Unduh Aplikasi
100% Tongkrongan Tengah Malam / Chapter 5: Pelakunya Bukan Mbak Kunti?

Bab 5: Pelakunya Bukan Mbak Kunti?

Malam itu, lagi-lagi Pak Fajar bermimpi buruk. Ia mengira setelah sekian lama, akhirnya ia bisa bebas dari teror murid didiknya. Setelah kejadian lima tahun lalu, Pak Fajar kerap kali bermimpi didatangi sesosok perempuan berambut panjang berwarna merah. Wajah perempuan itu hancur, dan Pak Fajar dapat mencium bau darah pekat.

Beberapa kali dalam seminggu, ia memimpikan sosok itu. Semuanya terasa nyata, mulai dari bau darah, hingga rintihan tangis dan sendunya. Setiap kali mimpi itu datang, pada pukul 03.00 subuh, ia akan bangun dengan badan basah karena keringat, jantung berdebar, dan nafas ngos-ngosan.

Ia pikir setelah empat minggu tidak memimpikan sosok itu, pak Fajar bisa tidur dengan tenang. Kenyataannya tidak demikian. Entah mengapa, lagi-lagi perempuan merah itu datang merintih padanya, dengan wajah hancur penuh belatung.

"Sialan! Kenapa lagi-lagi datang sih! Ini semua pasti gara-gara bocah tengik itu!" gerutu Pak Fajar, ia mengingat Bayu yang tadi siang tiba-tiba datang ke rumahnya.

"Ada apa pak? Mimpi buruk lagi?" Sebuah suara menjawabnya, istri Pak Fajar nampaknya sadar bahwa lagi-lagi suaminya bermimpi buruk. "Ya ampun pak, bajunya basah kuyup." Katanya.

"Lagi-lagi aku mimpi buruk buk. Aku kira udah selesai sejak sebulan lalu, tapi gara-gara tadi siang ada anak dari kampus, aku langsung keinget lagi." Jawab Pak Fajar pelan, ia tidak ingin menunjukan sisi buruknya tadi pada sang istri.

"Istighfar pak, ayuk kita shalat subuh dulu, sambil nanti baca ayat kursi." Jawab sang istri. Pak Fajar mengangguk.

***

Di tempat dan waktu berbeda, bayu kembali bertemu dengan Mbak Kunti, dan menceritakan pengalamannya bertemu dengan Pak Fajar. Mbak Kunti terlihat sedih ketika ia tahu kalau Pak Fajar lagi-lagi menolak karya Bayu yang merupakan perpanjangan tangan darinya.

"Dari info salah satu warga disana, aku dengan Pak Fajar mulai berubah setelah kematianmu. Aku juga mendengar kalau dia dihantui. Apakah benar Mbak?" Tanya Bayu.

"Bukan!" Bentak Mbak Kunti Tegas. "Aku memang marah dan membencinya, tapi sampai merubah sifatnya seperti itu, aku tidak dapat melakukannya!" jawabnya.

"Kenapa bisa begitu Mbak? Bukannya Mbak sudah jadi hantu yang bisa pergi kemana saja?" tanyaku.

"...Penyesalanku, sesungguhnya bukan pada Pak Fajar..." jawab Mbak Kunti. "Memang aku ingin lulus waktu itu, tapi penyesalanku yang paling besar adalah mengapa aku melompat dari gedung pada waktu itu."

Mbak Kunti kemudian mencurahkan isi hatinya. Ia menyesal pada keputusannya, yang mengira kematian akan mendatangkan kebebasan. Terjebak dalam wujud tanpa raga, Mbak Kunti masih memiliki emosi, dan ingatannya, termasuk kecemasan yang selalu menghantuinya di masa lalu.

Ia menceritakan bahwa beban di hatinya justru semakin berat ketika ia menghadapi orang-orang terdekat, yaitu orang tua dan teman dekatnya.

"Ketika kamu menawarkan bantuanmu... Sesuangguhnya aku tidak benar-benar menginginkannya Bay... Tapi aku jadi tergugah sama tekadmu yang serius itu. Kamu kok baik banget sih?"

"Ah bisa aja mbak..." aku justru tersipu mendengar kata-kata Mbak Kunti. "Eeeh, yang paling penting, kalau Mbak Kunti bukan pelakunya? Apa yang bikin Pak Fajar paranoid gitu?"

"Bukankah seharusnya kamu sudah tahu Bay?" jawab Mbak Kunti.

Dengan hal yang aku ketahui saat ini, satu-satunya jawaban dari sikap Pak Fajar adalah kehadiran arwah yang memiliki tujuan yang jahat.

***

Beberapa minggu setelah kejadian tersebut, aku kembali ke rumah Pak Fajar. Masih dengan sambil membawa essay yang sudah aku revisi beberapa kali untuk memastikan hasilnya. Sambil menarik nafas mengumpulkan keberanian, aku membunyikan pagar besi rumah tersebut.

"Selamat siang Pak Fajar... Permisi!" Aku berseru kencang.

Dari balik tirai yang tertutup tersebut, aku bisa melihat gerakan. Sepertinya memang ada orang di rumah.

Tiba-tiba pintu terbuka lebar, tidak seperti sebelumnya dimana Pak Fajar terlihat tertutup, kali ini ia keluar sambil menunjukan wajah marah.

"Kamu! Lagi-lagi kamu ya! Sudah kubilang pergi dari sini!" bentak Pak Fajar yang membuatku kaget.

"Tenang dulu pak! Saya cuma mau berbicara sebentar!" Aku melangkah mundur karena tidak menyangka Pak Fajar akan bertindak seperti ini.

Sebuah aura menyesak yang sangat kental keluar dari rumah dan seluruh tubuh Pak Fajar. Saking menyesaknya, mata batinku melihat aura tersebut seperti kepulan asap. Entah apa yang Pak Fajar hadapi, hal ini jelas-jelas menghisap energi batinnya.

"Bicara!? Nggak ada bicara-bicara! Aku sudah nggak ada urusan sama kampus, sama mahasiswi itu, bahkan sama kamu juga! Pergi kamu!" Bentak Pak Fajar lagi.

RAAAAARRRRGGHHH!!!

Sebuah suara memenuhi kepalaku setelah Pak Fajar berteriak, tidak salah lagi, suara ini berasal dari roh jahat yang sekarang sedang berdiam di rumah dan diri Pak Fajar.

"Pak. Saya tahu apa yang sedang terjadi sama bapak sekarang. Mohon dengarkan saya dulu pak!"

Pak Fajar yang masih terlihat marah mendengus, ia bernafas seperti kuda yang baru saja selesai lomba pacuan. Di belakang kepala Pak Fajar, asap merah tadi berkumpul, dan kini aku bisa melihat wujud arwah jahat itu.

Arwah itu mengenakan kain daster berwarna putih bersih, dan memiliki rambut hitam panjang. Namun sosok itu bukan Mbak Kunti. Tubuh sosok itu adalah daging berlendir dengan tangan yang menyerupai penghisap. Wajah arwah tersebut adalah lubang dengan gigi-gigi tajam yang tidak beraturan, lendir juga menetes dari sana.

Aku bisa menyimpulkan bahwa 'lintah' inilah yang sedari dulu menghisap energi batin milik Pak Fajar.

"Sudahlah! Aku tidak peduli lagi! Jangan pernah kamu kembali lagi!" Bentak Pak Fajar untuk terakhir kali, Ia berbalik dan beranjak masuk rumah. Namun aku tidak memberi kesempatan kedua, baik untuk Pak Fajar atau si arwah itu.

Untungnya, pagar di rumah Pak Fajar digembok. Aku membuka besi pengait pagar tersebut, mendorongnya dan berlari menerjang Pak Fajar.

Bagi orang lain, aku akan terlihat seperti seorang anak muda yang menyerang orang tua, tapi toh aku tidak peduli. Tangan kananku mencengkeram sosok arwah tersebut, kemudian sekuat tenaga, aku menariknya ke belakang.

RAAARAEARARAGAHRGAH! Sekali lagi, geraman aneh arwah itu mengisi kepalaku. Aku membanting arwah tersebut ke lantai, seperti berkelahi dengan makhluk fana, aku mencekik lehernya dengan kedua tanganku. Rasa lengket serta dingin dari lendir tersebut bisa kurasakan dengan jelas, dan geraman menyeramkan itu berusaha memenuhi kepalaku hingga hampir pingsan.

***

Dari sudut pandang lain, Pak Fajar melihat ke arah bocah yang sebelumnya ia cerca. Dikiranya kalau si bocah akan menghajar atau memukulnya, tapi kini bocah itu terbaring di tanah, menggeliat-geliat seperti cacing kepanasan.

Suara-suara erangan aneh keluar dari mulutnya, hingga kemudian, tubuh bocah tersebut berhenti pada posisi seperti sedang mencekik orang lain. Kedua tangannya mencengkeram udara kosong, ia masing mengerang—erang dengan menyeramkan, tapi itu semua tidak ada apa-apanya dibanding mata si bocah.

Pupil matanya berputar ke atas, hanya warna putih mata, serta urat-urat pembuluh darah yang terlihat dari sana.

Beberapa saat kemudian, satu erangan besar keluar dari mulut si bocah, ia agak terlempar ke belakang, dan jatuh tersungkur dengan wajah menghadap ke atas.

Bocah tersebut ngos-ngosan, keringat bercucuran dari mukanya, dan rambutnya acak-acakan. Ia seperti baru saja melewati sebuah pertarungan besar. Entah karena kuatir, atau ada sesuatu dorongan lain, Pak Fajar bertanya padanya.

"Kamu tidak apa-apa?"


next chapter
Load failed, please RETRY

Bab baru akan segera rilis Tulis ulasan

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C5
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk