Unduh Aplikasi
4.46% RIZER / Chapter 17: KEGIATAN DI TOKYO

Bab 17: KEGIATAN DI TOKYO

[ CERITA INI HANYA FIKSI BELAKA. JIKA ADA KESAMAAN TOKOH, TEMPAT, KEJADIAN ATAU CERITA, ITU ADALAH KEBETULAN SEMATA DAN TIDAK ADA UNSUR KESENGAJAAN ]

Karya orisinil @ookamisanti_ jikapun ada kesamaan mohon maaf dan mungkin tidak sengaja.

><><><

"Setelah ini, kau harus latihan vokal. Yuka sudah menunggumu bersama Miyazaki di sana," kata Tuan Takigawa kepadaku. Latihan vokal? Aku jadi ingat saat masa kecil dulu. Aku dipaksa habis-habisan oleh Mama untuk berlatih vokal hingga suaraku habis. Sudahlah! Aku tidak mau mengingatnya, lebih baik aku pergi ke studio vokal untuk melatih suaraku.

Sesampainya di sana, aku melihat ada Watanabe dan Miyazaki Yang sedang mengobrol. Ku hampiri mereka setelah menyapa. Watanabe bilang ada hal yang menarik di tempat ini. Dia pernah mendengar kalau keyboard yang ada di depan kami ini berbunyi sendiri tanpa ada orang lain yang memainkannya. Selain itu, di studio musik, terdengar suara drum dan gitar yang dimainkan. Sepertinya ada orang-orang yang memainkan alat musik di sana. Aku yang tidak begitu mempercayai hal-hal berbau tidak terlihat hanya mengangkat kedua alisku, merasa tak percaya dengan cerita yang disampaikan guru vokal itu.

"Mengapa kau tahu terjadi sesuatu di studio ini dan studio musik? Apakah kau tinggal di sini?" tanyaku.

Dia menjawab, "Saat itu ada sesuatu yang tertinggal di studio vokal. Aku kembali ke studio, saat melewati studio musik, aku mendengarnya. Mereka memainkan musik band rock yang akhir-akhir ini sudah bubar akibat dua anggotanya kecelakaan. Saat aku mengintip ke dalam, tidak ada siapapun. Setelah itu, ku cuek saja melewati studio musik sampai ke studio vokal. Saat aku hendak membuka pintu, suara keyboard berdenting terdengar sangat jelas. Dengan cepat aku membuka pintu karena khawatir seseorang memainkan keyboard itu, tapi tidak ada siapapun di sana. Bagaimana? Kisahku menyeramkan sekali, bukan?" jelasnya membuatku menganggukkan kepala. Ku setujui saja apa katanya. Ku lirik Miyazaki yang kini nampak ketakutan.

"Ka-kau jangan menceritakannya lagi, sedari tadi aku merinding," katanya sembari mengusap kedua lengannya berusaha untuk menghilangkan bulu-bulu di tubuhnya yang berdiri akibat mendengar kisah menyeramkan dari Watanabe.

"Kau ini! Aku saja yang mengalaminya tidak takut, kau yang tak mengalami mengapa menjadi takut sekali?" tanyanya keheranan.

"Entahlah, mungkin karena aku membayangkan bagaimana menjadi dirimu." Sungguh, dia cantik sekali. Bahkan berbicara saja cantik, apalagi memasang ekspresi ketakutan seperti itu.

"Sudahlah! Lebih baik kita latihan. Oh iya, Reizero, aku ingin mendengarkan suaramu. Bisakah kau bernyanyi untukku?" Aku pun menuruti perintah Watanabe. Ku nyanyikan sebuah lagu yang menurutku enak untukku. Dia nampak terkejut dan mengetukkan jarinya di keyboard. Nampaknya dia menikmati nyanyianku.

Setelah selesai bernyanyi, dia berkomentar, "Jika suaramu dan suara Miyazaki digabungkan, mungkin kalian akan menjadi pemilik suara terbagus di antara orang-orang yang pernah berlatih vokal denganku."

Dengan malu-malu aku hanya tersenyum tipis saja dan saling pandang dengan Miyazaki. Setelah berbincang-bincang, kami kembali berlatih vokal. Suara Miyazaki sungguh indah, terdengar begitu lembut dan enak sekali untuk didengar. Tak heran jika dirinya direkrut oleh agensi musik ini.

***

Seharian penuh aku berada di Artchies Projects dan berkutat dengan latihan-latihan. Di jam istirahat aku menyempatkan diri untuk bermain laptop. Bagaimanapun juga aku seorang direktur utama, tak bisa ku tinggalkan pekerjaanku begitu saja. Papa akan marah lagi kalau aku meninggalkan pekerjaan ini dan hanya menyerahkannya kepada Hotaka. Mungkin dia juga akan melaporkannya kepada orang itu kalau aku tak sering menerima sambungan telepon darinya. Padahal aku sudah memberitahukan kepada Hotaka jika hari ini aku sibuk sekali. Namun dia sangat tidak pengertian, ditambah dia meneleponku di saat aku sedang latihan. Mau tidak mau aku mengubah handphone menjadi mode senyap. Aku tak ingin diganggu oleh siapapun sampai aku selesai melakukan aktivitasku di sini.

Kini aku berada di dalam ruangan Artchies. Hanya ada Artszies yang ada di sini, mereka sedang bersantai ria. Kegiatan mereka di sini sudah selesai, tapi mereka enggan pulang karena merasa kerasan berada di ruangan ini. Ku ambil handphoneku dan melihat banyaknya telepon yang tak terjawab dari Hotaka. Aku pun menghubungi dia.

"Reizero, mengapa kau tak mengangkat teleponku? Sudah berulang kali aku katakan untuk mengangkatnya telepon ini dalam waktu yang tidak lama. Ada hal penting yang ingin aku katakan kepadamu," omel Hotaka di seberang sana. Padahal aku belum mengucapkan satu kata pun, dia malah mencerocos.

"Sudahlah! Apa yang ingin kau katakan?" tanyaku dengan nada malas.

"Perusahaan kita yang ada di Prefektur Tokyo, lebih tepatnya di Distrik Marunouchi sedang mengalami penurunan keuangan. Masih terhitung rendah, sekitar 34%, bisakah kau pergi ke sana? Aku tak ingin terjadi hal-hal lain. Kita harus segera menghubungi mereka dan melakukan pengecekan serta pencegahan agar kejadian seperti di beberapa cabang perusahaan yang lain tidak terjadi," jawabnya. Penurunan keuangan lagi? Ada apa dengan anak perusahaan Rizer Corp? Mengapa selalu saja permasalahan yang sama terjadi?

"Ya aku akan mengecek ke sana. Ada lagi?" tanyaku.

"Selain itu, ada perusahaan lain yang ingin bekerja sama, tapi mereka ingin bertemu denganmu. Mereka pergi ke Tokyo untuk menemuimu. Baru saja mereka berangkat beberapa menit yang lalu, mereka ingin kau menjemput di bandara." Mengapa tidak mereka saja yang datang menemuiku? Mengapa mereka tidak sabar tunggu di Hokkaido? Sungguh, orang-orang kaya seperti itu membuatku kesal.

"Mengapa aku harus menjemput mereka? Mereka yang ingin bertemu denganku, bukan aku," ucapku dengan nada kesal.

"Jangan mengeluh, Tuan. Mereka adalah orang terhormat, mereka ingin bekerja sama dengan perusahaan kita adalah suatu hal terhormat. Sudahlah! Jika mereka akan sampai ke sana akan ku kabari," balasnya. Aku hanya berdehem dengan malas. Aku pun menutup sambungan telepon dan mendengkus kesal. Mengapa aku harus repot-repot pergi ke sana hanya untuk bertemu seseorang yang tak ku kenali? Namun aku harus melakukan demi pekerjaan, jika aku menolak, Hotaka pasti akan memberitahukan kepada Papa. Sudahlah, aku tak ingin memikirkannya lagi.

Tak lama ku lihat Miyazaki, dan Artchazz datang ke ruangan ini. Mereka nampak mengobrol dengan asyik. Tak sengaja mataku dengan mata Miyazaki bertemu, dia tersenyum ke arahku dengan manis. Tentu saja aku membalasnya. Aku sedikit malu karena kepergok sedang melihat dia. Aku pun mengalihkan pandanganku ke arah lain.

"Apakah kau belum pulang?" tanya Miyazaki membuatku terkejut. Aku menolehkan kepalaku menatapnya. Ternyata dia menghampiriku.

"Aku sedang menunggu Tuan Takigawa selesai dari pekerjaannya, ada yang ingin dia bicarakan denganku," jawabku seadanya. Ya, tadi aku sempat bertemu dengan produser itu. Katanya, aku jangan pulang dulu setelah aku selesai melakukan kegiatan di sini. Dia menyuruhku menunggu di ruangan ini karena ada hal penting yang ingin dia bicarakan.

Bersambung ...

><><><

ATTENTION : [ Please, jangan lupa komentar dan collection! ]

Arigatou! Thank you! Nuhun! Terima kasih! Obrigada!


next chapter
Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C17
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk