章 3: Bangkit

*di dalam lift

"Nona...pagi ini Anda ada rapat pemegang saham jam 10, dilanjut dengan janji makan siang dengan mitra dari Singapura jam 1. Sore jam 3 Anda ada pertemuan dengan wakil dari perusahaan mebel dari Jepara" Terang sekretaris Rose. Rose hanya mengangguk tanpa mengucao sepatah kata. Rose kini bukan lagi gadis kecil yang tak bisa apa-apa.

Ketika usianya 10 tahun, dunianya berubah. Ketika ibu dan adik tirinya memasuki rumahnya, takdirnya berubah. Harapan akan memiliki keluarga yang baru pupus. Perlakuan yang ia terima dari ibu tirinya tak lebih baik dari ayahnya, Rian.

Pikiran Rose kembali ke masa lalu, mengingat kenangan 10 tahun lalu.

"Heh..denger ya anak jelek... Mulai sekarang kamu harus panggil aku nyonya..nyonya... kamu juga harus panggil anakku nona.. Ngerti!??" Bentak ibu tirinya. Ini hari kedua ibu tirinya itu tiba di rumahnya, tapi sifat aslinya sudah mulai keluar.

Ibu tirinya yang cantik, dengan rambut panjang hitamnya dan wajah kecil yang dihiasi mata hitam legam itu ternyata memiliki hati yang kejam. Tak seindah wajahnya. Ia bengis. Suka menghardik Kinan. Menyuruh Kinan untuk mengerjakan pekerjaan rumah sebelum ia berangkat ke sekolah dan sepulang sekolah.

Awalnya Kinan hanya diam. Gembira. Karena ia pikir wajar untuk seorang anak membantu pekerjaan ibunya. Tapi setelah lama kelamaan melihat sifat ibunya pada adik tirinya yang berbeda, membuatnya sadar. Ia tak seharusnya ada di sini. Rumah ini bukan tempatnya lagi. Keluarga ini bukan miliknya.

Hati gadis kecil itu teriris. Iri mulai menghinggapi hatinya yang masih murni. Iri akan kasih sayang yang didapatkan oleh sang adik. Iri dengan senyum yang berikan Rian untuk sang adik. Iri dengan pelukan yang selalu ditujukkan kepada sang adik. Hatinya sakit. 'Kenapa?? Kenapa bukan aku yang ada di sana? Kenapa bukan aku yang dipangku ayah? Kenapa??' Pertnyaan seperti ini selalu muncul di benaknya.

*prang...

Suara piing yang pecah terdengar dari dpaur dimana Kinan sedang bekerja. Tangan kecilnya mungkin sudah terlalu lelah bekerja. Pikirannya pun melanglang buana kemana-mana. Tangannya terselip. Menjatuhkan piring yang sedang ia pegang.

Rian berlari dari ruang keluarga. "Apa-apaan ini??" Teriaknya begitu tiba di hadapan si kecil Kinan. Kinan tersentak. Ketakutan mulai menyelimuti dirinya. Diam. "Kamu sengaja yaa..?? Dasar ANAK BODOH...kerja gini ajah gak becus" Marahnya pada Kinan. Tangannya meraih pergelangan tangan Kinan. Menariknya. Hingga anak kecil itu terhuyung ke depan. Air matanya mulai menetes.

Pandangan mata gadis kecil itu mulai kabur. Gelap. Setelah menerima pukulan dari ayahnya, kesadarannya hilang. Ia jatuh sambil menggulungkan badannya. Menutup telinga. Berusaha melindungi kepalanya.

Rian terus menurus memukulinya. Walaupun ia tahu bahwa Kinan sudah pingsan. Tapi ia masih belum puas. Istri barunya yang melihat kejadian itu dari ruang keluarga hanya diam. Tak berusaha menghalangi suaminya itu. Timbul senyum tipis di bibirnya. Sambil memeluk putri kecilnya, ia berjalan keluar rumah. Mengajak gadis kecilnya bermain ayunan di luar.

*--------*

Ketika lift berhenti di lantai teratas, Rose keluar ditemani sekretarisnya. Diluar sudah menunggu asisten pribadinya. Damar.

Damar tersenyum sambil mengangguk. Lalu ia menyerahkan berkas yang ada di tangannya sambil menjelaskan apa itu. Mereka berjalan ke kantor Rose. Pintu itu dibuka oleh Damar. Rose bejalan masuk. Duduk di kursi kebesarannya. Matanya masih tertuju pada berkas yang diberikan oleh Damar. Sesekali dahinya mengernyit.

"Oke..kita lanjut dengan rencana ini. Minta tim pemasaran menyiapkan proposal rencana penjualan yang baru" Ujarnya setelah menutup berkas di tangannya.

"Baik" Damar menggangguk. "Sudah waktunya rapat Nona." Imbuhnya.

Mereka bertiga kemudian bejalan keluar menuju tempat rapat.

*****