Saat itu di kediaman Lucy,
"Sayang, bisa kau temani adikmu Arsy bermain sebentar disana. Ada yang ingin Mami bicarakan berdua dengan Om Ryan.." pinta Shina tiba-tiba pada Rani
Dan setelah Rani keluar kamar, lalu Shina
"Ryan mengenai perkataanmu saat itu, apa benar Aris masih mencintai Lena?"
Saat itu Ryan seperti terkejut mendengar pertanyaan dari Shina.
"Kau juga bilang Aris berpura-pura amnesia, kan? Apa maksudnya itu? Tolong jelaskan padaku sekarang.."
Ryan terlihat gugup. Untuk sesaat dia bingung bagaimana dia harus menyampaikan semua pada Shina. Dia ingin berkata jujur, tetapi dia juga tidak ingin menyakiti perasaannya.
"Ryan..!!" bentak Shina kembali
"Saat itu aku hanya merasa kesal pada Aris.. Makanya aku mengatakan itu.."
Terlihat mata Shina masih melotot ke arah Ryan (meminta penjelasan lebih), hingga akhirnya Ryan pun kembali berkata
"Oh, masalah amnesia itu.. saat itu Lena mengerjaiku. Dia ingin membuatku merasa bersalah dengan mengatakan Aris mengalami amnesia.. Karena dia tahu aku sangat membenci Aris, jadi dia mengatakan hal itu untuk membuatku merasa iba terhadapnya.."
"Kau pikir aku akan percaya dengan semua ucapanmu ini? Aku sangat mengenalmu Ryan. Aku tidak tahu apakah Lena juga menyadarinya, tetapi setiap kali kau berbohong, kau selalu melakukan hal ini.." sambil Shina memperagakan gerakan tangannya yang menyentuh rambut belakangnya seperti yang dilakukan Ryan tadi
"Aku tanya sekali lagi padamu, apa benar Aris masih memikirkan Lena?" tanya Shina kembali sambil menatap dalam matanya
"Kalau kau sudah tahu jawabannya, kenapa menanyaiku lagi?" Ryan menjawab
Saat itu Shina terlihat kecewa. Namun dia mencoba menutupinya dengan berkata,
"Aku sudah mengira.. si Bodoh itu.. dia masih saja mengharapkan cintanya pada Lena.. padahal sudah jelas, cintanya tidak akan pernah terbalas.."
"Apa menurutmu begitu?" tanya Ryan menyangsikannya
"Ya.." jawab Shina, walaupun sebenarnya hatinya masih meragu
"Tapi Shina, Aris begitu mengkhawatirkanmu. Apa kau sudah menghubunginya?"
"Tadi sebenarnya dia ingin langsung menyusulmu begitu kau pergi keluar, tapi aku terus menahannya disana.." Ryan mencoba menjelaskan
"Tidak peduli siapapun yang menahannya, jika dia benar-benar memiliki perasaan padaku, dia akan terus mengejarku.."
"Aris sepertinya tidak benar-benar mencemaskanku.." ucap Shina dengan nada kecewa
"Shina.. aku tahu, saat ini kau kecewa pada Aris karena telah membohongimu masalah Rani, tetapi yang aku tahu.. Aris juga memiliki perasaan padamu. Dan itu sungguh-sungguh.."
Tanpa mempedulikan kata-kata Ryan, Shina terus mengungkap perasaan kecewanya pada Aris.
"Aku benar-benar bodoh Ryan.. Aku benar-benar bodoh sehingga bisa terus bertahan berada disini sampai dengan saat ini.."
"Aku terlalu naif.. Aku terlalu percaya bahwa nanti.. suatu hari nanti cintanya akan mulai tumbuh, tapi kenyataannya.. bahkan sampai sejauh ini, sampai Arsy hadir ditangah-tengah keluarga kita, aku masih belum bisa membuka pintu hatinya menggantikan posisi Lena disana.."
Saat itu Ryan lalu memeluk Shina. Namun hal itu itu justru membuatnya semakin menangis sedih.
"Apa sebaiknya aku menggugatnya cerai? Aku sungguh merasa bodoh, berada ditangah-tengah situasi seperti ini.." ucap Shina masih sambil menangis
Ryan hanya terdiam. Dia terus menerus memeluk Shina sambil menepuk-nepuk pelan punggungnya, berusaha menenangkannya.
Beberapa saat setelahnya, saat itu Ryan terlihat gusar karena merasa tidak enak membiarkanku yang terlalu lama menunggunya didalam mobil. Ryan terus memikirkan cara untuk meyakinkan Shina agar hatinya tidak berpaling dari Aris.
"Kau tidak bodoh Shina.. Kau hanya mencoba berusaha untuk memperjuangkan cintamu.. Tidak ada yang salah dalam hal ini. Kita memang harus mempejuangkan apa yang memang patut kita perjuangkan."
"Oleh karena itu.." lalu Ryan kemudian mengambil handphone Shina yang tergeletak diatas kasur.
"Cepat hubungi dia sekarang.." sambil Ryan memberikan handphone itu pada Shina
"Aku juga sedang memperjuangkan cintaku disini dengan menyuruhmu melakukan hal ini. Aku tidak ingin kau bercerai dari Aris, karena itu akan membuatku sulit untuk mendapatkan Lena kembali.."
"Lebih baik kau hubungi dia sekarang, sebelum kau menyesal nanti.." Ryan membuka telapak tangan Shina dan menaruh handphone itu tepat ditangannya
Sementara itu di apartemen Aris
"Kau benar-benar tidak akan kembali ke Rumah Sakit Mas Aris? Wajahmu itu sudah terlihat pucat.." ucapku sambil mengekorinya masuk ke dalam
Saat itu Aris tiba-tiba berhenti dan berbalik menghadapku. Kemudian sambil menatapku dia kembali berkata
"Bukankah tadi ada seseorang yang memaksa ingin merawatku disini? Aku ingin lihat, bagaimana dia akan melakukannya.. karena tadi dia bersih keras memaksaku untuk menuruti keinginannya.."
"Entah kali ini aku akan babak belur lagi atau tidak. Yang jelas aku mungkin akan kembali mendapatkan pukulan dari suaminya gara-gara melakukan hal ini.."
Aku sungguh terkejut. Aku tidak tahu kalau Aris terus berusaha menyindirku dengan mengatakan hal ini secara langsung dihadapanku. Kemudian, melihat responku yang begitu tegang Aris kembali berkata
"Maaf, aku hanya bercanda.. Sudah lama aku tidak melihat ekspresimu yang begitu serius seperti ini.. Lucu sekali, hahahaa..." Aris tertawa
"Lucu..? Aku tidak tahu kalau sekarang kau suka melakukan lelucon seperti ini Mas Aris. Berusaha menyindir hanya untuk membuat orang tersebut merasa semakin bersalah.." ucapku tidak senang
"Kau benar, sifat seseorang juga bisa berubah. Aku juga baru tahu kalau Lena yang ku kenal dulu ternyata bisa melakukan hal-hal seperti ini. Diam-diam pergi meninggalkan suaminya hanya untuk mengkhawatirkan kondisiku disini.."
"Mas Aris..!" ucapku merasa tidak senang menegurnya
"Sekarang katakan, apa Ryan tahu kau diam-diam datang menemuiku disini?"
Saat itu aku sudah merasa kesal dengannya. Tidak memilih menjawab pertanyaan, aku langsung memilih keluar meninggalkannya.
"Aku hanya penasaran untuk apa kau datang menemuiku kemari?"
"Kau bilang itu hanya perasaan bersalahmu saja, tapi menurutku.. Lena, kau masih memiliki perasaan yang sama denganku.." ucap Aris yang berhasil membuatku menghentikan langkah kakiku yang hendak keluar menuju pintu
"Aku hanya ingin kau mengakui perasaanmu yang sebenarnya bahwa kau juga masih mencintaiku.."
Tiba-tiba Aris berjalan mendekatiku. Dan ketika dia berusaha untuk mendekatkan wajahnya (ingin kembali menciumku), saat itu juga dia langsung menghentikannya. Padahal aku sudah sangat gugup dan memejamkan kedua mataku itu, namun Aris ternyata tidak jadi melakukannya. Entah apa yang merubah pikirannya, tetapi aku sempat melihat raut wajah kecewa Aris sesaat sebelum dia berbalik meninggalkanku.
"Maaf.. telah membuatmu merasa tidak nyaman sebelumnya, tapi kau bisa pergi sekarang.." ucapnya begitu dingin, seolah ingin mengusirku pergi dari apartemennya
"Aku tidak akan mengganggu hubunganmu lagi dengan Ryan. Ini terakhir kalinya, maafkan aku.." ucapnya kembali yang membuatku bertanya-tanya, sebenarnya apa yang telah terjadi dengannya
"Kau tidak mau pergi? Apa aku harus menghubungi Ryan dan memintanya untuk menjemputmu disini?!!" ucap Aris tiba-tiba menjadi emosional
"Mas Aris.. sebenarnya ada apa denganmu?" tanyaku bingung, sambil mencoba mendekatinya
"Apa kalian sering melakukannya?" tanyanya kembali.
"Bahkan, disaat status kalian belum resmi sebagai suami istri?"
Saat itu aku menyadari, sepertinya Aris melihat tanda merah dileherku ini akibat ulah Ryan tadi saat dimobil.
"Lena, aku tidak mengira kau akan berubah menjadi seperti ini.." ucap Aris kecewa
"Seperti apa? Murahan?? Seperti katamu tadi sifat seseorang juga bisa berubah.." jawabku sinis
"Aku bisa menciummu.. lalu kemudian kembali pada Ryan, lalu kembali lagi kemari untuk menemuimu karena aku begitu mencemaskanmu, dan kembali lagi pada Ryan seperti saat kau menyuruhku tadi.."
Saat itu tiba-tiba terdengar suara handphone Aris berdering. Mengetahui itu panggilan dari Shina, aku pun memilih untuk pergi meninggalkan tempat itu.
Namun tidak disangka, saat itu Aris tiba-tiba kembali meraih tanganku. Sambil menjawab panggilan dari Shina, dia tetap berusaha untuk menahanku disana.