Usai membeli cukup banyak makanan ringan di pasar tradisional tadi, Neptunus dan Nuansa pun akhirnya sampai di tempat yang dituju oleh Neptunus, yaitu Camellia Hill, sebuah taman Bunga besar yang menyuguhkan pemandangan yang luar biasa indahnya.
"Kenapa kau membawaku ke sini?" tanya Nuansa pads Neptunus begitu ia tahu bahwa Neptunus dari tadi sebenarnya ingin membawanya ke taman Bunga sebesar ini.
"Memangnya kenapa?" Neptunus malah bertanya balik.
"Kupikir kau akan membawaku berbelanja saja, membeli oleh-oleh untuk keluarga kita di Indonesia, tapu kau malah mengajakku menghabiskan waktu di taman Bunga seperti ini."
"Kau tidak suka?"
"Bukan tidak suka, hanya tidak menyangka saja kalau kau akan membawaku ke taman Bunga."
"Memangnya kenapa?"
"Argh! Sudahlah!" sewot Nuansa yang merasa kesal dengan pertanyaan Neptunus.
"Wkwkwk."
"Kau pikir kita berbicara melalui aplikasi perpesanan sampai kau tertawa seperti itu?"
"Biar lain dari yang lain saja, kau ini tidak mengerti yang namanya perbedaan, sih."
"Halah, terserahlah, aku tidak peduli. Apa tidak ada bangku taman di sini?"
"Memangnya kenapa?"
"Aku ingin duduk, Neptunus. Berhentilah memberikanku pertanyaan yang menyebalkan seperti itu!"
"Loh, aku kan bertanya memangnya kenapa? Apa bertanya secara baik-baik seperti itu salah?"
"Tidak, tapi itu terasa menyebalkan."
"Hei, aku ini peduli padamu, bagian mananya yang membuatmu sebal?"
"Ih, sudahlah! Kau tidak akan mengerti!" Nuansa kemudian pergi mencari bangku taman.
"Kau mau ke mana?! Hei!" teriak Neptunus, ia pun lantas langsung menyusul pacar sewaannya itu.
Nuansa tidak memedulikan Neptunus, ia terus berjalan demi mendapatkan sebuah bangku taman.
"Kau ini kenapa, sih?" tanya Neptunus pada Nuansa begitu ia berhasil menyusulnya.
"Orang kalau berada di taman sebesar dan seindah ini itu kerjaannya cuma jalan kesana-kemari untuk menikmati keindahan bunga-bunga di sini, atau paling tidak berfoto-foto, dan kau? Kau malah ingin duduk saja? Rugi kau Nuansa kalau tidak berkeliling taman ini dan menikmati keindahannya," sambung Neptunus.
"Masa bodoh, aku lelah," ucap Nuansa.
"Maka teruslah berjalan, melihat bunga-bunga ini pasti akan membuat rasa lelahmu itu hilang."
"Sok tahu."
"Sungguh, dengan melihat pemandangan yang indah, rasa lelah manusia bisa hilang seketika."
"Sok tahu."
"Kau- argh!"
Nuansa akhirnya menemukan sebuah bangku taman, dan ia pun segera berlari menuju bangku tersebut dengan ekspresi bahagia.
"Itu bangkunya!" seru Nuansa seraya berlari ke arah bangku itu, Neptunus tentu saja langsung menyusulnya.
Nuansa duduk di bangku itu bersamaan dengan seorang ibu hamil, mereka pun saling menoleh dan tersenyum begitu mengetahui kalau diri mereka masing-masing ternyata tidak sendirian mengincar bangku yang hanya muat untuk di duduki oleh 2 orang itu.
"Huft." Nuansa lantas menghela napasnya sebab ia merasa lelah, sementara Neptunus hanya berdiri di sampingnya seperti bodyguardnya.
"Apa yang kau lakukan di sini? Sana." Nuansa kemudian mengusir Neptunus.
"Hei, apa-apaan kau ini," protes Neptunus.
"Kau bilang kau maunya jalan terus mengelilingi taman ini, yasudah sana."
Neptunus lalu menatap Nuansa sembari menyipitkan matanya.
"Apa?!" tantang Nuansa.
Neptunus lantas mendengus dan pergi dari sana untuk mengelilingi taman ini.
"Eh! Eh!" Namun tiba-tiba Nuansa memanggilnya. Pria itu pun kemudian berhenti melangkah dan menoleh ke belakang.
"Mana makanan untukku?" tanya Nuansa.
Neptunus lalu melihat ke bawah, ia memegang semua makanan ringan yang mereka beli di pasar tadi, ia pun lantas kembali pada Nuansa dan memberikan semua makanan ringan itu secara paksa padanya, kemudian ia pergi lagi dengan langkah cepat.
"Apa dia ... marah?" gumam Nuansa yang sedang memeluk semua makanan ringan itu sebab Neptunus memberikannya secara paksa pada dirinya tadi.
"Ahahaha, pertengkaran itu adalah hal biasa di dalam suatu hubungan, pertengkaran lah yang membuat sebuah hubungan semakin erat, jangan khawatir, semuanya pasti akan baik-baik saja," ucap wanita hamil yang duduk di sebelah Nuansa pada gadis itu.
"Eh? Anda orang Indonesia?" tanya Nuansa padanya.
"Indonesia-Korea, aku bisa berbahasa Indonesia dan Korea, dan tolong jangan menggunakan bahasa formal seperti itu, aku tidak terbiasa," kata wanita itu dengan ramahnya.
"O-ok."
"Kau kerepotan memegang semua itu? Sini aku bantu."
"Jangan, bagaimana dengan bayimu?"
"Aku hanya akan membantumu mengurangi makanan-makanan yang kau peluk itu dan meletakkannya ditengah-tengah kita, aku tidak aman memeluknya."
"Oh, baiklah, terima kasih."
Wanita itu pun lantas mengambil satu persatu makanan-makanan yang sedang dipeluk Nuansa dan kemudian menaruhnya di antara mereka berdua, di ruang kosong yang ada di antara keduanya.
"Huft, terima kasih sekali lagi," ujar Nuansa yang akhirnya bisa merasa lega lagi.
"Sama-sama."
"Dia itu memang begitu, memang sangat menyebalkan."
"Hihihi, tapi aku tebak, dia pasti pria yang romantis, ya, kan? Biasanya yang cara marahnya seperti itu adalah orang yang penyayang dan romantis."
"Iya, kah?"
"Seharusnya iya, tapi mungkin hanya pendapatku saja, jadi ... lupakan saja."
"Tapi, dia mungkin seorang penyayang, tapi romantis ..."
'Apa menanyakan ukuran BH itu adalah hal yang romantis?' batin Nuansa.
"Kenaoa kau menggunakan kata 'mungkin'?" tanya wanita tersebut.
"Engh-"
"Kalian pasangan, kan? Kau memiliki keraguan padanya?"
"Ti-tidak, kami bukan pasangan."
"Benarkah?!"
"Ya, kami hanya ... begitulah, aku tidak bisa menceritakannya pada orang yang baru kukenal."
"Ah, tidak apa-apa, aku mengerti. Ngomong-ngomong, namaku Hana."
"Aku Nuansa. Senang rasanya bisa bertemu dan berkenalan dengan orang Indonesia di Korea, apa lagi kau adalah seorang perempuan. Selama di Korea, hanya pria tadi yang aku kenal, dia menyebalkan, dan dia adalah seorang pria, terkadang, kita lebih nyaman jika bersama dengan orang yang sesama jenis, kan? Maksudku, antara perempuan dan perempuan pasti lebih nyambung jika berbicara berbagai hal, kan?"
"Siapa bilang? Bagiku pria juga nyambung jika diajak berbicara berbagai hal."
"Ya, tapi, ada kalanya kita hanya ingin mengobrol dengan orang sesama jenis, kan?"
"Ya, terkadang, sih."
"Bagaimana denganmu? Apa kau punya teman atau keluarga yang berjenis kelamin perempuan baik di Korea maupun di Indonesia?"
"Ya, di keduanya aku punya keluarga dan teman berjenis kelamin perempuan."
"Wah, enak sekali, kau jadi tidak kesepian dan selalu punya teman yang nyambung jika diajak berbicara."
"Memangnya pria itu tidak nyambung jika diajak berbicara? Dia bodoh atau semacamnya?"
"Tidak, tidak, bukan begitu maksudku, tapi ... kalau bersamanya rasanya aneh saja, kami malah tidak punya waktu yang serius untuk mengobrol, pasti hanya akan ada keributan, lalu diam-diaman entah kenapa, dan aku merasa kesal dengannya."
"Bagaimana bisa seperti itu?"
"Entahlah, aku juga tidak mengerti, entah ada apa di dalam dirinya itu sehingga cuma dia orang yang bisa membuatku merasa seperti itu."
"Mungkin karena kau memiliki perasaan spesial padanya? Atau sebaliknya? Atau bahkan sebenarnya kalian berdua sama-sama memiliki perasaan spesial antara satu sama lain? Entahlah, mungkin seperti cinta diam-diam begitu?"
Nuansa terdiam mendengar hal itu.
"Ngomong-ngomong soal cinta, aku sama sekali tidak punya pengalaman dalam sebuah hubungan dengan pria, kau mau berbagi pengalaman denganku?" tanya Nuansa tiba-tiba.
"Tentu saja, kurasa aku sudah cukup pengalaman untuk berbagi pengalaman dengan pemula."
"Benarkah?"
"Ya, aku sudah menjalin hubungan selama lima tahun dengan suamiku, dan kami menikah tiga tahun lalu, sekarang kami sudah punya sepasang anak kembar berusia satu tahun, ditambah lagi tiga bulan lagi mereka akan punya adik, jadi, ya, aku telah melalui cukup banyak hal dalam kisah percintaan kami, kurasa. Memangnya kau ingin bertanya tentang hal apa?"
"Hmm, apa yang kau rasakan pertama kali ketika kau menyadari kalau kau jatuh cinta pada suamimu itu? Atau jangan-jangan kalian dijodohkan?"
"Tidak, kami tidak dijodohkan, kami saling suka dari awal, jadi pertanyaanmu itu bisa kujawab."
"Syukurlah."
"Hmm, aku tidak yakin apakah aku ingat betul atau tidak bagaimana rasanya, tapi satu hal yang pasti, perasaan ketika kau sedang jatuh cinta dengan seseorang itu benar-benar berbeda dengan perasaan lainnya."
"Seperti apa?"
"Seperti kau merasa nyaman dengannya, merasa kagum padanya, dan ... entahlah, aku juga tidak bisa menjelaskan hal itu dengan baik, karena ketika aku pertama kali jatuh cinta dengan suamiku dulu, rasanya hariku berbunga-bunga terus, itu ... rasanya benar-benar berbeda dari hal apapun di dunia ini."
"Benarkah?"
"Ya."
"Lalu ... bagaimana tanda-tanda suamimu ketika dia jatuh cinta padamu? Maksudku, tanda-tanda yang bisa kau pastikan bahwa saat itu dia sudah mulai menyukaimu."
"Hmmm."
"Apa dia menanyakan ukuran BHmu?"
"Apa? Tidak! Apa-apaan itu?"
"Sudah kuduga, itu tidak termasuk sebagai tanda-tandanya, berarti itu murni bawaan dari sifat mesumnya. Itu berarti dia belum memiliki perasaan apa-apa ketika kami pertama kali bertemu," gumam Nuansa.
"Huh?"
"Engh, tidak, tidak. Maafkan aku, bicaraku malah jadi melantur, hahaha."
Hana lantas menatap Nuansa secara keseluruhan.
'Ok, dia agak aneh,' batin Hana yang kemudian menjaga jarak dari Nuansa.
Ya ampun, Nuansa malah curiga kalau tanda-tanda Neptunus mulai suka sama dia itu dimulai dari pas waktu Neptunus nanyain ukuran BH dia wkwkwk.
Btw semuanya, kalau PS Nuansa besok tembus 50, saya langsung up bab 56, bisa gak ya kira-kira? Hihihi nyoba ah, siapa tau bisa