Sejujurnya, Mike tak pernah peduli apa yang manusia pikirkan. Selama dia sukses makan setiap 10 tahun, itu artinya misinya berakhir. Bibir kemerahan Ace pun gemetar hebat. ―Lemah? Tidak. Aku tak pernah berpikir begitu, Mike-―
―Lalu apa?!‖ bentak Mike. ―Bukankah kau menjadikan alasan pergi ini untuk memberiku waktu? Kau sengaja memutuskan kontrak Drake agar leluasa bunuh diri lagi. Kau pikir-―
―KALAU IYA MEMANGNYA KENAPA?!‖ balas Ace tiba-tiba. Wajah lelaki itu memerah, tetapi semakin cantik di mata Mike. Sumpah demi apa pun, Jeon harus dikutuk dengan seribu makian bila tidak memberinya saran lain nantinya. ―TIDAKKAH CARAKU SUDAH SANGAT TEPAT?!‖ murkanya. ―Aku tidak mengganggumu, Mike. Aku juga memikirkan perasaan Drake-ku. Jadi, tolong jangan mempersulit hal ini. Tolong ....‖ teriakan Ace pun berpadu tangis dan membuat perpusatakaan hening itu jadi gaduh.
Mike yakin Ace masih seperti sebelumnya. Hal berisik sangat membuatnya benci, tetapi kali ini dia membiarkan Ace meluapkan segalanya. Lelaki itu sangat rapuh, tetapi hanya berusaha tegar beberapa saat lalu. Dia putus asa, tetapi perasaannya yang besar kepada Drake bisa membuat kedua kaki itu berdiri tegak. Ace mungkin memang gemetar, hanya saja hatinya tidak.
Jeon sungguh-sungguh salah. Meski lebih memesona, Mike tidak bisa mengais sedikit pun perhatian lelaki ini. Bukan Ace, justru dia lah yang sampah, beban, dan parasit dalam kehidupan cintanya dengan Drake. Ha ha. Bukankah ini sungguh miris? Apalah arti iblis terhormat yang selama ini Mike banggakan? Manusia yang lebih lemah seperti Ace bahkan bisa mengalahkannya setelak ini.
―Drake, aku sangat-sangat iri denganmu,‖ batin Mike. Dia teliti tiap keindahan Ace saat emosinya tumpah-tumpah seperti itu. ―Kau apakan dia, hah? Bagaimana bisa hatinya bisa kau miliki sampai sejauh ini?‖
―Tolong lepas, Mike. Tolongff-―
Baik, dunia. Silahkan kutuk Mike setelah ini. Tapi, dia takkan menyesal untuk mengambil langkah jujur pertama kepada Ace. Dia membungkam bibir berisi itu dengan ciumannya. Sangat kasar. Mike bahkan langsung meninggalkan luka di permukaan kulit semerah ceri itu hingga darahnya keluar.
―-kh... ahh-Mike-umnn!‖
Persetan. Mike akan mengoyak-oyak bibir Ace bila perlu. Toh, bila dia menggunakan energi iblis dengan benar, semua darah itu akan hilang dalam hitungan detik.
Diam! Diam! Karena aku sedang sangat marah sekarang!
Ace pun merosot ke lantai karena lemas. Dia duduk dengan tangan masih terkunci dalam cengkeraman. Berkedip-kedip panik, dan jantungnya nyaris meledak bila saja tidak diberi jeda.
Ada apa?
Kenapa Mike menciumnya?
Ace tak sempat berpikir lebih jauh lagi. Tubuhnya sekaku batu saat Mike melepaskan tautan bibir mereka. Dia sempat mendorong bahu si iblis, tetapi Mike sudah meraup putingnya rakus. Mulut hangatnya menghisap, sementara lidahnya menjilat bagian mungil itu penuh hasrat.
Dalam seluruh fantasi gilanya, Mike memang membayangkan pemandangan ini saat mengocok penis di kamar mandi. Dia memaki-maki waktu itu, tetapi tak pernah terasa sesinting ini saat Ace merintih merdu.
―Mnnnnhh ... ah!‖
:)