 65: Bab 65

"Bukan begitu Dinda, awalnya kan kamu yang selalu menolak tuan. Tapi sekarang, aku senang akhirnya kalian tiba di pelabuhan cinta yang sama."

Dinda menepuk pundak Daniar "Jangan terlalu senang. Karena aku saja tidak begitu berharap dengan cinta ini. Selagi bukan aku istri satu-satunya di kediaman ini. Dan aku menganggap cinta Arjun bukan sepenuhnya milikku."

"Dindaa.."

"Aku tidak apa. Tenang saja. Walau begitu, aku lebih unggul dari pada mereka. Hehe.."

"Ah itu mobil tuan Arjun."

"Hah mana?" Dinda mencari-cari keberadaan mobil tuan Arjun.

"Tapi bohong wleeee.." ledek Daniar.

"Awas kamu ya nanti!!" Dinda mengejar Daniar. Dan mencoba memberi pelajaran dengan menggelitikinya.

"Ah ampun Dinda.. Tapi kali ini benar itu mobil tuan Arjun."

"Bohong.. Kali ini aku tidak mau kamu bohongi lagi Daniar. Rasakan ini." Dinda terus melancarkan aksinya menggelitiki abdi dalem nya itu.

Tin.. Tin..

Dinda kemudian menoleh, kali ini Daniar tidak berbohong. Dinda gegas berlari kearah mobil itu untuk menyambut kedatangan tuan Arjun.

Namun ketika dia membuka mobil itu, Dinda justru terkejut dengan keadaan tuan Arjun.

"Argh apa ini? Kenapa dia Rendi?" Dinda sangat terkejut melihat tuan Arjun yang penuh dengan darah.

"Maaf nyonya. Sebaiknya tuan di bawa dulu ke kamar. Dokter akan segera datang."

"Ah ya baiklah." Dinda membantu Rendi memapah tuan Arjun ke panitianya.

"Aku tidak apa Dinda ku sayang, jangan sedih ya." kata tuan Arjun lirih.

"Tidak apa bagaimana? Lihat, darah itu." Dinda begitu khawatir. Matanya sudah berkaca-kaca menahan tangisnya.

Tidak berselang lama tuan Arjun tiba, dokter akhirnya tiba.

"Maaf nyonya. Sebaiknya nyonya menunggu diluar saja. Tuan terkena luka tembak. Kamil harus mengeluarkan pelurunya melalui operasi kecil."

"Nggak mau, aku harus tetap berada di sini."

"Tapi nyonya. Ini mungkin tidak baik untuk di lihat."

"Mengapa aku tidak bisa melihatnya? Dia suamiku."

"Biarkan saja dia. Jika dia ingin kenapa dia harus pergi." tuan Arjun menengahi.

"Baik tuan Arjun."

Dinda berlutut di samping tuan Arjun berbaring. Lalu menggenggam tangannya untuk menguatkan.

"Aku tidak apa sayang, sungguh." kata tuan Arjun sembari tersenyum.

Dinda hanya mengangguk, menempelkan telapak tangan tuan Arjun ke wajahnya. Untungnya peluru yang bersarang tidak terlalu dalam. Jadi bisa di angkat tanpa harus membius total tuan Arjun.

Tuan Arjun tampak meringis kesakitan, walau di bius area. Sepertinya itu bukan jaminan jika tidak menimbulkan rasa sakit.

"Sakit ya?"

Tuan Arjun menggeleng. Membelai wajah Dinda dan terus menatapnya.

Keringat dingin yang mengalir di kening tuan Arjun, di tambah wajahnya yang berubah menjadi pucat. Itu merupakan suatu indikasi rasa sakit yang tidak tertahankan.

"Jangan menangis sayang." kata tuan Arjun lirih.

Buliran bening itu sudah meluncur bebas di pipi Dinda. Ia berusaha untuk tidak bersuara dalam tangisnya. Entah-entah suaranya nanti akan menganggu konsentrasi dokter.

Dinda membantu mengelap keringat, memberinya minum dan terus menyemangatinya.

Ada begitu banyak pertanyaan di benaknya. Luka yang lain belum sembuh, kenapa tuan Arjun tega menambahkan luka baru di hatinya. Melihatnya kesakitan seperti itu seperti mati bagi Dinda. Hatinya terasa sangat sakit melihat cintanya yang tidak berdaya.

"Kamu harus tetap kuat." bisik Dinda di telinga tuan Arjun.

"Akhirnya selesai. Pelurunya sudah berhasil di angkat semua." kata Dokter dengan begitu lega.

Dinda memejamkan matanya, memeluk tuan Arjun dan menangis di dadanya.

"Arjun ingin Dinda mati ya?" tanya Dinda lirih.

Tuan Arjun hanya bisa tersenyum sembari membelai belakang kepala istri kecilnya itu.

"Jadi seperti ini rasanya di cintai dengan tulus? Rasanya di khawatirkan oleh wanita selain ibu kita." kata tuan Arjun di dalam hati.

"Rendi, jangan sampai keadaanku bocor pada ibuku. Aku takut nanti darah tingginya kambuh jika ibuku mendengar berita tentangku."

"Baik tuan."

"Kalian boleh pergi."

Rendi membantu dokter berkemas dan mengantarnya pulang. Meninggalkan tuan Arjun yang masih di tempeli Dinda.

"Sayang sudah ya nangisnya."

Dinda melepaskan pelukannya dari tuan Arjun, lalu mengusap air matanya.

"Sebenarnya Arjun darimana? Kenapa bisa ada peluru di sana."

"Besok Arjun kasih tau ya. Sekarang Dinda tidak perlu khawatir lagi."

"Apa maksudnya?"

Tidak menjawab pertanyaan Dinda. Tuan Arjun menarik Dinda kembali ke pelukannya. Memeluk Dinda dengan erat, karena bersyukur di beri istri yang begitu menyanyanginya.

----

"Sudah berbaring saja, bandel banget sih." gerutu Dinda.

"Aku lho ingin pipis yank."

"Ya sudah, Dinda ambilkan pispot ya?"

"Enggak, aku mau pipis di kamar mandi saja deh. Malu tau. Kakiku juga nggak kenapa-kenapa."

"Nggak kenapa-kenapa ya?"

"Iya loh. Tuh lihat masih bisa di gerakan. Ini mah cuma nyeri saja. Kecil ini mah." kata tuan Arjun sembari menggerak-gerakkan kakinya yang terluka.

Buuuughh..

"Aww.. Kok kamu pukul sih sayang." tuan Arjun memekik.

"Katanya kecil, kok teriak?"

"Ya tapi tidak di pukul juga loh sayang."

"Sudah kamu nurut saja. Itu nanti lukanya infeksi kalau kamu gerakan terus."

Dinda terus mengomel, sembari membawakan pispot ketempat tuan Arjun berbaring.

"Ayo Dinda bantu."

"Bantu pegangin?"

"Iya, Dinda pegangin deh."

"Tapi jangan kencang-kencang ya, takut kaget."

"Eh apa sih maksudnya? Dinda tidak mengerti?"

"Katanya Dinda mau pegangin."

"Iya pegangin pispot nya kan?"

"Dih, kirain pegangin yang lain hehe."

"Dinda tabok nih." kata Dinda kesal.

"Ya sudah kemarikan saja pispot nya."

"Mau sendiri?"

"Iya, malu tau."

"Ya sudah nih." Dinda memberikan pispot di tangannya.

"Balik badan."

"Kenapa? Lagian Dinda juga sudah hafal bentuknya."

"Ya allah bocah ini."

"Iya deh iya. Dinda ambilkan makanan saja ya."

"Enggak, aku nggak mau di tinggal."

"Haissss.."

Dengan terpaksa Dinda memutar badannya. Sementara tuan Arjun mengeluarkan air seninya ke pispot.

"Sudah, mana sini pispot nya Dinda bersihkan."

"Enggak boleh, ini kotor."

"Halah, kaya sama siapa saja sih kamu." Dinda merebut paksa pispot tersebut dari tuan Arjun.

Kembali ke samping tuan Arjun setelah selesai membersihkan pispot nya.

"Kamu nggak jijik apa sayang?"

"Untuk?"

"Yang tadi. Itu kan jorok."

"Gini ya om. Dinda itu kan istrinya om yang sangat berbakti. Cantik, pintar, gemoy, semok dan seksi.. Bahkan om berak pun Dinda tidak jijik jika harus cebokin."

"Sudah jangan kamu lanjutkan aku yang mual sendiri kan jadinya."

"Hahahay.. Begini ya sayangku, cintaku, honey bunny sweety.. Sebagai seorang istri, bukankah itu sudah jadi kewajiban kita. Merawat dengan penuh kasih pada orang yang kita sayang. Kata jijik tidak ada di dalam buku rumah tangga."

"Dinda tanya boleh?"

"Boleh sayang?"

"Sebenarnya Arjun kenapa bisa begini parah? Arjun berkelahi dengan siapa?"

Tuan Arjun terdiam, berfikir sejenak kemudian tersenyum "Bukankah janji itu harus di tepati?"

"Ya tentu saja."

"Kemarin aku mencoba untuk menepati janji. Kepada Dinda dan juga bu Rahmi."

Mata Dinda berbinar mendengar pengakuan tuan Arjun "Maksudnya?"

"Papa Ferdi sudah ku selamatkan. Sekarang dia sedang dalam pengawasan dokter. Dalam beberapa hari, Dinda bisa menjenguknya."

"Sayaaaang.. Kamu tidak bercanda kan?"

"Apakah dengan kondisiku yang seperti ini tidak bisa di jadikan bukti?"

Dinda memeluk tuan Arjun dengan erat "Terimakasih sayang, sudah menepati janji."

"Hussss cup cup sayang, jangan menangis lagi dong." tuan Arjun mengusap air mata Dinda yang. mengalir.

"Nggak kok.. Hiks. Dinda hanya merasa lega. Syukurlah papa bisa di selamatkan. Hiks hiks.." kata Dinda sesenggukan.

"Jangan menangis sayang, aku paling benci air matamu itu. Tersenyumlah karena Dinda sangat cantik jika tersenyum."


Load failed, please RETRY

週次パワーステータス

Rank -- 推薦 ランキング
Stone -- 推薦 チケット

バッチアンロック

目次

表示オプション

バックグラウンド

フォント

大きさ

章のコメント

レビューを書く 読み取りステータス: C65
投稿に失敗します。もう一度やり直してください
  • テキストの品質
  • アップデートの安定性
  • ストーリー展開
  • キャラクターデザイン
  • 世界の背景

合計スコア 0.0

レビューが正常に投稿されました! レビューをもっと読む
パワーストーンで投票する
Rank NO.-- パワーランキング
Stone -- 推薦チケット
不適切なコンテンツを報告する
error ヒント

不正使用を報告

段落のコメント

ログイン