Rafael makan dengan lahap, berusaha mengahabiskan makanan itu dengan sekali lahap. Setelah beberapa menit, Rafael akhirnya menghabiskan makanannya.
Memberikan mangkuk yang sudah kosong ke Monica.
Monica yang telah menerima mangkuk kosong tersenyum puas, dia lalu meletakkan mangkuk itu di atas meja, lalu memberikan obat untuk Rafael. Setelah itu Rafael kembali sibuk dengan membaca buku di tangannya.
Monica hanya duduk terdiam di samping Rafael, memandangnya dengan tatapan sedikit nafsu di matanya.
Tubuh Rafael adalah bagian terbaik yang di kagumi Monica sesudah wajahnya, dan sebentar lagi dia akah berada dalam pelukan itu, pikir Monica dengan perasaan serakah di benaknya.
Rafael yang menyadari tatapan Monica membalikkan wajahnya. Dia balas menatap Monica dengan datar, seakan mengatakan "Mengapa kamu masih disini? keluarlah!" ekspresinya berubah menjadi dingin.
Monica yang mengetui maksud pandangan Rafael segera merenge'.
"Kakak biarkan aku disini, aku masih ingin menjagamu. Jika kamu merasa kesakitan lagi bagaimana?" ucap Monica dengan wajah polos.
Rafael masih tetap tak bergeming, masih memandangnya dengan tidak senang. Bahkan tatapannya menjadi semakin dingin, Monica dapat merasakan suhu dalam kamar turun dengan sangat dratis.
Tapi dia tidak boleh menyerah, Rafael sudah memakan obat itu. Hanya tinggal tunggu waktu saja sebelum obat itu bereaksi.
"Kakak kumohon biarkan aku disini, aku tak akan mengganggumu. Aku hanya akan diam disini menemanimu dengan-" belum selesai Monica berbicara, sebuah buku menghantam tubuhnya dengan keras, membuat Monica mengadu kesakitan.
Rafael tak tau harus berbuat apa dengan perempuan satu ini, dia tidak perna berhenti untuk mengusik Rafael.
"Kakak.. kau keterlaluan! aku...." Monica memaki, namun sebelum dia selesai berbicara, dia melihat Rafael mengambil buku yang lain di sampingnya.
"Baiklah aku pergi sekarang!" Monica segera melarikan diri dengan kecepatan penuh. Laki-laki itu benar-benar menimpuknya dengan buku, dan rasanya sangat sakit. Dia tak ingin di timpuk untuk yang kedua kalinya.
"Huh..!" Rafael akhirnya bisa bernafas dengan lega. Perempuan itu benar-benar menyebalkan, aku harus membuatnya pergi dari rumah ini secepat mungkin! pikir Rafael, lalu dia melanjutkan membaca bukunya.
"Dasar brengsek, bagaimana bisa dia memukul seorang perempuan!" Maki Monica di depan pintu kamar Rafael.
"Tapi tidak masalah, dalam beberapa menit lagi obat itu akan bereaksi. Aku telah memberimu afrodisiak yang sangat keras, efek obat itu tak akan berhenti sampai besok pagi." ucap Monica sambil melirik jam tangannya.
"Aku akan membuat mu sedikit menderita, kamu akan dengan sendirinya merangkak di kakiku dan memohon padaku!" Senyum licik kembali tersungging di bibir Monica, saat dia membayangkan Rafael yang sangat terangsang memohon padanya.
Sekarang sudah satu setengah jam berlalu, Monica duduk dengan santai di kursi tamu, mengenakan gaun malam yang sangat terbuka.
"Sekarang kamu pasti sudah sangat menderita, tidak lama lagi kamu akan mencariku untuk memuaskan hasrat birahimu!"
Monica terus menunggu, tapi Rafael tak kunjung keluar dari kamarnya. Apakah dia sekuat itu? mampu menahan gairahnya sejak tadi. Monica yakin efek obat itu telah bereaksi lebih dari sejam yang lalu.
Monica mulai tak sabar, mungkin dia harus mengambil inisiatif sendiri. Dia pun memutuskan untuk naik ke lantai dua.
Ring..ring..ring..
Tepat saat Monica menaiki tangga, ponselnya berbunyi. Telpon itu berasal dari Ibunya, dia pun segera mengangkatnya.
"Halo ibu ada apa?" jawab Monica.
Suara di seberang telpon terdengar sangat panik, Monica bisa mendengar suara isak tangis dari balik telpon.
"Apa!! Aku akan segera kesana sekarang!" Monica menutup telponnya, dia segera berbalik arah.
Masuk ke dalam kamarnya dan mengganti pakaiannya, setelah itu dia pun pergi meninggalkan kediaman Rafael dengan tergesa-gesa.
Sejam sebelumnya, Rafael yang tengah membaca buku merasa ada yang aneh pada dirinya. Keringat dingin mengalir dari ujung kepala sampai kakinya.
Sekujur tubuhnya mulai terasa panas, dia merasa tidak nyaman dengan dirinya sendiri. Wajahnya mulai terlihat memerah dan napasnya tidak teratur.
Rafael lalu memilih untuk merebahkan dirinya, mungkin dengan tidur sejenak akan membuatnya membaik, pikir Rafael.
Sepuluh menit berlalu, namun Rafael merasa semakin tidak nyaman. Dia terus bergerak di atas kasur, merasa sangat gelisa.
'Apa yang terjadi pada diriku?' Rafael tak tau mengapa tubuhnya tiba-tiba terasa tidak nyaman, rasanya seperti.. seperti seakan dia menginginkan seorang wanita disisinya sekarang.
Rafael sudah menahan hasratnya selama 23 tahun ini, tapi mengapa tiba-tiba dirinya merasa membutuhkannya sekarang? ini sangat aneh, apa ada seseorang yang telah memberikannya obat? tapi hari ini dia hanya berdiam diri dikamar.
Rafael berusaha berfikir keras, berusaha mengalihkan perhatian hormonnya ke arah lain.
Deg... Rafael menyadari sesuatu. Mata Rafael kini melihat ke arah mangkuk kosong yang berada di atas meja.
"Kurang ajar, perempuan sialan itu telah memberiku obat perangsang. Aku akan memberinya pelajaran setelah efek obat ini mereda!" ucap Rafael geram.
Rafael berusaha bertahan, dia berharap dalam beberapa jam efek obatnya akan hilang.
__Indah yang berada dalam kamarnya diam terpaku di depan jendela. Dia sekarang mengenakan pakaian yang menutupi seluruh tubuhnya, hanya wajahnya saja yang terlihat.
Dia menghitamkan bagian leher dan wajahnya, meskipun dia akan tidur, dia masih harus berjaga-jaga jikalau ada orang lain selain Nadin memasuki kamarnya.
"Bagaimana kabar Rafael sekarang, sudah tiga hari dia sakit. Aku harap dia baik-baik saja!" Indah terus memikirkan Rafael, dia masih agak khawatir dengan kondisinya.
Apa lagi pada saat itu, Rafael di temukan tak sadarkan diri, tepat ketika dia meninggalkan Rafael. Apakah aku telah melakukan sesuatu yang salah? batin Indah.
Indah sangat ingin menjenguk Rafael, namun dengan Monica yang selalu berkeliaran di samping Rafael, membuatnya tak bisa berbuat apa-apa.
Saat Indah sibuk memikirkan sesuatu, tiba-tiba Indah melihat seorang gadis berjalan keluar dengan langkah cepat. Sepertinya dia sedang terburu-buru.
"Monica? mau kemana dia? apakah dia akan pulang sekarang?" Indah melihat Monica masuk kedalam mobil dan pergi melewati pintu gerbang.
"Aku rasa ini saat yang tepat, aku bisa menjenguk Rafael sebentar sebelum Monica kembali." Indah melihat jarum jam, dan sekarang baru pukul 20:05, Rafael mungkin saja belum tertidur.
Indah segera keluar dari dalam kamarnya, dan berjalan ke arah kamar Rafael. Kamar mereka tidak terlalu jauh karena sama-sama berada di lantai dua. Hanya beberpa langkah saja Indah sudah berada di depan pintu kamar Rafael.
Indah meneguk liurnya dengan kasar, dia sedikit takut untuk menemui Rafael. Namun keraguannya segera dia tepis, dia harus menghilangkan rasa takutnya itu.
Jika sekarang dia masih setakut ini, bagaimana caranya di masa depan dia harus menghadapi Rafael, inti dari keseluruhan rencananya selama ini adalah, agar dia dapat mendapatkan kepercayaan Rafael seutuhnya.
Dengan memantapkan pikirannya, Indah mengetuk pintu kamar Rafael.
Tok..tok..tok..