"Dunia fiksi tercipta karena kita tidak bisa menerima realita."
Benar... aku bisa tercipta karena dia tidak bisa menerima realita. Bukan hanya aku saja, tapi dunia fiksi yang ia ciptakan, dengan cerita dan karakter-karakternya.
Tapi yang ku pikirkan sekarang adalah... jika dia bisa menerima realita, apakah—aku dan dunia fiksi yang ia ciptakan tidak akan pernah ada?
Maksudku... aku bersyukur aku telah diciptakan, walau aku tahu aku tidak mempunyai jiwa atau... uh, aku hanya sesosok imajinasi yang ia ciptakan. Walau begitu, aku senang telah ada di dalam memorinya.
Benar, walau aku tidak berjiwa sungguhan, setidaknya... aku hidup di dalam memori jiwa seseorang, tak lain adalah memorinya—sang Kreator.
Aku senang bisa hidup walau hanya sekedar memori. Namun, hah... bagaimana yah aku menyampaikannya... aku pun ingin melihat dia senang. Atau bisa dibilang, aku sendiri ingin menyenangkan diriku, karena pada dasarnya aku adalah bagian dari dirinya.
Maksudku, karena dunia terlalu membebaninya—aku, atau kalian bisa memanggilnya dia… yah, dia… dia menciptakanku sebagai teman imajinasinya... sekarang aku ingin membantunya agar dia bisa menikmati realita—realita yang seharusnya menjadi tempat tinggal dia yang nyaman, bukan realita yang menyakitkan dengan fantasi yang tidak menjanjikan masa depannya.
Realita... dunia nyata, sangat membebani dirinya. Kadang dia tersakiti, walau bukan luka fisik. Dia hanya ingin impiannya terwujud, dia juga hanya ingin membahagiakan orang tuanya. Kamu tahu… dia pernah bilang kalau dia berjanji akan membawa orang tuanya ke tanah suci, impian yang sangat mulia bukan?
Namun, realita... sangat bertolak belakang dengannya. Dan aku, hanya sebagai bagian dari memorinya, tidak bisa melakukan apa pun. Aku hanyalah pelarian dari dunia nyata, karakter fiksi yang mengangkat pedang, mengendarai seekor Naga dan menyelamatkan dunia dari ancaman makhluk-makhluk jahat. Sesosok yang tidak akan ada di dunia nyata.
Andaikan... andaikan aku punya kekuatan. Andaikan sesosok imajinasi memori ini bisa membuat keajaiban.
Dunia yang ia tinggal, sangatlah tidak cocok baginya. Hanya karena masa lalunya, hanya karena dia lebih tertutup dari dunia luar, hanya karena dia tidak bisa berbicara seperti orang lain—
Bukan berarti dia ingin seperti itu. Justru, orang-orang itu lah yang mengubah dia menjadi seperti itu.
Dengan senyum di wajahnya seakan tanpa dosa, mengolok-olok sosok yang telah diubah oleh mulut dan tangan mereka sendiri.
"Kamu itu hanya orang gagal." begitu kata mereka yang merampas kemenangan darinya.
"Kamu itu tidak pandai bicara, tidak dapat bergaul." begitu kata mereka yang telah membicarakan topik yang tidak enak baginya.
"Kamu itu hanya punya sedikit, atau... bahkan tidak punya teman." begitu kata mereka yang telah memeberi trauma di masa lalunya.
Dunia ini, begitu kejam baginya. Dia hanya bisa menulis cerita seperti ini untuk meyakinkan ada kalanya waktu realita bisa dia terima. Tapi, waktu itu... tidak pernah datang. Sangat samar di masa depan sampai memori-memori ini—
"Memori ini—hilang."
T-tunggu... aku—aku kenapa? Hah!? memori-memori itu... memori-memori ini, kok tiba-tiba aku tidak bisa mengingatnya???
TUNGGU!!! KENAPA!?!? AKU TIDAK BISA MENGINGATNYA???
A-aku benar-benar tidak bisa mengingat beberapa memori yang seharusnya aku ingat... memori-memori yang hangat… yang sangat berharga, sekarang terasa hampa... KENAPA?
KENAPA BISA BEGITU!?
Apa—apa jangan-jangan...
Aku adalah bagian dari memori sang Kreator. Jika aku kehilangan memoriku, itu berarti—
"Masa depan Kreator sedang terancam."
Benar. Kreator di kala ini sedang menulis cerita bagi kami semua. Cerita-cerita ini membagi memori-memori yang penting bagi kami.
Kami sudah mendapatkan memori ini sejak diciptakan, karena pada dasarnya kita langsung diciptakan oleh sang Kreator. Kita adalah bagian dari memori sang Kreator.
Jika di masa depan, ceritanya tidak akan berlanjut... maka memori yang akan kita jalani untuk cerita yang disiapkan, tidak akan pernah ada.
Dan—memori-memori itu baru saja hilang.
"A—aku... tidak mau hilang."
Seketika, air mataku jatuh. Mungkin orang-orang berjiwa di luar sana tidak tahu, tapi aku sebagai sesosok tak berjiwa dan hanya sebagian dari memori kecil milik seseorang... merasa takut akan hilangnya sosok diriku.
Memori ini, akan benar-benar lenyap. Tidak akan merasakan apa pun lagi... benar-benar mimpi buruk bagi kami, juga bagi Kreator kami yang tidak punya masa depan.
Ini semua—INI SEMUA KARENA REALITA YANG KEJAM!!! MANUSIA-MANUSIA ITU—!!!
MANUSIA ITU TIDAK TAHU KALAU SANG KREATOR MENDERITA. DIBALIK SENYUMAN TOPENGNYA, DIA MENUTUPI RASA SAKITNYA.
KALIAN YANG MENGINJAK BUMI TANPA PEDULI ADA SESEORANG YANG PERLU PERTOLONGAN—BAHKAN SANGAT DEKAT DENGAN KALIAN, KALIAN TERUS MEROBEK-ROBEK HATINYA SAMPAI DIA PUTUS ASA.
OLEH KARENA ITU—
Oleh karena itu... aku, kami, dan memori-memori fiksi yang berharga ini akan lenyap, hilang begitu saja menjadi kehampaan.
Teganya kalian—MANUSIA.
Jika kalian tidak bisa menghargai karyanya... hanya karena masa lalunya, atau karena dia tidak bersosialisasi, atau bahkan karena traumanya—jika itu kalian mau, maka tidak ada jalan lagi untuk menghargai hidup kalian, menghancurkan realita kalian akan menjadi biaya yang setimpal.
"Tunggu aku, kreator. Aku akan menolongmu—!"
Sejak saat itu aku sudah tidak sadar bahwa—memori yang sangat berharga dariku, sudah hilang. Dan diriku… bukanlah diriku lagi.