アプリをダウンロード
58.33% Istri Kecil CEO Tampan & Dingin / Chapter 49: Bab 49

章 49: Bab 49

Braaaakkkk..

Dinda sengaja membanting pintunya untuk menciptakan keributan. Dan benar saja, tuan Arjun Saputra yang tengah fokus dengan pekerjaannya datang menghampiri Dinda untuk menarik telinganya.

"Aww sakit.." Dinda memekik.

"Kamu tidak bisa kalem sedikit? Bagaimana kalau aku punya penyakit jantung. Apa kamu mau menjadi janda?" tuan Arjun Saputra kesal.

"Iya maaf lepaskan sih. Sakit tau."

Tuan Arjun Saputra melepaskan jeweran mautnya kemudian duduk kembali di tempat duduknya.

"Ya kalau aku jadi janda bagus juga sih. Aku kan bisa menikah lagi. Hehe.."

Kedua mata tuan Arjun Saputra membulat sempurna, dia tidak habis pikir dengan pikiran istri kecilnya itu.

"Jadi kalau aku mati kamu akan menikah lagi?" tanya tuan Arjun.

"Ya kenapa? Aku cantik, baik, pintar. Siapa coba yang tidak ingin menikahi janda yang gemoy seperti aku ini."

Tuan Arjun Saputra menepuk keningnya "Astaghfirullah Dinda."

"Hehehehe.."

Dinda datang dengan menyeret sebuah kursi dan duduk di samping tuan Arjun Saputra. Dia begitu penasaran dengan apa yang tengah di kerjakan suaminya itu.

"Ngerjain apa?"

Tuan Arjun terpaksa mendorong kepala Dinda yang menutupi layar laptopnya.

"Kepalamu sayang, aku jadi tidak melihat."

Dinda memonyongkan mulutnya karena kesal "Ya sudah aku pergi saja deh. Enggak jadi minta tolongnya."

Dinda akan pergi, namun dengan cepat tuan Arjun Saputra meraih lengannya.

"Mau minta tolong apa sayang."

"Enggak jadi. Kamu lagi sibuk kan?"

"Enggak kok, ini sudah selesai." tuan Arjun Saputra terpaksa menutup layar laptopnya agar Dinda tidak semakin merajuk.

Dinda duduk kembali ke tempat duduknya. Memegangi lengan tuan Arjun Saputra dengan mesra.

"Kenapa perasaanku jadi tidak enak?"

"Arjun?!" Dinda benar-benar merajuk sekarang.

"Iya iya. Apapun sayang. Katakan saja apa mau mu."

"Baik, kalau begitu katakan dimana adik di penjara. Pasti kamu tau kan?"

Tuan Arjun sedikit tertegun, mencoba menelan ludahnya sendiri. Tuan Arjun bingung harus menjelaskan darimana.

"Katakan dimana adikku. Kamu sudah berjanji kan? Kenapa kamu diam sekarang Arjun."

"Kamu bisa menggunakan kesempatan ini untuk yang lain kan sayang, misalnya naik kapal pesiar. Mengapa kamu menggunakan kesempatan ini justru untuk adikmu."

"Dia adikku Arjun. Adik iparmu, apakah keluargaku bukan keluargamu juga? Kamu tidak menganggap mereka keluarga?"

"Bukan begitu sayang, tapi.."

"Kalau kamu memang enggan untuk memberitahunya, aku tidak apa. Aku tidak akan bertanya lagi padamu. Tapi ingat, jangan pernah ikut campur ketika aku mencoba untuk mencari tau sendiri."

"Bukan begitu sayang, aku hanya tidak ingin membuatmu sedih."

"Justru jika kamu terus bungkam seperti ini, itu yang membuatku sangat sedih."

Tuan Arjun terdiam, mencoba mencerna setiap kalimat yang Dinda ucapkan.

"Baiklah sayang, aku akan membawamu kesana."

"Kapan?"

"Terserah kamu saja siapnya kapan."

"Sekarang?"

"Tidak bisa sayang. Ini sudah sore."

"Ya sudah besok bagaimana?"

"Baiklah sayang. Kalau begitu besok kita pergi."

"Yeay, terimakasih suamiku. Sekarang aku tidak akan mengganggumu lagi."

Cup.. Dinda mengecup pipi tuan Arjun Saputra kemudian dengan riang berlalu pergi.

----

Hari sudah berganti malam, suasana sunyi sepi di luar begitu mencekam. Gerimis yang mengguyur sedari senja menambah kesan horor di sekitar kediaman.

Dinda hanya bisa mengintip dari balik tirai. Karena itu adalah suana yang paling ia benci. Jujur Dinda sangat penakut dengan suasana yang berbau horor.

"Tidurlah Dinda. Ini sudah larut malam."

"Kamu tidurlah di sini Daniar. Aku takut."

"Tidak bisa Dinda, begini saja aku akan tetap di sini sampai kamu tidur dengan nyenyak."

"Janji ya. Kamu hanya akan pergi jika aku sudah nyenyak tidur."

"Iya nyonya. Cepat tidur."

Jika tidak mengingat besok ada acara penting, tentu Dinda akan memilih untuk begadang saja. Memilih tidur menjelang pagi seperti yang biasa ia lakukan.

"Apa yang kamu takutkan lagi ketika pengawal bergantian berjaga di depan. Tidak ada apapun Dinda. Lagi pula, aku tidak bisa lama menemanimu. Aku punya banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan."

"Ayolah Daniar, malam ini saja."

"Tidurlah, aku akan menemani hingga kamu terlelap."

Tidak berselang lama setelah Dinda menutup matanya, ia sudah benar-benar terlelap. Dengan begitu nyenyak, sampai-sampai ketika Daniar menjatuhkan benda pun Dinda tidak akan terbangun.

Daniar berjalan jinjit agar tidak menimbulkan suara yang dapat membangunkan nyonya kecilnya itu. Karena jika dia bangun tapi Daniar masih ada di sana. Sudah tentu Dinda akan mengerahkan semua tenaganya untuk menahan Daniar di dalam kamarnya.

Daniar sengaja tidak mematikan lampu agar Dinda merasa nyaman. Gerimis sudah berganti menjadi hujan yang cukup deras. Dengan angin kencang yang berhembus, tirai jendela sampai menggelembung beterbangan.

Jeddeeeerrrr..

Dinda terkesiap saat suara guntur terdengar begitu menggelegar mengagetkannya. Melihat sekeliling, memperhatikan dengan teliti dan memastikan tidak ada mara bahaya apapun di dalam kamarnya.

"Daniar pasti sudah pergi lama. Ini baru jam dua pagi."

Dinda mengacak-acak rambutnya kesal "Sial, aku tidak akan bisa tidur lagi. Di luar hujan. Dan petir itu benar-benar dahsyat suaranya." keluh Dinda.

Hiiiisssstttt.. Hiiiisssstttt.. Hiiiisssstttt..

Untunglah Dinda memiliki telinga yang cukup peka. Samar-samar ia mendengar bunyi hewan yang begitu familiar.

Hiiiisssstttt..

Bunyi itu semakin dekat.

Dinda memperhatikan ke sekeliling, memeriksa ke kolong bahkan ke langit-langit kamarnya.

Suara itu dengan perlahan menghilang, Dinda yang sedari tadi sudah tidak berada di atas tempat tidurnya terkesiap saat memeriksa sesuatu bergerak-gerak di balik selimut yang sedari tadi ia gunakan.

Hiiiisssstttt..

Dinda sangat yakin jika hewan itu ada di bawah selimutnya.

Dengan menggunakan gagang sapu, Dinda menyingkap selimutnya.

Matanya terbelalak ketika melihat sesuatu yang panjang berwarna hitam melingkar di atas tempat tidurnya.

"U-ular?!"

Ular itu berdiri ketika menganggap jika Dinda adalah bahaya.

"Ada empat?"

Dinda hampir pingsan ketika melihat dengan jelas ular-ular itu. Setengah badannya berdiri bersiap untuk menyerang Dinda yang terpaku melihat mereka.

Kedua matanya membulat sempurna, bergidik ngeri hingga tidak bisa berkata-kata apapun lagi.

"Aaaarghh.."

Begitu nyaring Dinda menjerit. Hingga para pengawal yang tengah berjaga di depan paviliunnya berlari menghampirinya.

"Astagfirullah ular!!" seru salah seorang pengawal.

"Nyonya sebaiknya keluar itu ular berbisa."

Seorang pengawal menarik lengan Dinda, kemudian membawanya pergi ke tempat yang aman.

"Nyonya tunggu di sini. Kami akan menangkap ular-ular itu."

"Tapi di luar hujan."

"Di sini lebih aman nyonya, di banding di dalam paviliun."

Tidak menghiraukan ucapan Dinda. Pengawal itu kembali masuk meninggalkan Dinda seorang diri diluar.

Dinda mencoba menghangatkan tubuhnya sendiri dengan menggosok-gosokkan telapak tangannya.

"Ini dingin sekali." Dinda berusaha memeluk dirinya sendiri.

Bagaimana semua orang lupa jika Dinda takut dengan hujan dan guntur, meninggalkannya seorang diri diluar.

Hiiiisssstttt..

"Kenapa suara ular itu mengikuti ku. Apa ini betul atau hanya halusinasi ku saja."

Jreeeengggg.. Dinda sangat terkejut ketika hampir saja kakinya akan menginjak seekor ular di dekatnya.


Load failed, please RETRY

週次パワーステータス

Rank -- 推薦 ランキング
Stone -- 推薦 チケット

バッチアンロック

目次

表示オプション

バックグラウンド

フォント

大きさ

章のコメント

レビューを書く 読み取りステータス: C49
投稿に失敗します。もう一度やり直してください
  • テキストの品質
  • アップデートの安定性
  • ストーリー展開
  • キャラクターデザイン
  • 世界の背景

合計スコア 0.0

レビューが正常に投稿されました! レビューをもっと読む
パワーストーンで投票する
Rank NO.-- パワーランキング
Stone -- 推薦チケット
不適切なコンテンツを報告する
error ヒント

不正使用を報告

段落のコメント

ログイン