Unedited
"Jadi menurut pak Alex? Saya yang salah, begitu?"
"Saya tidak pernah mengatakan kalo kamu yang salah,"
"Tapi, tadi bapak ngomong seolah saya yang salah."
"Kalo kamu pikir begitu, ya, silahkan."
'Wah, sialan. Gara-gara dia atasan aku, dan aku cuma sekretarisnya jadi dia pikir aku gampang di bully, huh?' Salah besar, pak. '
"Begini, pak Alex. Sebelumnya, saya minta maaf jika kalimat yang akan saya ucapkan nanti di luar batas dan bisa menyinggung perasaan bapak." ucap Delilah berusaha terlihat setenang mungkin.
Alex memberengut. Lantas menyilangkan kedua tangannya di dada. "Speak."
"Saya ngomong ya, Pak. Tolong bapak jangan memotong saya sebelum saya selesai bicara. Begini pak. Maaf jika saya tidak sempat mendengar apa yang bapak omongin ke saya tadi. Tapi, adakah hal buruk yang akan terjadi ke bapak jika bapak mengulangi apa yang barusan bapak omongin ke saya? Apa bapak bakalan sakit jika harus mengulanginya sekali lagi? Atau mungkin, apakah bapak akan terkena kutukan atau semacamnya?" Delilah menahan kalimat. Ia berhenti untuk memerhatikan raut wajah Alex. Ia agak terkejut ketika menemukan ekspresi Alex tak berubah sama sekali.
Alex hanya menatap wanita itu dengan tatapan datar. Paham dengan apa yang ingin dikatakan sekretarisnya itu.
"Tidak kan, pak? Bapak ngomong saya tidak mendengar bapak, itu tandanya saya tidak menghargai dan menghormati bapak. Bukannya bapak juga begitu?" tantang Delilah tidak terima. Ia masih sentimen dengan perkataan Alex tadi.
Dahi Alex kembali berkerut. Matanya tidak pernah meninggalkan wajah Delilah. Alex tidak bergeming. Ia menunggu. Menunggu sekretarisnya itu menyelesaikan ucapannya.
"Pas saya mau menjelaskan kenapa saya tidak mendengar bapak, bapak malah menjawab, sudahlah. Lalu diam. Kemudian bapak tanya saya mau ceritanya gimana. Pas saya ngomong terserah bapak. Bapak malah menatap saya dengan tatapan tidak suka. Ketika saya ngomong lagi soal bapak yang melanggar syarat nomor, bapak malah membantah saya dan membuatnya seakan sayalah yang salah karena tidak mendengar omongan bapak. Saya tidak menghargai dan menghormati bapak. Padahal bapak juga begitu. Saat bapak tidak memedulikan untuk mendengar penjelasan saya, bapak sudah tidak menghargai saya. Dan bapak sering melakukannya." jelas Delilah mengeluarkan unek-uneknya lega.
Delilah menarik nafas dalam-dalam dan membuangnya panjang. Akhirnya ia berhasil menyampaikan apa yang ia resakan selama ini. Ia bangga pada dirinya karena mampu menyuarakan rasa tidak sukanya terhadap Alex, langsung di hadapan wajah atasannya itu.
"Ehmm.. " Alex berdeham. Terpengarah karena kelancangan sekretarinya ini. "Maafkan saya jika saya sudah menyinggung kamu. Maafkan saya juga karena tidak mau mendengar penjelasan kamu tadi." ucapnya malu mengakui kesalahannya.
"Tidak apa-apa, pak. Saya juga minta maaf,"
"Jadi saya harus membayar denda seratus juta ke kamu karena melanggar syarat nomor satu?" Alex bergurau, tersenyum lebar.
Uwaahhh. Delilah terpana. Ia bisa membayangkan bagaimana reaksi Dea dan Rina jika melihat peristiwa menakjubkan ini. Bisa-bisa mereka berdua jatuh pingsan saat melihat atasan mereka yang terkenal dengan sikapnya yang dingin dan wajah datarnya, tersenyum lebar ke arah Delilah.
"Tidak perlu, pak. Syaratnya belum berlaku karena kita berdua belum menikah. Saya hanya mencoba memberi contoh," tolak Delilah sembari mengingatkan.
"Selama sudah ada tanda tangan saya, bagi saya itu sudah berlaku. Berapa nomor rekening bank kamu. Nanti saya transfer." kata Alex bersikeras.
'Transfer? Seratus juta? Gampang banget ngomongnya. Ini uang seratus juta, pak. Gaji aku selama setahun lebih.'
"Tidak usah pak. Saya hanya ingin bapak mengerti saja. Bapak tidak perlu membayar denda. Syaratnya akan berlaku setelah kita berdua menikah." tolak Delilah lagi tidak ingin menerima uang Alex.
Alex mengidik bahunya. "Baiklah kalau kamu maunya begitu. Saya tidak akan memaksa kamu."
"Jadi, soal yang tadi, bisakah bapak mengatakannya lagi pada saya?"
🍉🍉🍉