Unduh Aplikasi
0.92% You and My Destiny / Chapter 3: Dia yang berubah

Bab 3: Dia yang berubah

Pagi hari seperti biasa, Raka menjemput Arin untuk pergi ke sekolah. Ia menjemput Arin dengan motor sport merah miliknya.

Di sepanjang perjalanan, Arin mengungkapkan keinginannya untuk menjadi seorang foto model. Namun, Raka tidak setuju dengan keinginan Arin.

Bukan tanpa alasan jika Raka menolak keinginan kekasihnya itu. Raka hanya tidak mau Arin salah jalan agar bisa menjadi model.

Raka tau kalau Arin cukup berbakat. Tapi, banyak orang tidak tau bahwa menjadi model itu bukanlah hal yang mudah. Bakat dan kesempurnaan fisik saja tidak menjamin untuk menjadikan seseorang sukses menjadi seorang model.

"Aku nggak setuju deh kalau kamu jadi model," Ucap Raka sambil fokus mengendarai motor nya.

"Kenapa? Kamu kan tau dari dulu aku suka banget foto foto. Kenapa kamu nggak dukung keinginan aku? Aku kan selalu dukung keinginan kamu," decak Arin kesal.

Arin tampak sangat kecewa dengan keputusan Raka. Selama ini, ia selalu mengiyakan keinginan Raka. Tetapi, kenapa saat dirinya yang menginginkan sesuatu yang menjadi impian nya, Raka justru dengan tegas menolak nya.

"Nggak gitu, aku cuma nggak suka kalau kamu jadi model. Aku nggak suka kamu bergaya yang berlebihan nantinya," Raka berkata jujur apa yang ada dalam hatinya dia ungkapkan.

"Maksud kamu nantinya aku bakalan jadi model model yang nggak bener gitu? Iya? Kok kamu tega banget sih sama aku?" Tukas Arin dengan nada yang sedikit meninggi.

"Ya ampun, Rin. Aku nggak ada bilang kayak gitu, aku cuma kurang setuju aja intinya. Udah? Kamu nggak faham maksud aku?" Raka memelankan laju motornya.

"Terserah deh." pungkas Arin dan langsung terdiam tanpa kata.

Sepanjang perjalanan pun mereka tidak saling berbicara lagi. Keduanya saling mendiamkan diri satu sama lain. Hal seperti ini sering terjadi sebelumnya, dan tidak berlangsung lama sehingga tidak berlarut-larut ketika mereka sedang bertengkar karena berbeda pendapat.

Raka berfikir bahwa Arin akan sedikit meredakan rasa kecewanya karena keputusannya yang tidak mengizinkan Arin menjadi seorang foto model. Namun ternyata, Arin tak kunjung meredakan rasa kecewanya dan justru mengungkapkan nya kepada Marvel.

Arin mengirim pesan kepada Marvel,

"Vel...?"

"Ada apaan Rin? Tumben lo nge-chat gue? Chat kemarin aja nggak lo bales punya gue. Ada masalah ya?" Balas Marvel.

Arin sedikit mendengus sebal membaca balasan dari Marvel. Tetapi, saat ini ia benar-benar butuh tempat curhat. Jika ia curhat pada Elsa, kemungkinan besar Elsa akan mengatakan curhatan nya itu pada Raka.

"Iya iya sorry, gue lagi butuh temen curhat nih. Bisa nggak nanti pulang sekolah ketemu di cafe waktu itu?"

Jemari lentik itu terus mengetik sesuatu di benda pipih yang ada di genggaman nya.

"Oke, Gue bisa. Jam berapa lo pulangnya?"

"Sekitar setengah 5 baru keluar kelas gue. Gimana?"

"Oh gitu, yaudah ntar langsung gue tunggu di cafe nya aja ya. Nggak mungkin juga gue jemput lo kan ada Raka. Btw, dia nggak marah kalo tau lo mau ketemu gue?"

"Udah biarin aja deh, gue lagi males bahas dia. Kesel banget sama Raka gue."

"Yaudah deh oke. Sampai jumpa nanti aja deh kalo gitu."

"Oke. " Jawab Arin mengakhiri pesannya.

***

Sepulang sekolah, Raka menghampiri Arin berniat minta maaf dan mengantarkan dia pulang.

"Aku minta maaf ya, jangan ngambek terus dong. Aku kan kayak gini karena aku sayang sama kamu Rin. Kamu jangan salah faham gitu," Raka berusaha menenangkan Arin.

"Iya," Arin menjawab tanpa memperhatikan Raka.

Gadis itu masih marah dan kesal dengan pacarnya. Memandang Raka pun serasa ingin mencabik-cabik wajahnya. Ya, memang se kesal itu Arin pada Raka.

"Masih marah? Ayo, aku anterin pulang," Ajak Raka sambil memegang tangan Arin.

"Nggak usah, aku mau pulang sendiri aja. Aku udah pesan taxi online. Nggak enak kalo di cancel. Kasihan," Arin menolak dengan nada ketus.

Gadis itu menarik perlahan tangannya untuk melepaskan genggaman tangan Raka. Sedangkan Raka hanya tersenyum kecut dengan perlakuan dari pacarnya itu. Ia masih bisa memahami kalau pacarnya itu masih marah padanya.

Pikir Raka, Arin perlu waktu untuk mengerti apa yang dia maksud melarang nya untuk tidak menjadi seorang foto model. Karena Raka tidak mau nantinya Arin menjadi berubah. Dia ingin Arin tetap menjadi seorang yang sederhana dan tidak banyak tingkah seperti waktu pertama mereka kenal.

"Yaudah kalau gitu. Aku pulang duluan ya? Kamu beneran nggak mau di anterin?" Raka bertanya sekali lagi meyakinkan pilihan Arin.

"Iya, udah sana kalau mau pulang ya pulang aja duluan. Tuh taxi nya udah dateng. Aku pergi dulu." Pungkas Arin.

Tanpa basa basi lagi Arin langsung masuk taxi tanpa menunggu jawaban dari Raka.

Raka masih memaklumi perasaan Arin. Jadi dia masih membiarkan Arin seperti itu dulu tanpa khawatir hal itu akan membuat hubungan mereka menjadi renggang. Arin pun sesuai janjinya menemui Marvel di cafe yang waktu itu mereka pernah bertemu sebelumnya.

Terlihat Marvel sudah menunggunya duduk sendiri di tempat yang paling ujung cafe tersebut dan masih menggunakan seragam sekolahnya.

"Udah lama ya? Sorry..." Ucap Arin yang tiba tiba dari belakangnya.

"Eh, udah dateng? Enggak, baru 15 menit an lah gue di sini, santai aja. Mau pesen apa? biar gue yang pasan,"

Marvel memanggil waiters cafe. Sepasang matanya sibuk membaca menu dan sesekali melirik Arin yang kini duduk di depannya.

"Terserah deh, lagi nggak mood," sahut Arin sambil menyangga pipi kiri nya.

"Kenapa sih? Cerita aja sama gue kali aja ada solusinya. Masalah Raka ya?" Tanya Marvel sambil menatap wajah Arin yang duduk di depannya itu.

"Iya," sahut nya.

Gadis itu mendengus pelan. Mengambil nafas dalam-dalam dan menghembuskan nya secara perlahan.

Setelah itu, Arin menatap Marvel. Sedangkan Marvel menaikkan sebelah alisnya penasaran.

"Jadi gini, gue tuh pengen banget jadi foto model. Dari dulu gue suka banget foto, tapi si Raka nggak ngedukung gue. Kan kesel! Padahal apapun yang pengen dia lakuin tuh selalu gue dukung. Heran gue sama dia, egois banget," oceh Arin yang sudah tidak bisa menyembunyikan rasa kekesalannya pada Raka.

"Wah, tega banget sih tu anak. Masa pacar sendiri mau berkembang nggak di boleh in parah banget tuh. Bener kata lo kalau dia egois," sahut Marvel sengaja membuat Arin semakin panas dan kesal dengan Raka.

"Ya terus gimana? Gue juga gak tau kenapa sih dia kekeh banget nggak nge-bolehin gue jadi foto model. Apa salahnya coba? Orang gue nggak jadi foto model seksi atau yang gimana gimana gitu," Geram Arin mengeluarkan seluruh keluh kesahnya.

"Udah sabar aja. Tapi kalo gue jadi lo, ya gue perjuangin apa yang jadi cita cita gue," tutur Marvel yang sok bijaksana. Ya, tujuannya hanya satu. Yaitu memanfaatkan keadaan.

Cowok itu tersenyum miring melihat Arin yang tertunduk lemas. Benar-benar kecewa dengan keputusan Raka.

"Inget ya Rin, cinta boleh tapi ya nggak harus mengorbankan segalanya. Apalagi hal yang bikin lo bahagia," sambung Marvel.

Arin menautkan kedua alisnya dan berpikir sejenak. "Lo bener juga ya," sahutnya.

Sesaat kemudian, Arin tersenyum lebar tanpa alasan.

"Gue pikir lo tuh jahat banget ya, Vel. Ternyata lo nggak seburuk yang gue pikir," ucap Arin sambil menepuk pundak Marvel.

"Makanya, jadi orang jangan nuduh yang jelek dulu. Kan lo belum kenal dekat sama gue, gue tuh orangnya baik banget tau," Ucapan Marvel membuat Arin tersenyum lagi dan berfikir bahwa Marvel benar-benar tidak seburuk yang terlihat di matanya.

Karena kejadian tersebut, Arin dan Marvel menjadi semakin dekat. Di sela sela waktu saat Raka sedang sibuk dan tidak menemani Arin , Marvel lah yang menemani Arin kemanapun dia pergi. Arin pun merasa kalau Marvel lebih baik dari Raka karena Marvel lebih mendukung cita cita dan keinginan Arin.

Sedangkan Raka yang belakangan ini di sibukkan dengan olimpiade matematika tingkat nasional itupun tidak mengetahui kedekatan pacar nya dengan musuhnya sendiri.

***

Suatu hari, Arin dan Raka jalan bersama di hari Minggu. Jarak di antara keduanya semakin renggang karena kesibukan Raka yang benar-benar tidak bisa di tinggalkan.

Sebenarnya Arin sedikit mempermasalahkan itu, tetapi mau bagaimana lagi? Itu sudah menjadi rutinitas Raka akhir-akhir ini. Hingga akhirnya gadis itu menyerah untuk meminta Raka meluangkan waktu untuk nya.

"Maaf ya, akhir akhir ini aku sering ninggalin kamu," ucap Raka meminta maaf kepada Arin.

"Nggak apa-apa, aku tau kamu sibuk sama olimpiade matematika kamu," sahut Arin tampak tidak perduli dengan Raka dan gadis itu masih sibuk dengan ponselnya.

Arin sedang berkirim pesan dengan Marvel, dan itu sudah dia lakukan selama 2 Minggu belakangan ini.

Awalnya sedikit canggung mengingat Marvel adalah musuh bebuyutan kekasih nya. Tapi, semakin hari Marvel semakin mengasyikan bagi Arin. Dan selama ini hanya Marvel yang menemani Arin ketika rasa bosan sedang melanda dirinya.

"Kamu tuh sibuk ngapain sih? Merhatiin hp kamu terus dari tadi," tanya Raka penasaran dengan siapa Arin berkirim pesan.

"Nggak ada, aku cuma lagi WhatsApp an aja sama Elsa. Udah deh kamu tuh kenapa jadi sensi banget sih, Ka? Aku aja yang tiap hari kami tinggalin biasa aja," ketus Arin yang semakin cuek pada Raka.

"Kamu mulai berubah ya, Rin. Aku gak tau kenapa, tapi aku ngerasa kalo kamu itu udah nggak kayak Arin yang dulu lagi," lirih Raka sambil memandang Arin yang benar-benar masih sibuk dengan ponselnya.

Gadis itu bahkan sama sekali tidak menggubris perkataan dari sang pacar.

Raka menghela nafasnya pasrah. Ia tau bahwa keputusan nya benar-benar egois. Tapi, apa Arin benar-benar akan semarah ini padanya?

"Apa kamu semarah itu sama aku karena aku nggak ngebolehin kamu jadi model. Itu kan juga demi kebaikan kamu sendiri Rin, karena jadi model itu juga nggak mudah," Ucap Raka dalam hati yang di penuhi dengan tanda tanya apa yang sebenarnya terjadi pada sikap Arin yang berubah menjadi dingin dan cuek padanya.

***

Hingga suatu sore hari, Raka datang kerumahnya Arin berniat untuk mengajaknya jalan-jalan. Tapi, ART di rumah Arin bilang bahwa Arin tidak ada di rumah. Raka pun mencoba menghubungi Arin, tapi tidak ada Jawaban dari nya. Ia pun pulang.

Saat dalam perjalanan ia melihat Arin duduk berdua bersama dengan Marvel di sebuah bangku taman. Mereka terlihat sangat mesra saat Marvel memegang tangan Arin. Ternyata, Marvel sedang mengungkapkan perasaannya kepada Arin. Dan berniat menjadi pacarnya walaupun saat itu Arin masih berstatus pacar Raka.

"Arin? Marvel? Ngapain kalian berduaan disini?" Tukas Raka yang terkejut mendapati pacarnya berduaan dengan musuhnya sendiri.

Kedua bola mata Raka melotot sempurna ketika melihat tangan Arin dan Marvel saling bergandengan.

"Dan lo ngapain pegang pegang tangan cewek gue? Lo nyari masalah sama gue?" tukas Raka lagi pada Arin dan Marvel yang sedang berduaan itu.

Raka berada di puncak emosinya karena melihat orang yang dia sayang bermesraan dengan musuhnya sendiri. Ia tanpa pikir panjang langsung memukul wajah Marvel.

"Raka. Kamu apa apaan sih?" Arin membangkitkan Marvel yang terjatuh karena pukulan keras dari Raka.

"Arin? Kamu belain Marvel?"

Raka seakan tak menyangka Arin akan melakukan hal itu.

***


next chapter
Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C3
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk