アプリをダウンロード
65.47% Istri Kecil CEO Tampan & Dingin / Chapter 55: Bab 55

章 55: Bab 55

"Kamu tahanlah sebentar sayang, dokter akan segera tiba."

Benar saja, Daniar dan dokter tiba seusai tuan Arjun berhasil menghentikan pendarahan itu.

Cepat-cepat dokter membantu Dinda mengobati luka di telapak kakinya. Sementara tuan Arjun dan Daniar hanya bisa mengawasi dari jauh.

"Sebenarnya darimana dia? Kenapa bisa seperti itu." tanya tuan Arjun pada Daniar.

"Ampun tuan, saya sendiri juga tidak tau. Sebab saya baru datang ketika nyonya sudah seperti itu."

Tuan Arjun Saputra memijit alisnya, merasa pusing dengan tingkah istrinya yang semakin menjadi-jadi.

"Baiklah, kamu pergilah. Siapkan keperluan nyonya mu setelah ini."

"Baik tuan."

Daniar sedikit menghela nafasnya lega. Tentu saja begitu, sebab Daniar sudah sangat panik ketika tuan Arjun Saputra terus menatap tajam ke arahnya. Dia sudah seperti tahanan yang siap di eksekusi mati kapan saja.

Dokter telah selesai mengobati luka Dinda. Terpaksa kakinya di perban agar lukanya tidak terbuka lagi.

Setelah dokter berbincang dengan tuan Arjun Saputra, dia pergi karena tugasnya sudah selesai. Menjalankan tugas tepat saat baru membuka mata di rasa sangat menguras emosinya. Jadi memutuskan kembali untuk menenangkan diri.

Tuan Arjun Saputra duduk di tepian ranjang di samping istri kecilnya itu.

"Jangan melihatku begitu Arjun." keluh Dinda. Dia sangat takut saat tuan Arjun Saputra terlihat marah sekarang.

"Kamu ini nakal sekali ya Dinda. Pagi-pagi sekali, memangnya apa yang telah kamu lakukan hingga kakimu terluka seperti ini."

"Bukankah sudah ku katakan tadi Arjun, aku terkena ranjau yang pengawalmu buat."

"Jangan konyol deh Dinda. Di kediaman ini tidak ada ranjau." tuan Arjun Saputra terdengar sedikit meninggikan nada suaranya.

"Memangnya siapa yang bilang aku terkena ranjau di kediaman."

Tuan Arjun tercengang. Memegang kedua bahu Dinda dan menatapnya tajam "Kamu keluar dari kediaman sayang?"

Dinda meyakinkan wajahnya karena kesal. Bukannya mendapatkan kasih sayang, ia justru malah mendapatkan tekanan karena tuan Arjun terus memarahinya.

"Dinda sayang tatap aku."

Dinda pun menatap tuan Arjun Saputra, terpaksa ia melakukan itu karena wajahnya di paksa melihat ke arahnya.

"Kamu dari mana?" tanya tuan Arjun.

"Kau tau aku habis mengejar ular besar." jawab Dinda.

"Yang benar saja. Katakan yang sebenarnya sayang."

Dinda diam, mulutnya bungkam. Ia sama sekali tidak ingin memberitahu perihal ia melihat Dona yang bermain api di belakangnya. Bukan tanpa sebab. Dinda sangat tau watak suaminya itu. Jika tidak punya bukti yang kuat, maka ucapannya hanya akan jadi bualan semata.

"Dinda katakan!!"

Bagaimanapun kesabaran ada batasnya. Jika ada yang bilang kesabaran tidak terbatas, itu hanya sebuah omong kosong.

Sesabar-sabarnya kita mencoba bersabar, tetap saja ada rasa yang mengganjal di hati. Bukankah itu sama saja jika kita mulai tidak bisa untuk tetap bersabar?

"Katakan Dinda!!"

"Apa!! Aku sudah mengatakannya. Jika kamu tidak percaya ya sudah. Sana pergi. Jauh-jauh dariku. I hate you!! Kamu memang tidak sayang padaku."

Tuan Arjun Saputra kehilangan kesabarannya dan Dinda dengan sifat keras kepalanya sudah di pastikan tidak akan bisa bersatu kali ini.

"Baik, kalau kamu tidak ingin mengatakannya. Aku akan pergi. Urus saja dirimu sendiri. Susah sekali sih di bilangin. Aku marah karena aku sayang. Aku khawatir terjadi hal yang buruk padamu sayang."

Jebeeeetttt.. Tuan Arjun Saputra pergi keluar dari paviliun Dinda dengan membanting pintu.

Hal itu membuat Dinda bergidik ngeri karenanya. Tapi ia juga bingung. Serba salah memang jika sekarang sedang berada di posisi Dinda.

Daniar datang dengan membawa senampan makanan untuk Dinda.

"Kamu makanlah dulu." kata Daniar sembari meletakan nampan itu di atas meja samping tempat tidurnya.

Dinda termenung, memandangi kakinya yang terasa kebas.

"Itu pasti sakit sekali ya?"

Dinda menatap Daniar, tersenyum getir ke arahnya. Ia ingin menangis tapi sungkan.

"Aku tidak apa, kamu boleh pergi. Aku ingin sedang sendirian."

"Tapi.."

"Nanti aku akan memanggilmu jika butuh bantuan."

Melihat Dinda yang murung tentu saja membuat Daniar sedih. Bukan watak Dinda yang pemurung, jika sampai Dinda menjadi murung seperti itu sudah dapat di pastikan jika ia tengah memiliki masalah yang coba ia selesaikan sendiri.

---

Dona dan Denok baru kembali, melepas lelah dengan duduk beristirahat di teras paviliunnya.

Denok membawakan Dona segelas susu coklat panas favoritnya.

"Kamu sudah menutupnya dengan baik?"

"Sudah nyonya."

"Bagus."

"Ini hanya perasaanku atau memang nyonya sekarang merasa sedih."

Dona mengajak Denok duduk di sampingnya, tersenyum ramah mencoba untuk membuat abdi dalem nya itu tidak khawatir.

"Kamu memang abdi dalem paling setia. Aku tidak apa. Hanya merasa sedikit bersalah pada Arjun. Bagaimanapun aku sangat mencintainya. Melakukan pengkhianatan ini padanya menimbulkan rasa bersalah yang teramat dalam di hatiku." kata Dona lirih.

"Kenapa nyonya tidak menolak permintaannya saja?"

"Aku tidak bisa, ibuku akan mati jika aku menolak perintahnya."

"Tapi bukankah ini akan menyusahkan tuan Arjun Saputra?"

"Sudah pasti begitu. Tapi aku tau benar sifatnya. Dia bukan tipe pria yang akan mudah menyerah. Dia memiliki semangat yang luar biasa. Di tambah lagi dia memiliki orang-orang yang sangat setia padanya. Arjun tidak mudah untuk di taklukkan. Jadi kamu tenang saja."

"Baik nyonya, sepertinya saja mengkhawatirkan hal yang tidak perlu."

Sampai sore, tuan Arjun Saputra sama sekali tidak menjenguk Dinda kembali. Sepertinya dia benar-benar marah pada Dinda yang tidak mau terbuka dengannya. Memilih untuk fokus menyelesaikan pekerjaannya yang telah menumpuk akhir-akhir ini.

Daniar datang ketika tuan Arjun Saputra sedang tidak ingin di ganggu di dalam paviliunnya.

"Kamu datang untuk nyonya mu?" tanya Rendi mencegah Daniar melanjutkan perjalanannya.

"Iya, aku datang atas perintah nyonya Dinda." jawab Daniar ramah.

"Aku menyesal, mungkin nyonya mu harus menunggu. Karena tuan sedang tidak bisa di ganggu. Beliau butuh konsentrasi tinggi di dalam. Bahkan aku saja tidak di izinkan menemaninya di dalam."

Daniar tersenyum pada Rendi "Aku datang bukan untuk menemui tuan."

"Lalu untuk apa kamu kemari?"

"Apakah tuan Rendi punya waktu luang, nyonya ku menunggu tuan di belakang paviliun ini."

"Aku?" Rendi sedikit tidak mengerti, mengapa nyonya kecilnya itu ingin menemuinya sekarang.

"Mari tuan, ikuti saya."

Rendi tentu tidak bisa menolak permintaan salah satu nyonya di kediaman itu. Di tambah status Dinda yang begitu penting untuk tuan Arjun Saputra. Entah-entah jika menolak, mungkin ia akan menjadi sasaran kemarahan tuan Arjun Saputra di lain kesempatan.

Benar saja, meski kakinya cidera. Hal itu tidak mempersalahkan pergerakan Dinda. Meski sedikit terseok-seok, Dinda masih semangat menyambut kedatangan Rendi.

"Ada apa nyonya memanggilku?" tanya Rendi.

"Kamu lihat itu?" Dinda menunjuk sebuah batu.

"Batu? Jadi nyonya memanggilku hanya untuk menunjukkan sebuah batu besar?" Rendi masih belum mengerti apa yang di maksud Dinda.

"Iya benar, itu batu besar. Tapi kamu tau Rendi itu bukan sembarang batu."

"Sebenarnya apa yang ingin nyonya katakan pada saya. Pekerjaan saya yang lain sudah harus saya kerjakan nyonya."

"Cobalah kamu geser batu itu." pinta Dinda.

"Tapi nyonya."

"Cepat, sebelum ada yang melihat kita."


Load failed, please RETRY

週次パワーステータス

Rank -- 推薦 ランキング
Stone -- 推薦 チケット

バッチアンロック

目次

表示オプション

バックグラウンド

フォント

大きさ

章のコメント

レビューを書く 読み取りステータス: C55
投稿に失敗します。もう一度やり直してください
  • テキストの品質
  • アップデートの安定性
  • ストーリー展開
  • キャラクターデザイン
  • 世界の背景

合計スコア 0.0

レビューが正常に投稿されました! レビューをもっと読む
パワーストーンで投票する
Rank NO.-- パワーランキング
Stone -- 推薦チケット
不適切なコンテンツを報告する
error ヒント

不正使用を報告

段落のコメント

ログイン