Kenapa pantai menjadi tempat favorit Farani? Karena menurut pemikiran Farani, angin pantai bisa membawa pergi berbagai pikiran tidak penting dan juga hal negative. Itulah yang dia percayai dan menjadi alasan kenapa Farani sangat menyukai pantai. Entah dari mana dia mendapatkan teori seperti itu.
Dan disinilah dia sekarang. Bersama keluarga besarnya menikmati matahari terbenam. Saking besarnya keluarga Farani, mereka harus menyewa satu tempat full tanpa ada pengunjung lainnya. Ayah, Bunda, Fareza, Ira, Mama, Papa, Raffi, Papa Sita, Yoga, Mikha, Kia. Dari yang awalnya hanya orang asing, kini sudah menjadi keluarga yang akrab dan dekat. Tidak pernah ada yang menyangka hubungan rumit dibalik keceriaan mereka.
"Mau jalan sampe mana lagi ini?" tanya Raffi tidak sabar.
Farani sudah berjalan terlalu jauh dari tempat awal mereka. Dan tampaknya belum ada niatan untuk kembali. Raffi tidak masalah menemaninya berjalan, yang jadi masalahnya adalah saat kembali nanti. Bisa dipastikan Farani akan merengek dan meminta gendong dengan alasan kakinya lelah. Itulah alasan Raffi sedari tadi mengajak Farani kembali.
"Sabar napa sih? Lagian siapa juga yang nyuruh lo ikut?" Farani lebih galak dan memarahi Raffi.
"Ketimbang gue jadi nyamuk disana, kan mending nemenin lo."
Akhirnya Farani menatap pemuda itu. Tampang cemberut Raffi terlimat imut dan menggemaskan.
"Ya udah, kita duduk disini dulu." Lalu mereka duduk di bawah pohon yang rindang.
Ombak saling berkejaran, seolah melambai agar para pengunjung ikut bermain dengan ombak. Kalau saja tidak sedang bermain cantik, Farani pasti akan menceburkan diri ke air dan bermain ombak sampai puas.
"Lo udah bahagia?" entah dari mana Raffi mendapat ide menanyakan hal itu.
"Apa ukurannya bahagia?" Farani berbalik bertanya.
"Nggak tau."
"Trus kenapa lo tanya?"
"Karena gue penasaran."
"Apa yang bikin lo penasaran?"
"Setiap kali gue balik, lo baik-baik aja. Tapi gue nggak tau lo gimana pas gue nggak ada. Jadi gue penasaran."
"Gue baik-baik aja. Gue punya temen dan keluarga yang baik."
"Lo masih mau nolak gue?"
Keheningan langsung menyerbu. Raffi tahu, ini memang pertanyaan yang sangat sensitive, tapi dia harus berani menanyakannya. Dalam hati dia sudah bertekad untuk memperjelas keadaan. Kalau Farani masih menolak, dia akan mundur.
"Dalam hal apa?"
"Lo tau maksud gue." Raffi langsung memasang wajah serius.
Farani hanya bisa terdiam kalau Raffi sudah mengganti ekspresi. Meski Raffi adalah orang yang banyak senyum, tapi dia tetap punya wibawa saat berwajah serius. Bahkan Farani tidak akan berani bercanda dengan Raffi untuk situasi seperti ini. Dan Farani juga menyadari apa yang Raffi maksud.
Setelah memikirkan beberapa saat, Farani akhirnya memandang wajah serius Raffi. Rasanya itu bukan orang yang dia kenal.
"Gue emang egois dari dulu. Dan kali ini gue juga akan egois." Saat mengatakan itu, Farani sudah menurunkan pandangan matanya, tak berani menatap mata Raffi lagi. Disampingnya, dia merasa Raffi mulai menjaga jarak.
"Terima kasih. Ini udah cukup buat gue." Akhirnya Raffi menemukan suaranya.
"Gue juga terima kasih. Untuk semuanya. Dan maaf karena udah buang waktu lo."
Raffi tersenyum melihat gadis di depannya berkata dengan serius seperti itu. Sangat jarang bagi Farani untuk bersikap dewasa. Kini, beban yang dipikul Raffi berkurang. Dia memang menyayangi Farani dengan sepenuh hati, tapi apa artinya bila orang yang kita sayangi tidak memiliki perasaan yang sama?
"Ayo balik. Ntar dicariin." Farani bangkit dan menarik Raffi untuk berdiri.
Keduanya kembali berjalan beriringan, menyusuri pantai dalam keheningan. Sepuluh meter sebelum sampai ditempat keluarga mereka berkumpul, Farani menghentikan jalannya.
"Lo liat cincin ini? Masih gue pake sampe sekarang." Farani menunjukkan jari manisnya. Disana masih tersemat cincin pemberian Sita saat ulangtahun Farani beberapa tahun yang lalu. "Gue berniat lepas cincin ini kalo ada yang gantiin."
Farani tersenyum puas. Selama ini dia memang tidak pernah melepas cincin itu. Karena cincin itu satu-satunya kenangan Sita yang paling berharga. Dan juga cincin itu menjadi motivasinya untuk terus menghadapi kenyataan hidup yang kadang tidak sesuai dengan keinginannya. Apa dia akan melepas cincin itu dan melupakan Sita?
Jawabannya adalah tidak.
Dia ingin terus memakai cincin itu dan akan terus mengingat Sebagai cinta monyetnya. Dan siapapun yang akan menjadi pasangannya kelak harus menerima itu. Itulah kenapa Farani berkata dia akan tetap egois.
Kali ini Raffi memandang Farani dengan serius untuk kedua kalinya. Raffi paham betul arti Sita untuk Farani, dan dia tidak pernah protes. Bahkan setelah beberapa tahun kepergian pemuda itu, Farani masih sering menyebutnya. Sedih tentu karena Raffi tidak akan pernah bisa menggantikan posisi Sita, tapi dia juga ingin Farani move on. Melanjutkan hidup dengan pasangan yang menjadi teman hidupnya.
"Gue akan selalu egois, karena gue yang akan menentukan tanggal pernikahan kita nantinya." Farani tersenyum.
Raffi hampir tidak mempercayai pendengarannya. Begitu kesadarannya sudah kembali, gadis di depannya telah pergi menjauh. Tak dapat menyembunyikan kebahagiaannya, Raffi melompat dan berteriak. Kejutan tak pernah berhenti diberikan kepadanya oleh Tuhan. Saat dia merasa segalanya telah berakhir, ada cerita lain yang menjadi kejutan.
Terima kasih untuk kalian semua yang sudah meluangkan waktu membaca cerita ini. dan juga terima kasih untuk semua komen yang membangun. pada akhirnya selesai di bab 61.
saya juga pernah berada di posisi farani, kehilangan orang yang disayangi dalam sebuah kecelakaan. rasanya pengen nangis, tapi nggak bisa, begitu sendirian baru terasa sedih dan kehilangannya. semoga sita bahagia di alam sana.
jadi ini cuma cerita ya, jangan dibawa serius.
sekali lagi terima kasih.
— 終わり — レビューを書く