Unduh Aplikasi
57.14% Turnover Tactics / Chapter 4: Pulang

Bab 4: Pulang

 Rein merebahkan wajahnya di meja setelah beberapa kali melawan Imron. "Aku menyerah ..." Ia melepaskan genggaman kartunya sehingga memperlihatkan sisa kartu di tangannya pada Imron. 

 Imron melirik pada kartu tersebut. "Walah garnetnya ke tangan lagi."

 Rein mengangkat kembali kepalanya. "Garnet?"

 Imron menunjuk ke salah satu kartu. "Kartu mati. Tuh, Salamangreat Sanctuary."

 "Hah ..." Rein menghela nafasnya. "Andai kamu itu handtrap."

 "Sama saja sih misal itu handtrap." Imron melemparkan kartu Called By The Grave yang ada di tangannya. Kartu tersebut bisa membatalkan disrupsi yang Rein berikan padanya.

 "Tcih." Rein sedikit kesal ketika melihatnya.

 Genta menepuk punggung Rein. "Katanya baru main kemarin, tapi kau sudah cukup ahli bermain Mathmech Rein!"

 Cruz mengangguk setuju sambil melipat tangannya. "Ya. Memang Imron terlalu beruntung saja dari tadi."

 "Yah ... Aku menghabiskan waktu semalaman mempelajari decknya sih ..."

 Septiner melirik ke arah Rein sesaat dan kembali menjelajah media sosialnya tanpa berkata apapun. 

 Reka bertepuk tangan dengan meriah sambil tersenyum lebar. "Bagaimana? Rein cocok kan?"

 Imron merapihkan kartunya yang berserakan. "Ya. Lagipula turnamennya masih beberapa bulan lagi. Ada cukup waktu baginya untuk belajar."

 "Jika sehari belajar saja bisa begini, coba bayangkan bagaimana jika 2 bulan?" tanya Gane dengan penuh semangat. 

 "Sudah jelas dia layak untuk ikut," tambah Cruz. 

 Rein tertawa kecil sambil menggaruk kepalanya. "Kupikir kalian mengajakku turnamen saat ini juga ..."

 Reka meletakkan tangan kirinya di pinggang sambil menatap Imron. "Haha, memang seperti itulah Imron. Ia suka menggoda."

 Imron menatap balik Reka. "Tentu saja aku tidak sejahat itu untuk memberikan Shock Therapy pada anak baru."

 "Tapi kau ingin kan?" sahut Septiner sambil membuka sebuah halaman web pada ponselnya. 

 "Diam kau, jangan buka kartu." Saat melihat halaman web yang dibuka oleh Septiner, Imron teringat sesuatu.

 "Oh iya Rein."

 "Ada apa?"

 Imron membuka ponselnya dan memperlihatkan halaman web yang sama dengan Septiner pada Rein. "Kau tahu kalau Yu-Gi-Oh bisa disimulasikan dalam web? Dengan ini, kau bisa latihan bahkan dengan orang lain kapanpun kau mau."

 Genta menjentikkan jarinya. "Betul juga! Dengan itu, Rein bisa lebih mudah berlatih."

 Rein memperhatikan halaman web yang ditunjukkan padanya. "Dueling Book? Akan kucoba di rumah nanti. Terimakasih!"

 Setelah menutup kembali ponselnya, Imron bertanya pada Rein. "Jadi bagaimana? Kau tertarik untuk ikut?"

 Rein berpikir sebentar. "Hmm, tapi aku sedikit ragu ..."

 Reka menepuk bahu Rein. "Ayo ikut saja, tak usah malu-malu."

 Cruz tertawa. "Haha, ya! Kami akan mengajarimu sampai kau menjadi ahli dan layak untuk ikut turnamen."

 Genta mengangguk. "Betul! Kami butuh anggota tim yang kuat untuk mengalahkan mereka!" Genta menengok ke arah Septiner. "Betul kan Septi?"

 Septiner menjawab sambil tetap fokus pada ponselnya, "Terserah saja. Aku tak peduli dengan mereka ataupun drama tersebut."

 Genta mengerutkan dahinya. "Eh ... Tidak asik sekali."

 "Kalian saja yang terlalu terbawa suasana."

 Rein menengok ke arah Imron. "Mereka?Drama?"

 Imron mengangkat kedua alisnya. "Yap, drama yang cukup lucu kalau diingat."

 Rein menatap Reka. "Drama apa?"

 "Yah ..." Reka menarik nafas. "Kapan-kapan saja kuceritakan. Terlalu banyak orang yang tidak kau kenal dalam ceritanya."

 "Ah ... Baiklah."

 Tiba-tiba Genta memasang playmatnya. "Kalau begitu kita lanjut saja mainnya!"

 Cruz juga ikut mengeluarkan playmatnya. "Kami juga mau berduel dengan Rein."

 Septiner melihat jam di ponselnya. "Masih ada waktu banyak. Tak ada salahnya kau berlatih lebih banyak."

 Reka mendekati Septiner dengan cepat. "Eeeh? Kau tidak mau ikut?"

 Septiner menggelengkan kepalanya. "Tidak perlu."

 "Eeeh? Kenapa?" Reka berpindah ke sebelah kiri dan kanan Septiner. 

 "Kenapa? Kenapa? Kenapa? Kenapa?" Reka terus mengulangi pertanyaannya di telinga kanan dan kiri Septiner. 

 Septiner akhirnya menyerah dan menutup ponselnya. "Baiklah, aku akan ikut!" Ia mengeluarkan playmat dari tasnya. "Tapi sekali saja ya!"

 "Nah, begitu dong!" Reka bertepuk tangan atas kekalahan Septiner. 

 "E-eh ..." Rein tak bisa berkata apapun setelahnya. Ia mau tak mau setuju untuk berduel dengan mereka semua sampai acara gathering selesai.

 Imron tertawa kecil. "Semoga beruntung kawan."

 Seharian Rein berduel dengan mereka semua secara bergantian. Terkadang mereka juga berduel satu sama lain sambil menunggu giliran untuk berduel dengan Rein hingga acara selesai. Setelah acara selesai pada sore hari, mereka merapihkan kartu dan playmat lalu keluar bangunan untuk berpamitan satu sama lain. Imron meminta informasi kontak Rein dan memasukannya ke dalam grup obrolan mereka.

 "Rayzen Yu-Gi-Oh?" tanya Rein sambil memastikan bahwa ia dimasukan ke grup yang benar.

 Rika melirik ke arah ponsel yang dipegang Rein. "Ya, betul itu."

 "The one and only baby!"  tambah Imron.

 Karena tempat tinggal mereka berjauhan, Imron hanya bisa memberikan beberapa informasi mengenai tempat yang bisa dikunjungi untuk mencari lebih banyak informasi tentang Yu-Gi-Oh, termasuk beberapa situs web yang ia rekomendasikan.

 "Rein." Imron memberikan kepalan tangannya untuk melakukan tos sebelum mereka berpisah. "Dua bulan lagi."

 Rein membalas tos tersebut sambil mengangguk. "Aku akan berlatih sampai waktunya tiba."

 "Kalau ada sesuatu, tanyakan saja langsung pada kami." Imron melepas tos mereka lalu berjalan bersama Genta, Cruz, dan Septiner.

 Rein mengangguk. "Tentu saja!"

 "Sampai jumpa semuanya!" Reka melambai pada mereka berempat, dan mereka juga membalas lambaian tangan Reka dengan ciri khasnya masing-masing.

 Reka kemudian menatap Rein. "Mau langsung pulang?"

 Rein balik menatapnya. "Memangnya kau mau main dulu?"

 Reka melihat jam sambil berjalan keluar dari area gathering. "Sepertinya makan sore saja."

 Rein mengikutinya dari belakang. "Mau makan dimana?"

 "Foodcourt dekat stasiun saja."

 "Oke."

 Seperti saat berangkat, Rein dan Reka pulang menggunakan kereta lagi. Karena Reka tidak memesan tiket pulang, mereka harus mengantri terlebih dahulu untuk membeli tiketnya. Di dalam kereta, Reka memeriksa berbagai foto yang ia ambil sebelumnya. Rein mengintip dan ikut melihat foto-foto tersebut. 

 "Banyak sekali fotonya ..." ucap Rein.

 Reka menggeser-geser layar ponselnya untuk melihat semua foto yang ia ambil. "Tentu saja. Ada banyak momen yang harus diabadikan."

 "Oh, itu saat Imron di lockdown oleh Septi kan?" tanya Rein saat melihat sebuah foto.

 Ia melihat foto dimana Imron yang terlihat frustasi, sementara Septiner tetap tenang dan dengab senyum dinginnya yang cukup menyeramkan. 

 Reka tertawa. "Hahaha, iya benar. Ia terkunci total melawan Fossil Dyna. Ia jadi tidak bisa melakukan special summon karena kartu itu."

 Setelah menggeser lagi, ia menemukan foto yang terdapat Rein di dalamnya. "Nah, ini kamu!" Reka memperbesar foto yang ia ambil agar Rein lebih terlihat. 

 "Ohhh, ini saat Genta ku Nibiru."

 Reka mengangguk. "Ya, tapi setelah itu kau kena Maxx "C" dan di Nibiru balik olehnya."

 "Ahaha ..."

 "Lihat ini lagi!" Reka menunjukkan foto saat Rein berduel dengan Cruz. "Kau kena full combo Naturia Runick."

 Rein menghela nafasnya. "Hah ... Entah kenapa Archetype seperti itu dibuat. Rasanya Runick memang diciptakan untuk membuat kesal lawannya ..."

 Reka terus menggeser layarnya, melihat semua foto yang ia ambil. Kebanyakan fotonya merupakan momen acak, tapi ada juga beberapa foto selfie dirinya dengan latar belakang mereka yang sedang berduel. Meski ia adalah gadis yang penuh energi, ia terlihat sangat elegan dan cantik di tiap selfie yang diambilnya.

 Ia menjadi lebih fokus memperhatikan fotonya ketika Rein berada di dalam sana. Ia sesekali tersenyum ketika melihat ekspresi Rein yang ia abadikan dalam sebuah foto. Melihat berbagai ekspresi Rein yang kesal, sedih, kecewa, bahagia, dan lainnya membuat Reka sangat senang. 

 Setelah terus menggeser, akhirnya ia tiba di foto-foto terakhir dimana mereka semua berada di dalam satu frame dengan berbagai pose mulai dari formal, normal, hingga "unik".

 Rein membuka ponselnya. "Kirimkan foto yang ramai-ramai itu dong."

 "Tunggu dulu." Reka menutup galeri ponsel dan membuka kameranya. "Ada satu foto yang kurang hari ini." Ia menggandeng lengan Rein dan mengangkat ponselnya keatas. 

 "Eh?" Mengetahui akan difoto, Rein refleks untuk berpose seadanya dengan pose dua jari andalannya. 

 Reka mengedipkan sebelah matanya sambil tersenyum manis. "Say cheeseee!"

 Rein juga ikut tersenyum. "Cheese!"

 Setelah melalui perjalanan pulang yang cukup jauh, mereka akhirnya sampai di food court dekat stasiun yang sebelumnya menjadi tempat sarapan Rein. Mereka membeli beberapa makanan sebelum melanjutkan perjalanan pulang ke rumah. Reka membungkus beberapa potong kue yang bermacam-macam, sedangkan Rein memilih untuk makan di tempat. 

 "Sudah mau selesai kan makannya?" tanya Reka sambil membuka aplikasi taksi online. 

 Rein menelan makanannya dan minum. "Sebentar lagi. Pesan saja dulu."

 "Sudah."

 "Oh iya." Rein menatap Reka. "Besok kau datang lagi?"

 Reka tertawa. "Haha, kau sudah kangen denganku? Aku belum kemana-mana loh."

 "Yah, bukan begitu-"

 "Besok aku datang lagi kok," jawab Reka sebelum Rein meneruskan kata-katanya.

 "Jadi apa yang besok akan kita lakukan?"

 Reka berpikir sebentar. "Aku juga belum tau bagusnya apa. Mungkin nanti malam kita akan tanya yang lainnya lagi. Kau sudah masuk ke dalam grup kan?"

 Rein mengangguk. "Tadi kan kau lihat."

 "Baiklah, sekarang kau habiskan saja makanannya dan ayo kita pulang."

 Setelah selesai makan, mereka berdua langsung menuju ke taksi online yang telah dipesan oleh Reka. Ia telah mengatur pesanannya agar mengantarkan mereka ke rumah Rein lebih dulu sebelum ke rumahnya karena rumah mereka satu arah. 

 Perjalanan pulang akhirnya selesai beberapa saat kemudian. Rein membuka pintu mobil setelah mereka parkir di depan apartemennya. "Sampai besok Reka. Terimakasih untuk hari ini."

 Setelah pintu ditutup kembali oleh Rein, Reka membuka jendelanya. "Sampai besok Rein!" Ia melambai pada Rein sembari mobil kembali berjalan.

 Rein balik melambai padanya sambil tersenyum. "Aku menunggumu!" Ia terus melambai pada Reka sampai mobilnya tak terlihat lagi. 

 Saat berbalik badan untuk berjalan masuk, Rein merasakan sesuatu yang sangat-sangat berbeda hari itu "..." Ia sampai tak bisa berbicara karena perlu memproses hal tersebut.

 Ia berjalan sambil mengepalkan kedua tangannya. "Apakah aku ... Pernah merasakan ini sebelumnya?"

 Di dalam mobil, Reka tertawa kecil sambil melihat-lihat kembali foto yang ia ambil. Ia tak ragu untuk memperbesar beberapa foto untuk memperjelas gambaran Rein sambil berbicara sendiri dengan suara kecil. "Kau pasti sudah merasakannya kan, Rein?"

 Galeri foto digeser olehnya sampai ia menemukan fotonya dengan Rein di kereta. "Selama ini, kau hanya memerangkap dirimu sendiri dan menjauhkan segalanya. Kau mematikan dirimu sendiri. Kau telah lupa dengan yang namanya kebahagiaan."

 Ia mengatur foto tersebut menjadi wallpaper, dan menjadikan foto ramai-ramai mereka sebagai foto lockscreen ponselnya. "Sebentar lagi, aku pasti akan melihatmu tersenyum dengan tulus, dan menghilangkan senyum palsumu itu untuk selamanya."

 Setelah mematikan ponselnya, ia menatap ke luar jendela sambil tersenyum manis. "Karena melihatmu bahagia, adalah keinginan terbesarku!"

 Sang supir mendengar semua monolog Reka. Ia hanya tersenyum dan memaklumi hal tersebut. "Indahnya cinta masa muda ..."


next chapter
Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C4
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk