Langit timur sudah berwarna merah. Dari balik awan yang seolah masih tidur, matahari pun perlahan terbit dan menyinari kompleks bangunan terbesar di ibukota. Tembok-tembok istana, yang bahkan lebih merah daripada langit senja, seolah dengan diam-diam dan menakutkan sedang mengamati kerumunan orang di pusat keramaian kota. Fan Xian berada di antara kerumunan itu. Dia mendongak ke atas untuk melihat tembok istana lalu menunduk ke bawah untuk melihat gerbang, pemandangan itu membuatnya terbayang mulut semacam monster. Dia pun merasa sedikit gugup.
Sama seperti setiap orang yang ada di dunia ini, Fan Xian benar-benar mengagumi sosok Yang Mulia Sang Kaisar. Tetapi kekaguman tidak sama dengan kepatuhan yang mutlak, dan tidak juga mewakili tidak adanya niat untuk membangkang. Mengenai hal itu, Fan Xian berbeda dari yang lain. Penjaga gerbang istana mengangguk dengan sedikit perasaan bangga setelah memeriksa semua orang, dan baru saat itulah Fan Xian diizinkan masuk.