Unduh Aplikasi
10.52% Petarung Handal / Chapter 2: Menunggu Sahabat

Bab 2: Menunggu Sahabat

Semalam Hagin terenyuh saat membaca surat dari Ayahnya, dan di pagi hari ini dia memiliki semangat untuk melakukan aktivitas. Membawa sebuah koper, dia meninggalkan rumahnya pergi menuju Stasiun kereta, membutuhkan waktu hampir satu jam untuk Hagin sampai di stasiun kereta.

Ia menanti kedatangan sahabatnya, Hagin mencari sebuah bangku kosong. Memperhatikan sekitarnya, Hagin menemukan bangku kosong dan dengan cepat dia duduk disana. Membuka makanan ringan yang dia bawa sambil melihat ponselnya, Hagin mengirim sebuah pesan pada Sahabatnya jika dia sudah berada di stasiun kereta dan menunggunya.

Mengunyah makanan di mulutnya, Hagin melihat begitu banyak orang mondar-mandir sambil membawa barang. Dia tidak terganggu dengan keramaian di depannya, terutama suara bising dari anak kecil yang menangis, meminta sebuah barang pada orang tuanya.

Hagin tersenyum saat melihat kelakuan anak kecil itu, dia mengingat ketika dia berlaku seperti itu pada mendiang ibunya. Mata Hagin mulai berkaca-kaca saat mengingat ibunya, dia sangat merindukannya. Kemudian dia melepaskan pandangannya dari mereka dan mengalihkannya ke ponsel, terdapat sebuah pesan ketika Hagin melihatnya.

Membuka pesan di ponselnya, lalu Hagin membacanya, pesan itu berasal dari sahabat baiknya Alder Buya. Isi pesan dari Buya hanya memberitahu jika dia telah berada di stasiun dan menanyakan posisi Hagin Nariya.

*Bro... aku di stasiun nih.... dimana posisimu, aku akan ke sana.* isi pesan dari Buya, kemudian pesan itu dibalas Hagin.

*Sudah sampai, aku berada di dekat toko. Cepatlah jangan lama-lama keretanya akan segera berangkat.*

lalu datang balasan lain dari Buya *Tenang saja Bro, aku akan tiba dalam 5 menit.*

Hagin melihat Buya yang membawa sebuah koper dan segera dia mendatanginya, merangkul bahu Buya mereka berdua menuju kereta. Tak lama setelah mereka berdua berada di dalam kereta, kereta langsung bergerak menuju kota Seul. Perjalanan menuju kota Seul dari kota Daeng butuh waktu sekitar 2 jam.

"Oi... Buya, kau mengejutkanku Bro.... aku tidak menyangka kalau kau akan masuk ke SMA Hanju juga. Bukankah kau mengatakan jika ingin masuk ke sekolah yang berbeda?" ucap Hagin untuk mengusir kejenuhan mereka. Selain itu, dia sendiri tidak mengira jika Buya akan masuk ke sekolah yang sama dengannya.

"Iya... Bro, sebelumnya aku ingin masuk ke sekolah lain, namun sekolah itu juga dikenal dengan luas memiliki murid nakal juga, jadi lebih baik aku pergi ke SMA Hanju yang sama-sama terkenal akan hal itu bukan. Yang lebih penting SMA Hanju murah... hahahaha...." Buya mengatakan alasannya memilih SMA Hanju sebagai sekolahnya.

"Oh.. ternyata itu alasanmu, seharusnya kau tahu dengan stigma buruk SMA Hanju bukan? Dengan murid-murid yang liar itu mereka selalu menimbulkan keributan di setiap tempat di Kota Seul." Hagin menanyakannya pada Buya, dia berharap jika Buya mengetahui tentang stigma buruk dari SMA Hanju.

"Pastinya aku tahu Bro, meski begitu SMA Hanju memang tempat yang aku tuju. Meski memiliki reputasi buruk SMA Hanju tetap sekolah yang disegani bukan, aku pikir tempat itu menarik jadi aku memilihnya. Lalu kenapa kamu memilih SMA Hanju sebagai sekolahmu Bro... padahal kamu cukup pintar seharusnya ada sekolah yang lebih baik bukan." Buya memberikan alasannya dan dia ingin tahu mengapa Hagin memilih SMA Hanju sebagai sekolahnya yang membuatnya penasaran.

"Sebenarnya simpel, tempat itu dapat mengurangi pengeluaranku, dan mau di mana pun itu akan tetap sama bukan," jawab singkat Hagin, dia memang merasa jika bersekolah di mana pun akan sama saja. Tetapi ada alasan lain dia memilih SMA Hanju yang tidak dia beritahukan pada Buya.

Tak peduli sekolah mana yang akan ia tuju, semuanya sama saja karena bukan sekolah yang menentukan masa depan seorang anak namun anak itu sendiri yang akan membawa nasib dan takdir di tangannya.

Terkadang sekolah memang berhasil menuntun seorang anak ke jalan yang benar ataupun jalan yang salah, jadi mau bagaimanapun sekolah itu bagus, kalau sang anak sendiri tidak dapat mengendalikan arah hidupnya, semua akan berakhir dengan buruk.

Hagin cukup menyukai bela diri, ia ingin bertarung lebih banyak lagi. Ketika di SMP, ia hanya beberapa kali berkelahi, namun setiap perkelahiannya akan berakhir dengan cepat dan membuatnya menjadi bosan. Namun, saat mendengar ada sekolah seperti SMA Hanju dia menjadi tertarik dan ingin pergi ke tempat itu setelah lulus dari SMP.

Semakin sering dia membaca informasi tentang SMA Hanju di internet semakin tertarik dia pada SMA Hanju. Hagin merasa jika dia bersekolah di SMA Hanju akan ada hal baru dan menantang yang menantinya, alasan inilah yang memperkuat Hagin untuk memilih SMA Hanju selain biayanya yang murah.

"Yah... aku kira kamu akan mengatakan alasan seperti SMA itu murah atau menantang dirimu di SMA Hanju yang terkenal dengan berandalnya, namun alasanmu tidak jauh berbeda denganku. Tch... tapi aku yakin tidak hanya itu bukan Bro." Buya yang telah berteman dengan Hagin lebih dari 3 tahun merasa jika ada alasan yang disembunyikan Hagin darinya.

"Hahaha... kau memang sahabatku, bahkan aku tidak bisa menyembunyikannya. Apa kamu seorang cenayang Bro, bagaimana kau tahu?" tanya Hagin, ia cukup penasaran dengan cara Buya mengetahui alasan lain yang dia sembunyikan, padahal dia mencoba untuk menyembunyikannya dengan sangat baik.

"Kau pikir siapa aku, Bro? Kita telah berteman cukup lama jadi aku tahu bagaimana kamu menyembunyikan sesuatu," ucap Buya seperti menyembunyikan sesuatu.

"Hoi.... beritahulah Bro, kita sahabat bukan. Masa ingin menyembunyikannya dariku... lebih baik beritahu Bro, kau membuatku jadi penasaran." Hagin tergelitik akan cara Buya mengetahui alasan lain yang dia miliki untuk masuk ke dalam SMA Hanju.

Setelah mendapat desakan dari Hagin untuk memberitahu tentang caranya mengetahui alasannya memasuki SMA Hanju, Buya dengan pasrah mengatakannya. Dengan jelas dan pelan Buya memberitahu pada Hagin bahwa dia memiliki sebuah kebiasaan dari dulu.

Kebiasaan itu tertanam dengan kuat pada diri Hagin dan setiap orang yang memperhatikannya dengan baik akan mengetahuinya. Buya pun memberitahunya jika setiap Hagin memikirkan sebuah pertarungan, sorot matanya akan berubah dari normal menjadi lebih dingin dan serius.

Tidak hanya sorot matanya yang berubah namun hawa keberadaannya akan menjadi sangat sulit untuk didekati, seperti adanya dinding es di sekitar dirinya. Mendengar penjelasan Buya, Hagin membuka mulutnya dia terkejut, tidak yakin akan apa yang dia dengar.

"Oi... oi... yang benar saja Bro, mana mungkin aku seperti itu. Lihat saja aku lemah seperti ini, bagaimana mungkin aku terlihat seperti itu," ucap Hagin tidak yakin dengan apa yang Buya jelaskan.


next chapter
Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C2
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk