アプリをダウンロード
46.66% Terang Dalam Gelap / Chapter 7: Membangunkan yang mati

章 7: Membangunkan yang mati

Setelah meninggalkan Tiara, Arumi dan Ferdana melanjutkan perjalanan ke Mountana untuk mengambil barang-barang mereka. Sebelum kesana, Ferdana ke rumah Arumi untuk mengambil mobil. Menghampiri rumah Tiara dan memberitahu asisten rumahnya bahwa Dean mengalami kecelakaan.

Sekitar pukul empat sore, mereka tiba di Mountana.

"Dana! Rumi!", Regar memanggil mereka berdua.

"Hei!", sahut Ferdana.

"Kalian dari mana?? Semalam absen gak? Aku di beritahu sama Pak Robert kalian dari Rumah Sakit. Tiara mana??", sembari memberikan kertas berisi absen untuk kepulangan.

"Tiara di rumah sakit..", Arumi meraih kertas absen dan mengisinya.

"Sakit??", tanyanya lagi.

"Kakaknya kecelakaan..", sahut Ferdana.

"Kok bisa? Kecelakaan di mana?"

"Loh, bukannya kamu sudah tau? Kalian kan dekat."

"Gak. Sama sekali gak tau. Rumah sakit mana?"

"Di Cita Medika.."

"Hmm. Oke. Nanti aku hubungi Tiara. Thanks ya.", Regar berlari mengambil beberapa berkas dan meninggalkan mereka untuk menyelesaikan persiapan kepulangan.

Mereka berdua bergegas mengambil barang dan perlengkapan lalu menuju mobil.

"Dan.. Aku capek.. Aku tidur ya.. Kamu gak apa-apa kan?"

"Iya, mi.. Tidur aja ya.. Gak masalah.."

"Okey, thanks Dan.. Kamu memang bisa di andalkan.. Beruntung memang yang jadi istrimu nanti. Haha."

"Ah apaan sih.. Itu sudah kewajiban, Boss.."

"Haha.. Dan, aku langsung di antar ke rumah sakit aja.. Kamu pulang dan istirahat.. Aku harus menemani Tiara.."

"Gak apa kah? Nanti kamu sakit juga kalau terlalu berlebihan.."

"Gak.. Asistennya Tiara kan izin tuh.. Mendesak keperluan keluarga.. Tiara sama Dean gak punya keluarga disini, Dan.."

"Hmm. Yasuda, kalau ada apa-apa kabari saja aku. Aku up to date, Sis."

"Hehe. Oke..Thankss, Dan..", Arumi tertidur sepanjang perjalanan pulang.

--

Lampu merah yang menyala memberhentikan mobil yang berlalu lalang. Lalu lintas terhambat dan kemacetan di sekitar jalan poros daerah Orchid Apartment Residence.

"Kenapa, Dan??? Kok rame banget??", kata Arumi yang terbangun dari tidurnya.

"Gak tau juga. Tidur aja lagi.", sahut Ferdana.

"Tapi ini gak seperti biasa rame banget, Dan.."

Arumi membuka kaca mobil dan bertanya pada pengendara sepeda motor di sebelahnya.

"Pak, kenapa ya? Rame banget."

"Saya kurang tau Mbak. Denger-denger ada cewek loncat dari Apartemen."

"Eh..?!? Loncat?!! Kronologisnya sampai loncat gitu kenapa??"

"Nah, tadi saya denger isu dari orang-orang yang lewat. Itu cewek loncat karena anggota keluarganya meninggal kebakaran. Gak sanggup menanggung beban yang di deritanya. Akhirnya dia mengakhiri hidupnya. Itu saya denger dari orang juga. Tunggu di berita aja, Mbak."

"He'em. Kira-kira umur berapa cewek itu, Pak?"

"Masih muda, Mbak.. Mungkin seumuran sama Mbak."

"Ya ampun.. Kasihan sekali.. Terima kasih informasinya, Pak."

"Iya.. Saya duluan Mbak."

Arumi mengangguk dan mengatakan pada Ferdana untuk segera melajukan mobilnya saat keadaan sudah melonggar.

Perlahan terlihat dari tempat kejadian, terlihat bekas darah yang tercecer.

"Dan, Dan. Itu.. Serem!! Nekat amat tu cewek untuk mengakhiri hidupnya. Ckck."

"Ssst.. Rumi. Kamu lihat gak, ada yang gak beres disitu?", Ferdana yang sambil menunjuk ke arah tempat kejadian.

"Apaan? Cuma polisi, ambulan dan beberapa orang aja deh."

"Ituuu!! Ituuu, disitu!!", Ferdana meyakinkan Arumi.

"Apasih, Dan!? Gak lucu!"

"Kamu gak lihat?!"

"Gak tau ah!"

Setelah itu mereka terdiam beberapa saat dan sesampainya di rumah sakit, Ferdana membuka pembicaraan.

"Mi. Aku gak mungkin salah lihat. Kan dia lagi di rumah sakit."

"Heee! Sudah. Kamu kecapean."

"Hm? Gak mungkin. Kamu juga pasti lihat! Ya kan?!"

"Dana...."

"Iya, iya. Aku pulang dulu bawa barang kalian. Aku taruh di rumahku aja ya. Aku takut ke rumahnya."

"Terserah kau saja nak...", Arumi melengos dan meninggalkan Ferdana sembari membawa beberapa pakaian ganti dan snack.

"Oh Tuhan.. Sebenarnya aku melihatnya..! Aku harus memastikannya dulu.", dalam hati Arumi.

---

Tok, Tok, Tok..

Cklak!

"Nah, ada kan. Mungkin orang yang sekilas mirip aja deh tadi. Aku mengkhawatirkan apa.. Hufft.. Pikiran lelah kayaknya..", gumamnya lagi.

"Hmm..??"

"Tidur aja lagi, Yar.. Ini aku bawakan handuk dan baju ganti sama snack."

"Oh.. Iya, makasih ya, Umi..", Tiara membuka matanya perlahan dan sembab.

"Capek ya? Jadi gimana hasilnya? Dokter sudah ada masuk ruangan?"

"Hmm.. Ada.. Sejam yang lalu.. Barusan juga perawat dari sini.. Itu hasilnya di atas meja.."

Arumi mengambil hasil tes Dean. Beberapa tulang rusuk dan tulang kakinya patah. Trauma pada otak kepalanya juga menjelaskan bahwa Ia akan mengalami kelumpuhan.

"Yar.. Gimana orang tuamu? Sudah tau kabar Dean?"

"Belum.."

"Kemarikan sini handphonemu."

Sebelum Arumi mengambil handphone milik Tiara, suara gaduh dari lorong rumah sakit terdengar sangat riuh. Tiara bangkit dari tempat duduknya.

"Ada apaan? Rame banget.", lalu Ia berjalan ke depan untuk membuka pintu. Ia melihat petugas kepolisian dan perawat yang berlalu lalang diikuti dengan jasad gadis dengan tangan tidak tertutup kain di atas tempat tidur dorong. Tangannya terjuntai kebawah bercucuran darah kental dari jemarinya yang memegang kalung berliontin.

Clang!

Liontin gadis itu terjatuh ke dekat pintu tempat Tiara berdiri. Di lihatnya dan di pungutnya tanpa rasa ragu. Ia buka liontin itu dan ada kertas tipis yang bertuliskan "Δεν μπορείτε να φύγετε" (Den boreíte na fýgete).

"Suster!"

"Ya?"

"Ini. Terjatuh dari wanita yang tadi.", Tiara memberikan liontin itu pada perawat sambil menunjuk ke arah pasien yang bercucuran darah.

"Kenapa, Yar?", tanya Arumi menyambangi Tiara.

"Gak. Itu ada yang kecelakaan. Sepertinya. Kalungnya jatuh."

"Suster, itu kecelakaan atau korban bunuh diri?", tanya Arumi pada perawat yang memegang liontin.

"Eh. Jangan sembarangan dong, Umi.", ujar Tiara di sebelahnya.

"Bukan.. Tadi sebelum kesini ada yang bunuh diri terjun dari apartemen."

"Ah. Aku masuk.", ujar Tiara yang tidak menghiraukan perkataan Arumi.

"Jadi suster?"

"Hmmm. Seperti yang telah Anda ketahui.", kata perawat sambil menganggukkan kepalanya.

"Oh, oke. Thanks suster."

Suster itu pergi meninggalkannya dan memasukkan liontin ke kantung baju seragamnya. Arumi memperhatikan suster tersebut, sesekali Ia mengalihkan pandangannya ke arah lain. Terlihat suster tersebut mendatangi petugas kepolisian dan memberikan liontin korban kepada petugas.

Arumi masuk ke dalam ruangan dan duduk di samping Tiara.

"Yar, isi dulu perutmu sama roti ya. Ada di situ."

"Iya.","Jadi benar itu korban bunuh diri?", sambil mengambil beberapa makanan dari tote bag milik Arumi.

"Iya."

"Kok bisa ya merelakan nyawanya buat mematikan kehidupan?"

"Begitulah hidup, Yar. Tidak selamanya kamu bisa menanggung beban sendirian. Karena hidup sendirian itu pincang."

"Iya.. Aku juga gak bisa hidup tanpa kakakku."

Duummmmm!!

Terdengar suara seperti ledakan. Kelap kelip lampu emergency terus memainkan cahayanya.

"Loh!?? Kenapa ini??!", ujar Arumi membuka kain penutup jendela rumah sakit.

"Dean!!", Tiara berdiri dan panik. Suara sirine rumah sakit juga terdengar berbunyi. Semua petugas termasuk pasien di rumah sakit beberapanya keluar dari ruangan terkejut dengan suara sirene.

Sore berganti di sambut dengan lampu rumah sakit yang tiba-tiba padam, mengacaukan monitor hemodinamik dan saturasi milik Dean.

Diiiiiiiiiiiiiiiiiiiiinnnnnnnnn!!!!!

"Miii!!!!!!", wajahnya Tiara yang berdiri di samping Dean cemas dan mulai mengeluarkan air mata membuat Arumi mengambil langkah seribu berlari keluar memanggil dokter dan perawat.

"Den.... Jangan tinggalin aku...!!"

Dokter dan perawat sigap memasuki ruangan.

"Permisi. Mohon tenang..", ujar perawat yang memegang pundak dan menenangkan Tiara.

Memasangkan aliran listrik ke suplay daya bebas (UPS) dan mulai memainkan Defibrillator ke dada Dean.

Dag dug!

"Lagi."

Dag dug!

"Uhukk!!"

Dean yang tiba-tiba terbatuk dan membuka matanya perlahan. Monitor yang menyala stabil, oksigen juga ikut seirama.

"Syukurlah..", ujar dokter yang menangani Dean yang mengambil senter kecil dari balik sakunya dan mengecek keadaan Dean.

"Tuan Dean sudah sadar.", katanya lagi pada Tiara.

Tidak lama kemudian, lampu rumah sakit kembali normal.

"Deeeeeeennnnn...!!","Ya Tuhan!! Terima kasih!!!", Tiara menangis perlahan. Ia tidak menyangka bahwa kakaknya akan segera sadar.

"Sa..yang..kuu..", katanya Dean terbata-bata.

Dokter pergi meninggalkan ruangan dan asisten dokter memberitahukan langkah selanjutnya.

"Kami akan kembali untuk pengecekan setiap satu jam sekali. Memastikan bahwa keadaan Tuan Dean membaik. Ini mohon diisi datanya. Mungkin jam sembilan malam kami akan mengambil sampel tes darah."

"Baik... Terima kasih...", ujar Arumi. Ia berjalan mendekati Dean. Matanya hanya tertuju pada Tiara. "Syukurlah, Yar.."

"I..ya.. Mi... Dean sadar.."

"Iya.. Sudah nangisnya ya.. Dean sudah sadar kan.. Aku keluar dulu ya beli minum dan makan malam.."

"Hmm.. Iya mi.."

---

Koridor yang sesaat ramai. Gaduh dan bergejolak. Banyak nyawa yang tertidur di rumah sakit ini. Terbangun untuk mengambil nyawa yang baru. Dan Ia masih terjebak di alam fana.


クリエイターの想い
rocketmary rocketmary

Terima kasih atas dukungannya :)

Load failed, please RETRY

週次パワーステータス

Rank -- 推薦 ランキング
Stone -- 推薦 チケット

バッチアンロック

目次

表示オプション

バックグラウンド

フォント

大きさ

章のコメント

レビューを書く 読み取りステータス: C7
投稿に失敗します。もう一度やり直してください
  • テキストの品質
  • アップデートの安定性
  • ストーリー展開
  • キャラクターデザイン
  • 世界の背景

合計スコア 0.0

レビューが正常に投稿されました! レビューをもっと読む
パワーストーンで投票する
Rank NO.-- パワーランキング
Stone -- 推薦チケット
不適切なコンテンツを報告する
error ヒント

不正使用を報告

段落のコメント

ログイン