190
...
"Rei?" panggilnya khawatir. "Are you okay?"
Aku menelan ludah, lalu mengangguk kaku.
Haruskah aku lakukan ini? Otakku masih berpikir
keras.
"Jadi, kali ini tentang apa?" la masih sabar
menanyaiku.
"Tentang kita," Mulutku tak bisa lagi kukontrol.
Seolah ada yang mengendalikannya dari jauh.
Menggelikan, Rei. tu ungkapan hati kecilmu
sendiri. Otakku kembali mengejek.
"Kita?" Kening kak Vanno berkerut. Tanda jika ia
tak mengerti apa yang kuucapkan.
"Kita. Aku sama kamu, Kak." Kuberanikan diri
untuk menjawab. Sudah kepalang basah. Aku tak
mungkin berhenti di sini begitu saja.
Raut wajah tak mengertinya berganti dengan
ekspresi kaget. Kalau tak salah menebak, ia pasti
sudah mengerti kemana arah pembicaraanku.
"Jangan bilang kalo kamu mau bahas..."
"Hubungan kita!" potongku cepat. Ekpresinya
berubah tak suka.
"Rei, apapun yang ada di pikiran kamu sekarang
ini, aku mau kamu buang jauh-jauh pikiran itu. Aku
gak mau ngerubah apapun di antara kita. Cukup