Dengan memiliki koneksi yang bernama "Orang Dalam." Karir atau jalan yang ditempuh oleh seorang Manusia akan terasa mudah. Terlebih sang "Orang Dalam" mengenal dirimu dengan begitu baik, serta dirimu memiliki sifat, dan akhlak yang bagus. Sehingga "Orang Dalam" akan membantumu agar jalan yang tengah kau lalui atau posisi yang sedang diincar dalam karir akan semakin mudah.
Karena status Violet Rosenbluth merupakan anak tiri dari Kanselir Leopold. Sehingga Vivi bisa mendapatkan salah satu pekerjaan yang dia inginkan, yaitu menjadi seorang Polisi. Vivi ini merupakan Perempuan yang tersesat di sebuah perjalanan yang bernama kehidupan. Di mana dia gagal dalam tes masuk Polisi tetapi diterima dalam tes masuk Tentara. Walaupun awalnya Vivi merasa tidak nyaman sebagai Tentara, tetapi dia cukup menikmatinya. Dengan statusnya sebagai anak tiri dari Kanselir Leopold dan atas permohonan dari Countess Simone van den Bosch yang merupakan istri kedua Kanselir Leopold, yang juga merupakan ibu tirinya. Membuat Vivi bisa dimutasi ke Dunia Kepolisian. Kebetulan juga, Kepolisian Brandenburg membutuhkan seorang perempuan yang memiliki kemampuan yang tinggi serta keberanian yang besar. Sehingga akhirnya Vivi bisa mengejar impiannya sebagai seorang Polisi.
Vivi terlihat begitu bahagia menjalankan hari pertamanya bertugas sebagai seorang Polisi. Terlebih saat ini, Vivi sedang bersantai setelah selesai bertugas dengan mengunjungi sebuah bar. Penampilan Vivi terlihat layaknya anak muda pada umumnya. Di mana dia mengenakan kaos pendek berwarna gelap dan celana jeans pendek di atas lutut. Vivi terlihat begitu keren dengan rambut merahnya yang dipotong pendek, mengikuti ibu tirinya, Countess Simone van den Bosch.
"Sepertinya aku baru melihatmu, Nona," kata seorang Barista berbadan tinggi besar, berkulit cokelat, dan berkepala botak memerhatikan Vivi yang tengah nongkrong sambil merokok sehabis meminum segelas bir.
"Yah, kebetulan aku habis selesai kerja dan ingin bersantai di sini. Kebetulan besok aku dapat sift siang. Jadi aku ingin bersantai di sini," balas Vivi dengan wajah yang sedikit memerah.
Di pojok bar tersebut, terlihat beberapa orang yang terdiri dari tiga orang Laki-laki, dan dua orang perempuan. Salah seorang lelaki berkulit putih, berambut tipis berwarna pirang, dan bermata biru cerah tengah memperhatikan Vivi dengan seksama. "Perempuan itu terlihat cukup anggun juga. Berambut pendek berwarna merah dan bermata biru. Dia benar-benar perempuan idamanku," gumamnya.
Vivi telah menghabiskan sebotol wine sampai habis tak tersisa, sementara empat orang lelaki yang lainnya masih belum menghabiskannya. Orang-orang di bar bertepuk tangan keras mengapresiasi Vivi yang meminum sebotol wine.
Vivi memiliki sisi kelam, di mana dia sering meminum alkohol. Walaupun Vivi terlihat sedikit mabuk, tetapi akal, dan pikirannya masih sadar.
Vivi berjalan sedikit sempoyongan setelah puas berpesta di bar tersebut. Walaupun dia berjalan sedikit sempoyongan, tetapi dia masih dalam kondisi sadar. Mengingat Vivi pernah mengikuti pelatihan Pasukan Elit, di mana dia harus berenang melintasi terusan Hamburg, dan berlari sejauh dua puluh lima kilometer dalam keadaan mabuk.
Suasana yang sepi dan dingin di malam hari terasa begitu mencekam. Vivi mendadak berhenti ketika, ada lima orang yang berjalan mengikutinya. Walaupun Vivi tidak menengok ke arah belakang. Dia tahu bahwa dia tengah diikuti. Sebagai mantan Tentara dan juga anak tiri seorang Wizard. Vivi telah dilatih kemampuan indera pendengarannya dengan baik, sehingga dia tahu bahwa dia sedang diikuti.
"Aku tahu kalian ada di belakangku sejak keluar dari Marais Bar," kata Vivi dengan suara yang agak berat.
Lelaki berkulit putih, berambut tipis berwarna pirang, dan bermata biru cerah itu terkekeh mendengar kalimat yang dilontarkan oleh Vivi.
"Telingamu cukup peka juga, yah. Padahal kami berjalan dengan tidak menimbulkan suara," balas Tobbias Schmidt sambil menarik belati-nya secara perlahan, dengan diikuti kedua temannya.
"Kalian semua pergilah. Aku ingin tidur, mengingat besok aku ada kerjaan," kata Vivi sambil tangan kirinya mengambil sebatang rokok di saku celananya. Tangan kanan vivi mengambil korek gas di saku celananya, dan menyalakan rokok. Vivi menghisap rokoknya dan mengeluarkan asapnya. "Tapi kalau kalian ingin cari masalah. Aku akan meladeninya."
Vivi bergerak dengan begitu cepat dan memberikan sebuah tendangan yang begitu keras yang langsung mengenai area vital Tobbias sehingga membuatnya langsung jatuh tersungkur.
Ketiga orang itu menyerang Vivi dengan menggunakan belati. Vivi menghindari setiap serangan dari ketiga musuhnya. Mata ketiga musuhnya memancarkan sebuah cahaya yang cukup terang.
"Oh, jadi mereka adalah vampir," gumam Vivi sambil memberikan beberapa pukulan pada seorang vampir Laki-laki berkulit putih, bermata biru, dan berambut hitam. Vivi menjambak rambutnya dan menghantamkan kepala vampir itu ke arah tembok hingga kepalanya bocor serta merusak tembok tersebut dan juga serangannya membuat pingsan musuhnya
Tobbias yang mencoba bangun langsung jatuh ketika Vivi memberikan sebuah tendangan yang keras tepat mengenai telinganya, sehingga membuatnya terpental sejauh tiga meter.
Vivi menghalau serangan belati salah satu Vampir laki-laki yang lainnya dan menusukkan belati tersebut ke perutnya sehingga menjadi senjata makan tuan.
"Rasakanlah itu, sialan!"
Vampir itu mencabut belatinya dan secara perlahan lukanya sembuh. Vampir itu tersenyum meremehkan Vivi. Namun, Vivi segera bergerak cepat dengan menendang kepala musuhnya hingga membuat musuhnya langsung pingsan seketika.
Tobbias berlari ke arah Vivi dan seketika dia berubah menjadi seekor Werewolf berwarna abu-abu gelap yang berukuran cukup besar dengan matanya yang memancarkan cahaya berwarna merah menyala. Serigala itu menerkam Vivi dan membuat Vivi terjatuh dengan luka yang cukup besar di dadanya.
"Aku kira kau Vampir, ternyata kau Werewolf," kata Vivi dengan suara yang serak sambil memegangi dadanya yang terluka berat.
Werewolf itu segera berlari meninggalkan Vivi sambil menggendong kedua teman vampirnya.
Vivi mengambil sebuah botol ramuan sihir yang tersimpan di balik kantong celananya untuk menyembuhkan lukanya. Dia mengambilnya dan meminum ramuan sihir tersebut, sehingga lukanya sembuh dengan cepat.
.
.
Orang-orang bercelana jeans, dengan mengenakan beragam kaos yang bermacam rupa dengan helm proyek berwarna kuning yang mereka kenakan tengah sibuk bekerja di proyek konstruksi sebuah bangunan di Kota Stettin yang merupakan Ibu Kota dari Provinsi Pomerania.
Tobbias Schmidt tengah sibuk mengelas besi, sementara kedua rekannya, yaitu Wilhem van der Plas sedang sibuk memaku kayu dan Ludwig Ackerman sedang sibuk menggergaji kayu papan.
Waktu menunjukkan pukul dua belas siang waktu setempat. Para pekerja konstruksi beristirahat untuk makan siang.
"Kalau kita hanya Manusia biasa. Sudah pasti lain ceritanya," kata seorang Vampir bernama Wilhelm van der Plas. "Orang itu benar-benar merepotkan, walaupun hanya manusia biasa."
"Bagaimanapun juga aku telah berbuat salah dengan melibatkan kalian berdua," ujar Tobbias dengan suara yang pelan. "Seharusnya aku tidak melakukan itu," ungkap Tobbias menyesal.
"Sudahlah, lupakan saja hal itu! Lain kali, aku tidak akan keluar malam bersama dengan kalian lagi!" kata Ludwig dengan ekspresi wajahnya yang terlihat marah.
Walaupun seorang vampir, Ludwig lebih banyak menghabiskan waktunya di siang hari. Kalaupun dia keluar di malam hari. Dia melakukan itu hanya untuk mencari makan. Hanya saja saat itu, dia dan Van der Plas diajak oleh Tobbias yang habis menang lotre untuk berpesta di sebuah bar. Dan apesnya, Tobbias mencari masalah dengan seorang perempuan yang merupakan seorang anggota Polisi.
"Baiklah, setelah ini selesai aku akan langsung menyerahkan diriku," kata Tobbias dengan pasrah.
"Orang pecatan sepertimu sebaiknya menyerahkan diri!" seru Van der Plas. "Dan jangan bawa kami dalam urusan tersebut."
Tobbias berusaha sabar untuk tidak terpancing emosi. Walaupun dirinya merupakan seorang mantan Tentara Swiss yang dipecat dari kesatuannya karena tindakan indisipliner.
Setelah pekerjaan selesai. Tobbias menghampiri Kantor Kepolisian Stettin seorang diri untuk menyerahkan diri. Polisi yang menerima kedatangan Tobbias benar-benar terkejut.
"Hm, jadi akhirnya kau ingin menyerahkan diri atas tindakan penyerangan tadi malam terhadap Vivi," kata seorang Polisi Wanita yang menerimanya.
"Iya, Nyonya. Semalam aku melakukan penyerangan tersebut bersama dengan kedua temanku. Aku hanya mengajak mereka dan kedua temanku tidak bersalah. Jadi, jika ingin kau menghukumku. Cukup hukum aku, juga jangan hukum mereka."
Polisi Perempuan itu terdiam seraya menatap Tobbias dengan serius. "Jadi namamu Tobbias Schmidt. Mantan Tentara dari Swiss yang merantau di Prussia sebagai Kuli Bangunan. Aku tak menyangkau bahwa kau bernyali dan bermuka tebal."
"Bagiku, pekerjaan yang baik adalah pekerjaan tidak merugikan diri sendiri ataupun orang lain."
"Lantas kenapa kau dan kedua temanmu menyerang Polisi kami?"
"Maaf, aku khilaf," jawab Tobbias.
"Emang ada orang khilaf yang secara sadar menyerang Polisi?" Polisi Perempuan tersebut memberikan pertanyaan yang cukup telak.
"Setidaknya, ini adalah yang terbaik untukku. Kalau aku masih berdiam diri, Stasi akan memburuku dan aku akan mendapatkan siksaan yang berat," jelas Tobbias. "Akal dan pikiranku masih normal."
.
.
Seorang Perwira Luftwaffe berbadan tinggi besar setinggi dua meter, bermata biru gelap layaknya air Samudra Atlantik, berambut hitam lurus, berkulit putih cerah dan berwajah layaknya orang Jawa. Dia adalah Marsekal Madya Karl Ludwig Bauer, seorang Perwira Prussia keturunan Belanda-Jawa alias Indo. Sang Marsekal Madya tengah mengunjungi Kota Amsterdam dengan ditemani istrinya yang merupakan anak dari Stadtholder sebelumnya, yaitu Puteri Adelheid Charlotte Rosaline Wilhelmina von Oranien-Nassau.
Kedatangan sang Marsekal Madya berdarah Belanda-Jawa beserta istrinya disambut secara langsung oleh Raja Wilhelm Alexander Nicolaas von Oranien-Nassau, dan istrinya Puteri Alexandrine Beatrix Charlotte von Hohenberg.
"Selamat datang, sahabat sekaligus saudaraku," sambut sang Raja Belanda kepada kedua tamunya. "Selamat atas kebahagiaan kalian. Aku benar-benar senang melihat saudara jauhku telah dikaruniai sepasang anak laki-laki kembar."
"Padahal aku sudah pasrah," kata Puteri Adelheid dengan suaranya yang lirih. "Dan aku benar-benar senang setelah menjadi seorang ibu. Ini adalah penantian panjang yang sangat dinantikan."
"Sepertinya kedua anak kalian sedang dititipkan kepada Keluarga Stadtholder," kata Puteri Alexandrine.
"Tentu saja," balas Puteri Adelheid.
Mereka berjalan di memasuki Istana Kerajaan, di sana Raja Wilhelm Nicolaas memamerkan berbagai macam barang-barang peninggalan leluhurnya, seperti Pedang, Zirah, Senjata Api, Helm, Bendera, dan Meriam.
"Kita berdua sama-sama Pilot, yang berasal dari latar belakang yang berbeda, dan menjadi orang yang memiliki kedudukan tinggi di Masyarakat. Sebagai seorang Pilot, kita bisa saling mengerti, dan saling memahami, Yang Mulia," kata Marsekal Madya Karl Ludwig.
"Aku paham apa yang kau maksud, Marsekal Madya Karl Ludwig. Yang jelas, aku memilih abstain, dan tidak akan bersinggungan dengan Prussia, dan itu adalah keputusan yang mutlak demi menyelamatkan Bangsa dan Rakyat Belanda," tegas Raja Wilhelm Nicolaas. "Mayoritas senator kami setuju, begitupula dengan Perdana Menteri Markus Rutte dan para Menteri."
"Kami tidak akan ikut campur dengan apa yang terjadi di Belanda, karena itu adalah urusan Kerajaan Belanda. Mengingat seharusnya seluruh Bangsa harus berdiri secara adil, tidak di bawah dominasi ataupun tekanan dari Inggris Raya dan Amerika Utara," balas Marsekal Madya Karl Ludwig.
"Walaupun kami adalah anggota NAA. Namun, kami tidak akan terlibat Perang dengan Prussia, dan juga tidak akan memberikan sanksi dalam bentuk apapun!" tegas Raja Wilhelm Nicolaas.
"Kamipun juga tidak akan menyerang Tentara Belanda, dan menghormati tanah, air, dan udara-nya, serta seluruh Rakyatnya!" balas Marsekal Madya Karl Ludwig.
"Kami berharap hubungan dan kerja sama dalam bidang ekonomi antara kita semakin meningkat. Mengingat Prussia adalah salah satu mitra terbesar kami dan kita sama-sama dipimpin dan dipenuhi oleh orang-orang berpikiran Progressive," ungkap Raja Wilhelm Nicolaas sekaligus memuji Stadtholder Nikolaus.
"Kamipun juga demikian, Yang Mulia," kata Marsekal Madya Karl Ludwig membungkukkan badannya sedikit sebagai bentuk rasa hormat kepada Raja Raja Wilhelm Nicolaas.
.
.
Stadtholder Nikolaus memberikan respon positif setelah mendengar cerita yang disampaikan oleh Marsekal Madya Karl Ludwig. Marsekal Madya Karl Ludwig datang ke Istana Stadtholder, di mana sang Stadtholder tengah duduk bersantai sambil membaca buku dengan ditemani secangkir teh hangat.
"Memang hanya sesama Pilot yang bisa saling memahami satu sama lain," kata Stadtholder Nikolaus kepada Marsekal Madya Karl Ludwig yang tengah meminum segelas teh hangat yang tersedia di meja. "Sebenarnya aku mau mengutus Leopold, mengingat mereka masih bersaudara. Namun, aku mempertimbangkan dirimu, mengingat kalian berdua sama-sama Pilot. Hanya saja, kau adalah Pilot Militer, dan dia adalah Pilot Sipil, sehingga aku harap kalian bisa saling memahami dan mengerti."
"Belanda terlihat kuat, walaupun sebenarnya mereka cukup rapuh. Sehingga adalah pilihan yang tepat bagi Raja Wilhelm Nicolaas untuk tidak berkonflik dengan kita, meskipun Belanda anggota NAA," balas Marsekal Madya Karl Ludwig. "Masyarakat Belanda terkotak-kotak berdasarkan golongan, dan warna kulit, sehingga masyarakatnya sulit bersatu. Terlebih Partai yang berkuasa termasuk Partai yang Pasifis juga Progressive."
"Walaupun Prussia dan Belanda adalah rival panas di dunia sepak bola. Namun Rakyat kedua negara memiliki hubungan persaudaraan yang kuat. Akupun juga mengambil sifat pasifis untuk urusan dengan Belanda, Belgia, dan Luxemburg. Mengingat kita semua masih satu Keluarga." Stadtholder Nikolaus melirik sahabat-nya ketika masih Gymnasium.
"Ketiga negara tersebut adalah kucing-kucing yang lucu di antara para singa Europa yang perkasa dan tangguh," kata Marsekal Madya Karl Ludwig.
Stadtholder Nikolaus tersenyum tipis, "Kau ini lebih Jerman, daripada orang Jerman asli. Padahal kau itu Belanda, dan juga Jawa."
"Aku hanya bicara fakta di lapangan. Mengingat aku pernah berkelahi melawan belasan Anak Belanda yang mengeroyok dua anak Jawa. Ketika aku menghajar para Belanda itu. Mereka langsung lari ketakutan. Jadi, mereka itu pecundang yang hanya berani melawan yang lemah. Kalau mereka melawan Prussia, mereka tentu akan kalah. Jadi, sangatlah logis, dan masuk akal jika si Wilhelm Nicolaas menyatakan netral. Selain karena dia sadar diri akan kemampuan militer negaranya, dia juga tidak ingin merusak hubungan persahabatan antara kalian berdua, terlebih dia dengan Charlotte, Leopold, dan Frederick Edward yang masih saudara sepupu."
"Walaupun aku tidak kenal banyak dengannya. Namun Nicolaas adalah orang yang baik dan cinta damai, tidak seperti diri kita yang selalu terlibat perkelahian." Stadtholder Nikolaus tertawa mengenang akan masa remajanya dengan Marsekal Madya Karl Ludwig, di mana mereka berdua sering berkelahi. "Kau adalah satu-satunya orang yang berani mengajakku berkelahi."
"Jangan hanya karena kau adalah keturunan Tsar Russia dan Raja Prussia. Bagiku, kau hanyalah manusia biasa yang kebetulan lahir dari Kaum Bangsawan elit," kata Marsekal Madya Karl Ludwig sambil menunjuk Stadtholder Nikolaus.
"Kau adalah satu-satunya orang yang menganggapku manusia biasa. Padahal aku sangat benci dianggap sebagai keturunan Bangsawan," balas Stadtholder Nikolaus kepada sehabatnya.
Cerita dark fantasy yang wajib kalian baca dan koleksi.