"Selamat pagi, Sayang." Adnan menyapa Binar saat dia membuka kedua matanya di pagi hari.
"Pagi," jawab singkat Binar yang sudah melihat Adnan tersenyum lembut padanya.
Adnan mengecup lembut kening Binar, dia mengatakan untuk segera bersiap karena tidak lama lagi akan berangkat ke pulau Jeju. Setelah mengatakan itu dia pun beranjak dari tempat tidur lalu berjalan menuju kamar mandi.
Binar pun beranjak dari tempat tidur selagi Adnan membersihkan diri dia memilih untuk menyiapkan beberapa benda yang akan dibawanya ke pulau Jeju. Tidak berapa lama Adnan keluar dari kamar mandi, dia melihat Binar yang masih sibuk memikirkan sesuatu. Tanpa berpikir panjang Adnan melangkah mendekat pada Binar, dia ingin tahu masalah apa yang sedang dipikirkan olehnya.
"Apa yang sedang kau pikirkan, Sayang?" bisik Adnan lalu mengecup daun telinga Binar dengan lembut. Sehingga membuat Binar terkejut tetapi dia dengan cepat bisa kembali tenang.
"Aku bingung," jawabnya sehari kembali pada sesuatu yang membuatnya bingung.
Adnan melihat sesuatu itu, dia melihat pakaian yang sama tetapi berbeda warna. Dia tersenyum lalu mengatakan pada Binar untuk membawa dua-duanya dan juga mengambil beberapa lingerie yang harus dibawa oleh Binar.
"Apa kau tidak salah untuk aku memakai ini di setiap malam?" tanya Binar dengan nada menggoda.
"Jangan mulai menggodaku—sekarang kita harus sudah mulai bersiap! Bersihkan dirimu!" perintah Adnan yang berusaha untuk menahan sikap jahil istrinya itu.
Binar pun berjalan menuju kamar mandi sembari memikirkan mengapa dia bisa menggoda Adnan seperti itu. Apa yang sudah terjadi padanya, mengapa dia merasa jika Adnan adalah seorang pria yang bisa membuatnya nyaman.
Dia tidak menyangka jika dirinya akan melakukan hal yang sama jika dekat dengan Arganta. Jika dia kembali mengingat adiknya itu, maka dirinya akan merasa sangat merindukannya. Selama ini Arganta selalu mengatakan akan menemui dia di Korea. Namun, semua itu selalu gagal dan sampai saat ini belum terealisasikan.
Binar selesai dengan rutinitas membersihkan diri, dia membuka pintu kamar mandi hanya dengan menggunakan sehelai handuk yang melingkar di tubuhnya. Dia tidak menyadari jika di dalam kamar ada Marcello yang sedang membicarakan sesuatu dengan Adnan.
Kedua bola mata Binar terbelalak saat melihat Marcello sedangkan Marcello terus menatap Binar tanpa mengedipkan matanya. Adnan yang melihat itu berdeham dan itu menyadarkan Binar lalu dia berlari menuju kamar mandi.
"Apa kau sudah selesai?!" Adnan bertanya pada Marcello yang baru tersadar dari rasa terkejut melihat Binar yang hanya menggunakan sehelai handuk.
"Sudah—apa kau akan pergi ke Jeju hari ini?!" tanya Marcello pada Adnan.
"Iya. Aku akan pergi bersama Binar," jawabnya.
Marcello merasa sedikit kecewa karena dia berpikir jika Binar tidak akan ikut bersama dengan Adnan. Sehingga dia bisa mendekati kembali Binar, dia masih ingin terus mengejarnya hingga titik darah penghabisan.
Setelah mengetahui itu Marcello pergi meninggalkan kamar Adnan sembari berpikir apa yang akan dilakukan olehnya. Dia berniat untuk melakukan sesuatu agar hari-hari Adnan dan Binar semakin memanas. Semua rencana busuk mulai beterbangan dalam benak Marcello.
Binar mendengar-dengar apakah Marcello sudah keluar dari kamar atau belum. Jika belum keluar dari kamar maka dia tidak akan keluar dari kamar mandi sebab dia tidak membawa pakaiannya.
Tok! Tok! Adnan mengetuk pintu kamar mandi, dia tahu jika Binar tidak akan keluar dari kamar mandi jika dia berpikir jika Marcello masih berada di dalam kamar.
"Keluarlah! Dia sudah pergi," ucap Adnan.
Binar pun membuka pintu kamar mandi, dia berjalan keluar dan melewati Adnan yang ada di depannya. Dia dengan cepat berjalan menuju almari lalu mengambil pakaian yang hendak dipakainya.
Saat ini Adnan tidak berniat untuk menggoda istrinya itu sebab sebentar lagi akan segera berangkat ke pulau Jeju. Dia pun bergegas menuju kamar mandi dan membersihkan dirinya.
Binar pun bersiap, dia juga menyiapkan pakaian untuk Adnan. Tidak berapa lama Adnan keluar dari kamar mandi dan melihat pakaian yang sudah tertata rapi di atas tempat tidur.
Adnan tersenyum, dia berjalan mendekat lalu mengambil pakaian yang sudah disiapkan oleh Binar. Namun, dia tidak melihat istrinya itu di dalam kamar matanya menyapu seluruh ruangan guna mencarinya.
Akan tetapi, Adnan tidak menemukannya, dia pun memutuskan untuk segera bersiap. Terdengar suara pintu kamar terbuka dan yang masuk adalah Binar, itu membuat Adnan tersenyum dengan lembut. Binar melangkah mendekat pada Adnan, dia melihat dasi yang belum terpasang rapi di lehernya.
"Aku bantu," kata Binar dengan lembut lalu tangannya memegang dasi.
Binar mulai mengikat dasi Adnan lalu merapikannya, Adnan yang hanya bisa menatap wanita yang ada di hadapannya ini. Dalam benaknya berkata inilah wanita yang diinginkannya. Dia berharap Binar dapat benar-benar mencintainya dengan sepenuh hati.
"Sudah selesai," binar berkata sembari melepaskan tangannya dari dari Adnan.
Dia berniat untuk segera menjauh dari Adnan dan menyiapkan sesuatu yang belum selesai. Terdengar suara ketukan pintu, Adnan pun menyuruh orang yang dibalik pintu kamarnya untuk masuk.
Di balik pintu itu adalah Candra, dia pun langsung berjalan masuk kedalam kamar. Dia melihat nona dan tuannya sudah siap, dia pun berjalan mendekat lalu memberi hormat.
"Sudah saatnya kita pergi," ujar Candra pada Adnan dan Binar.
"Baiklah kita pergi sekarang!" Adnan berkata sembari berjalan.
Binar pun berjalan mengikuti Adnan dari belakang begitu pula Candra yang berjalan di belakang binar dan Adnan. Ada seseorang yang memperhatikan kepergian Binar dan Adnan, dia tak lain adalah Marcello yang sedang memikirkan hal-hal busuk dalam otaknya.
Candra menyadari jika ada seseorang yang sedang memperhatikan langkahnya. Dia pun menatap ke atas dan melihat Marcello yang menatap tajam pada Adnan dan Binar. Candra merasa jika tatapan Marcello itu memiliki arti yang buru.
Dalam benak Candra berharap jika yang dipikirkannya tidak benar karena tidak mungkin Marcello akan berbuat buruk pada ayah angkatnya sendiri. Dia pun kembali melanjutkan langkahnya dan mengatakan pada dirinya sendiri akan melindungi Adnan dan juga Binar dari segala niat jahat yang mendekati.
Binar memasuki mobil, sebelum Adnan masuk kedalam mobil dia berbisik pada Candra. "Awasi dia—jangan sampai membuat masalah!"
"Baik, Tuan!" Candra menjawab sembari mengangguk.
Adnan pun memasuki mobil untuk melakukan perjalanan menuju pulau Jeju. Binar mengetahui jika ada sesuatu yang dikhawatirkan oleh Adnan, di berniat untuk bertanya ada apa tetapi diurungkannya. Sebab dia tidak ingin ada perbedaan kali ini.
"Ada yang ingin kau tanyakan, Sayang?" Adnan bertanya pada Binar sebab dia menyadari jika istrinya itu ingin tahu apa yang ada di pikirannya.
"Tidak ada," jawabnya singkat.
"Dengarkan aku jika kau ingin tahu apa pun itu tanyakan saja padaku! Sebab aku tidak ingin ada rahasia antara kita," ungkap Adnan.
Setelah menempuh waktu beberapa jam akhirnya Binar dan Adnan tiba di Jeju. Adnan yang harus mengurus masalah terlebih dahulu menyuruh Binar untuk menunggunya di kamar hotel.
Untuk menghilangkan rasa bosan, dia memutuskan untuk keluar dari hotel dan berjalan-jalan di pulau Jeju. Dia mengambil ponselnya lalu melihat-lihat tempat wisata di pulau Jeju.
Namun, rencananya diurungkan sebab Adnan menghubunginya dan mengatakan untuk tidak pergi dari kamar hotel. Binar mendengar suara Adnan yang begitu risau, sehingga dia menuruti apa yang diperintahkan olehnya.
Sebenarnya dia ingin tahu mengapa Adnan tidak mengizinkannya keluar dari kamar hotel. Akan tetapi, dua tidak terus bertanya karena dia tidak ingin membuat masalah bagi suaminya.
Binar mulai berpikir mengapa Adnan berubah menjadi sedikit posesif, bukankah dulu dia tidak pernah melarang dirinya untuk pergi ke mana saja yang diinginkannya. Dia menghela napas panjang lalu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur. Menunggu adalah hal yang sangat membosankan baginya. Tidak terasa kedua matanya mulai berat, dia pun memejamkan matanya karena rasa kantuk sudah tidak tertahankan.
Entah sudah berapa lama binar tertidur, hari sudah mulai gelap. Adnan yang sudah selesai dengan pekerjaannya bergegas menuju kamar hotel, dia merasa bersalah karena sudah menyuruh Binar untuk tidak ke mana-mana.
Adnan membuka pintu kamar hotel secara perlahan, dilihatnya kamar begitu gelap. Dia berpikir jika Binar tidak ada di dalam, hatinya sudah mulai gusar mengapa istrinya tidak menuruti apa yang diperintahkan olehnya.
Dia pun menyalakan lampu kamar, matanya terbelalak saat melihat seorang wanita sedang terlelap di atas tempat tidur. Senyum lembut timbul di ujung kedua bibir Adnan. Dia berjalan perlahan mendekat ke tempat tidur, lalu duduk tepat di samping Binar yang masih tertidur.
Adnan mengambil ponselnya lalu mengirim pesan pada Candra untuk menyiapkan makan malam dan mengirimkannya ke kamar. Sebab dia yakin jika Binar belum makan sama sekali. Mengapa dia bisa berpikir seperti itu karena di atas meja sama sekali tidak terdapat sisa makanan yang sudah disantap.
Dibelainya dengan lembut kepala Binar, disibakkannya rambut yang menutupi wajahnya. Terlihat seorang wanita yang sangat tidak memiliki rasa kewaspadaan, dia berpikir bagaimana jika ada musuh yang mendekatinya.
"Kau sudah pulang?" tanya Binar yang terbangun karena belaian lembut Adnan.
Adnan mengangguk lalu dia kembali membelai lembut pucuk kepala Binar, rasanya ingin sekali memeluknya dengan erat dan tidak membiarkannya bangun begitu saja. Itulah yang ada dalam benaknya saat ini.
Terdengar suara ketukan pintu, Adnan beranjak dari duduknya lalu berjalan menuju pintu kamar. Dia membuka pintu kamar, terlihat dua orang pelayan dan Candra. Mereka membawa beberapa menu makanan yang dipesan Adnan tadi.
Adnan pun menyuruh mereka untuk masuk kedalam kamar, kedua pelayan menata rapi makanan yang sudah siap di atas meja lalu mereka pamit undur diri. Sedangkan Candra masih tetap berada di dalam kamar, dia menunggu dengan sabar jika suatu saat Adnan membutuhkan bantuannya.
"Ikutlah makan dengan kami!" kata Binar sembari beranjak dari tempat tidur lalu berjalan menuju kamar mandi.
Binar berniat untuk membasuh wajahnya agar terlihat segar sebab dia baru saja bangun. Dia tidak ingin terlihat seperti wanita yang baru bangun tidur padahal kenyataannya memang seperti itu. Setelah selesai membasuh wajahnya dia terlihat segar lalu berjalan keluar.
Candra masih saja berdiri tegap dan binar tidak menyukai itu, dia terlihat seperti seorang pengawal baginya. Sebenarnya Binar tahu jika Candra bukan hanya sebagai asisten saja melainkan sahabat suaminya.
"Apa kau tidak duduk? Aku baru tahu jika kau kakak akan terus berdiri tegap!" ujar Binar seraya mengatakan jika dia menyuruh Candra untuk duduk.
Adnan terkekeh mendengar Binar mengatakan itu, dia juga ingin tahu apa yang akan dikatakan atau dilakukan oleh Candra setelah mendengar itu. Sebab baru kali ini ada seseorang yang memerintahkan dirinya untuk duduk selain diriku.
"Ji—," Sebelum Candra melanjutkan kata jika dengan cepat Binar memerintahkan Candra untuk duduk. Dia tidak ingin ada bantahan kali ini sebab malam ini dia ingin melihat Candra sebagai sahabat Adnan.
Candra menatap Adnan yang masih terkekeh karena ulah istrinya yang menyuruh Candra duduk. Namun, Candra berusaha untuk sahabat menghadapi kedua orang yang ada di hadapannya itu.
Binar menatap dengan sorot mata yang tajam, dia kesal sekali mengapa Candra sangat sulit sekali untuk duduk. Dia berpikir apakah ada luka di pantatnya sehingga dia tidak berani duduk.
"Apa ada luka di pantatmu?! Sehingga kau sangat sulit untuk duduk!" ucap Binar dengan nada menyelidiki.
Seketika tawa Adnan menyeruak, dia tidak tahan lagi menahan tawa atas setiap perkataan Binar. Tawanya itu membuat Candra semakin kesal, dia tidak bisa menahan amarahnya.
"Hentikan tawamu itu, Adnan!" tukas Candra pada Adnan yang masih terbahak-bahak.
"Sayang, kau benar di pantatnya ada bisul yang sangat besar. Sehingga dia tidak mau duduk!" timpal Adnan sembari kembali terkekeh.
"Benarkah, Candra?!" tanya Binar seraya tak percaya apa yang dipikirkannya itu benar.
"Sial kau Adnan! Kau membuat Binar percaya akan ucapanmu itu!" tukas Candra yang sudah tidak bisa menahan amarahnya.
Adnan semakin terkekeh-kekeh melihat Candra semakin geram, sudah lama dia tidak menggoda sahabatnya itu. Karena selama ini Candra selalu menjalankan peranannya sebagai seorang asisten bukan sebagai sahabat.
Akhirnya Candra duduk satu meja dengan Binar dan Adnan, dia sudah tidak ingin berdebat lagi dengan dua manusia yang bisa membuatnya kehilangan kesabaran. Jika sudah mulai berkelakar.
Binar berpikir apakah untuk membuat Candra duduk bersama harus menggodanya seperti ini atau harus membuatnya kehilangan kesabaran. Dia menghela napas dan berkata dalam hatinya begitu sulit untuk membuat Candra mematuhi perintahnya.
"Mengapa kau menghela napas, Sayang?" tanya Adam yang melihat binar menghela napas.
"Sungguh sulit membuat Candra menuruti perintahku! Apakah aku harus membuatnya geram terlebih dahulu?" balasku.
Adnan kembali terkekeh karena perkataan Binar, entah mengapa setiap kata yang keluar dari mulut Binar selaku membuatnya tergelak. Sedangkan Candra hanya bisa diam sembari menahan amarah karena gelak tawa Adnan.
"Hentikan tawamu itu, Sayang! Kau membuat sahabatmu itu marah!" kata Binar sembari mulai memilih menu makanan yang akan disantapnya.
Adnan pun menghentikan tawanya lalu dia mengatakan untuk segera menyantap makanan yang sudah tersedia. Mereka pun mulai menyantap makan malam tanpa banyak bicara dan kelakar.
"Apa ada yang kau perlukan lagi?!" tanya Candra pada Adnan setelah selesai menyantap makan malam.
"Tidak! Suruh saja para pelayan untuk merapikan tempat ini sebelum aku beristirahat!" jawab Adnan sembari beranjak dari duduknya lalu berjalan menuju balkon untuk menghisap sebatang rokok.
Candra pun beranjak dari duduknya lalu menekan sebuah tombol di dekat sofa. Tidak berapa lama ada yang mengetuk pintu kamar, dia pun berjalan mendekat pintu lalu membukanya. Ada dua orang pelayan yang sudah berdiri tegap.
Pelayan itu pun langsung diperintahkan oleh Candra untuk merapikan semuanya. Setelah semuanya rapi para pelayan itu pun pamit untuk undur diri, melihat semuanya sudah rapi. Candra pun pamit untuk kembali ke kamarnya untuk menyelesaikan semua pekerjaan yang belum terselesaikan lalu beristirahat.
Anda mungkin juga menyukai
Komentar Paragraf
Fitur komentar paragraf sekarang ada di Web! Arahkan kursor ke atas paragraf apa pun dan klik ikon untuk menambahkan komentar Anda.
Selain itu, Anda selalu dapat menonaktifkannya atau mengaktifkannya di Pengaturan.
MENGERTI