Hari-hari pertama liburan berjalan tak menyenangkan setelah insiden di ruang makan itu. Ralin banyak mengurung diri, menolak bicara dengan Harris, dan berubah menjadi pendiam dalam sekejap. Ia memblok nomor Fani dari ponselnya, yang sepertinya tak cukup membuahkan hasil, mengingat masih saja ada sejumlah pesan bernada kasar yang masuk setiap saat dari nomor-nomor asing. Ia lupa pada niatnya menghibur Yuga, malah kini ia jauh lebih membutuhkan bantuan ketimbang kakaknya itu.
Suatu malam, ia tengah duduk di depan meja belajar, sibuk dengan laptopnya saat Donna masuk ke kamarnya membawa nampan berisi makan malam. Ralin masih bersikap kaku padanya, walaupun ia tahu mamanya ini jauh lebih perhatian dibanding papanya. Ia hanya butuh waktu untuk membiasakan diri setelah trauma singkat yang terjadi padanya.
“Makan dulu, Ralin.”
“Iya, Ma. Terima kasih sudah dibawakan kesini.” Ralin sekilas menoleh, lalu sibuk mengetik kembali.
“Bisa bicara sebentar?”