Ivanka hatinya hancur, tangisnya pecah. Di luar ruangan itu dia menyaksikan dokter berusaha membuat jantung Riqky berdetak lagi.
"Ivanka, dimana Riqky ?"
Mamah nya Riqky tiba dengan muka yang pucat dan kacau.
"Tante..."
Ivanka menunjuk ke kaca.
Pecah lah tangis kedua wanita itu. Mereka saling berpelukan untuk menguatkan satu dengan yang lain nya.
Lalu mereka juga menyaksikan dokter menggelengkan kepalanya dan suster menutup Riqky dengan selimutnya.
"Qq... jangan !!!" Ivanka berteriak kuat.
Mamah Riqky tiba-tiba jatuh pingsan. Beruntung papah Riqky sigap.
"Biar om yang mengurus tante."
"Suster, tolong istri saya pingsan"
Suster yang melihat nya langsung menyiapkan roda dan membawa ke ruang UGD.
Sementara Ivanka terduduk lemas di lantai. Melihat dokter keluar, Ivanka langsung berdiri.
"Dok, bagaimana keadaan Qq?" ucapnya dengan penuh harap akan mendengar keajaiban.
"Maaf kami sudah berusaha."
"Tidak dok, dia masih sangat muda. Dia sangat berprestasi dan dia sangat baik. Ayo dok, coba lagi. Berusaha lebih lagi. Saya mohon dok."
"Tenang de..iklaskan lah. Ini sudah kehendak yang maha kuasa."
"Tidak dok, ayo masuk Lagi. Coba lah lebih keras." ucap Ivanka dengan tangisan dan dia menarik tangan dokter masuk ke dalam ruangan itu.
"Dok, cepat lakukan sesuatu."
Ivanka mendekati tubuh Riqky dan membuka kainnya.
"Bagaimana dia akan bernafas jika kalian menutup nya semua!!!"
"De...cobalah untuk tenang."
Dokter dan suster mencoba membuat Ivanka tenang.
Mereka meninggalkan Ivanka yang menangis semakin keras.
"Qq bangun!! Ada aku di sini. Lihatlah !!!
Buka mata mu jangan membuat ku marah. Lihatlah aku sudah menangis. Kamu bilang kamu tidak suka melihat ku menangis. Bangun lah dan hiburlah aku."
"Qq.. bangun lah. Ku mohon jangan tinggalkan aku."
Ivaka menggoyangkan badan Riqky dengan menagis keras. Dia lalu memeluk nya dan menagis keras di atas dada Riqky.
Dari luar papah nya Riqky menyaksikan semua itu. Dia pun merasa yang sama. Sangat kehilangan anak semata wayang nya itu. Dia pun tak kuasa menahan tangis lagi.
Ivanka tetap berada di sana. Dia masih menangis di dada Riqky. Berharap Riqky akan membuka matanya. Dia mengoceh sambil menangis. Dia berharap seperti di film-film, dimana tiba-tiba akan ada keajaiban dan Riqky akan menyapanya.
"Ivanka... seperti nya kita harus merelakan nya." ucap papah nya Riqky.
"Kami akan membawa nya pulang ke cirebon dengan ambulan. Om sudah menyiapkan semuanya. Kalau mau mari ikut mobil kita, kita akan mengawalnya bersama."
Ivanka tidak menjawab nya. Saat ini pikiran nya kacau. Dia hanya fokus dengan jenasah Riqky.
Lalu petugas berbaju putih mendekati nya
"Maaf de, kami akan mengangkat jenasah ini."
"Tidak!!! Dia akan kembali. Tunggu lah!!"
Lalu datang mamah nya Riqky memeluknya.
"Sayang... kita harus membawa nya."
"Kemana Tan, aku akan berada di samping nya. Saat dia bangun, dia akan melihat ku. Dia pasti senang. Dia..sangat... mencintai ku Tan. Apapun yang ku pinta, dia akan memberikan nya untuk ku. Selama ini aku tidak pernah meminta apapun dari nya, dia pasti senang aku akhirnya meminta sesuatu darinya Tan."
Kedua wanita itu menangis bersama.
"Ivanka, ayo ikut mobil kita. Kita akan mengawal mobil ambulance ini dari belakang."
"Tidak, aku akan tetap disampingnya."
Mereka akhirnya menyetujui Ivanka.
Jenasah Riqky langsung di bawa ke rumah duka di cirebon.
Saat tiba di rumah duka, Ivanka tiba-tiba jatuh pingsan.
Tony dan Budi yang melihat hal itu langsung mengangkat. Mereka membawanya keruang istirahat.
Satu jam kemudian Ivanka tersadar lagi.
"Bud, dimana Riqky?"
Ivanka langsung berdiri dan keluar ruang istirahat itu. Dia melihat Riqky sudah didalam sebuah peti. Dia berjalan mendekati nya, dia hanya duduk di samping peti itu dan menatap Riqky. Air mata nya tidak berhenti mengalir. Beberapa sahabat baiknya mencoba untuk menenangkan nya tapi Ivanka mengacuhkan mereka, seakan hanya ada dia dan Riqky disana.
Ivanka seperti mayat hidup. Dia hanya terdiam dan bersandar di peti itu. Dan saat peti itu hendak di tutup Ivanka bahkan meronta.
"Jangan di tutup, Qq akan bangun. Qq bangunlah." Ivanka berteriak seperti orang gila .
Karena tidak makan atau minum apapun Ivanka pun jatuh pingsan lagi.
"Riqky !!! Kamu akhirnya sadar ?. Setelah membuat ku menangis ? Apa ini yang kamu bilang sayang ? Kamu tahu aku sangat mengkuatirkan mu !"
Riqky hanya membalas semua ocehan Ivanka dengan senyum.
"Qq, dengarkan aku. Jangan pernah lakukan ini lagi, atau aku akan memusuhimu selamanya. Tidak usah berangkat ke Cina lagi. Tetaplah di samping ku. Kita jadi partner terhebat saja."
"Iguana ku...
Aku tidak akan pergi ke Cina, tapi aku juga tidak bisa menjadi partner mu lagi. Mulai sekarang jagalah dirimu dengan baik. Lakukan apapun yang ingin kamu lakukan. Kita tidak tahu kapan umur kita di bumi ini habis. Seperti halnya aku...
Tapi aku tidak menyesal karena di umurku yang pendek dan singkat. Yang Maha Kuasa memberi ku kesempatan untuk dekat denganmu. Selama beberapa bulan terakhir ini aku sangat bahagia."
"Qq...jangan bicara yang aneh. Umur pendek apa. Lihatlah keadaan mu sekarang. Kamu baik-baik saja, bahkan semua luka mu juga hi..lang..."
Ucapan Ivanka mendadak mengambang di angin. Dia baru menyadari ada yang aneh dengan Riqky. Bagaimana mungkin secara tiba-tiba Qq terlihat sangat baik.
Qq tersenyum padanya dengan lembut
"Iguana ku...
Seperti nya waktu ku sudah habis. Aku harus pergi. Terima kasih buat semua nya..."
Ivanka melihat Riqky mulai semakin menjauh
"Qq tunggu!!!"
Ivanka tersadar dari tidur panjang nya. Dia tidak sadar diri selama dua malam.
"Yank...
Gimana keadaan mu ?"
"Ryan ..."
Ivanka melihat sekeliling, dia menyadari dirinya saat ini ada di salah satu kamar rumah sakit. Ada Ryan dan juga Ferry, Tonny dan Budi para sahabatnya.
Mereka terlihat sangat mengkuatirkan Ivanka.
"Riqky... Bagaimana dengan Riqky?"
"Kemarin dia telah di makamkan. Dia sudah beristirahat dengan tenang sekarang. Kamu harus merelakan nya Ivanka." ucap Budi.
"Maaf, aku butuh waktu sendiri. Kalian semua Silakan pulang dan beristirahat lah. Kalian pasti sangat cape. Terima kasih buat semuanya. "
"Baiklah.. tapi telepon lah kami jika ada apa2. Kami hanya akan di luar pintu ini." ucap Tonny
"Hmmm..."
Melihat semua pergi, Ivanka meneteskan airmatanya lagi, hanya tanpa suara.
Dia menangis...
Dia masih belum bisa merelakan Riqky.
Tanpa suara hanya airmata nya yang mewakili kesedihan nya yang terdalam.
Di luar Ryan merasa cemas. Tapi dia mengerti saat ini Ivanka butuh waktu sendiri buat menenangkan diri.
"Apa yang akan terjadi dengan Ivanka. Dia sangat terpukul. Ku rasa Ivanka mempunyai perasaan khusus untuk Riqky. Kalian juga melihat bagaimana keadaan nya kan?" ucap Budi tanpa menyadari kalau Ryan ada di situ.
Tonny : "Apa yang kamu bicara kan. Kita semua tahu Ivanka, anaknya peduli pada orang lain." Ucapnya untuk mencairkan suasana yang tegang dan tidak nyaman untuk Ryan.
Ferry : "Ia, berilah dia waktu. Saat ini dia butuh dukungan dari orang-orang terdekatnya. Ryan ku harap kamu bisa memakluminya."
Ryan : "Ia aku tahu... Aku akan keluar sebentar. Aku hanya mau merokok."
Ryan pergi tanpa menunggu jawaban dari mereka bertiga.
Melihat Ryan sudah jauh Ferry bersuara
"Ku rasa bukan cuma Ivanka yang perlu menenangkan diri."
"Benar Ryan juga harus menata hatinya. Dia pasti bisa merasakan juga kalau Ivanka kita terlalu peduli pada Riqky." ucap Budi
"Masih beruntung dia tidak melihat keadaan
Ivanka tiga hari yang lalu. Dia baru tiba dan melihat Ivanka sadar tapi yang di dengarnya teriakan Qq dari mulut kekasih nya itu." ucap Tonny
Ferry : "Menurut kalian apa mereka akan putus?"
Budi : "Entahlah tapi kalau Ryan yang membuat Ivanka menangis aku akan menghajarnya."