"Mohon maaf ibu keputusan sekolah sudah bulat, Valerie sudah tidak bisa sekolah disini lagi. Jika Valerie tetap bertahan di sekolah ini, maka kami dari pihak sekolah terpaksa membuat Valerie tinggal kelas, tetap di kelas X." ucap guru BK di SMA Negeri 3 Denpasar dengan raut wajah menyesal.
"Saya akan bayar berapapun bu, agar anak saya Valerie tetap bisa sekolah disini dan naik kelas." sahut wanita paruh baya, yang diketahui adalah Mama Valerie.
"Mohon maaf sekali lagi ibu, pihak sekolah tidak menerima sogokan apapun. Nyatanya, Valerie tidak pantas di sekolah ini. Anak ibu sangatlah bandel, kami dari pihak sekolah sudah merasa sangat kuwalahan memberinya hukuman setiap hari. Namun anak ibu tidak pernah jera atau takut sama sekali." ujar guru itu yang diketahui ternyata sebagai guru BK di SMA Negeri 3 Denpasar.
"Apakah tidak ada satu kesempatan lagi untuk anak saya?" tanya Mama Valerie dengan tatapan memohon. Bukannya bagaimana, Mama Valerie hanya menjaga image keluarganya agar tetap terlihat baik oleh orang luaran sana. Bagaimana kata client - client nya jika anak semata wayangnya ini harus pindah sekolah karena selalu membuat masalah hingga harus dikeluarkan oleh SMA Negeri 3 Denpasar dan mencari sekolah lain? Tidak! Itu bisa menghancurkan reputasi keluarganya.
"Mohon maaf ibu, kami tidak bisa membantu sama sekali. Mohon maaf kami tidak bisa memberikan satu kesempatan lagi. Anak ibu harus mendapat didikan lebih baik lagi, sepertinya anak ibu kesepian, hingga ia berusaha mencari perhatian di sekolah dengan cara yang salah." ungkap guru BK itu setelah membuka - buka catatan tentang Mutiara Valerie Violeta.
"Baiklah, terimakasih untuk satu tahunnya ya bu, terimakasih sudah membimbing anak saya. Lalu untuk surat kepindahannya bagaimana ya bu? Apakah sekolah yang mengurus, atau saya sendiri?" tanya Mama Valerie dengan nada pasrahnya. Sekolah putrinya ini memang sangatlah ketat, tidak bisa disogok dengan uang. Mama Valerie juga tak habis pikir, kenapa putrinya yang bandel ini bisa diterima di sekolah terkenal yang ada di Bali ini, SMA Negeri 3 Denpasar. Ya, ia akui putrinya ini memang cerdas, namun Valerie sangatlah bandel dan tidak bisa diatur. Ia sendiri sebagai Mamanya merasa kesulitan untuk membujuk Valerie.
"Untuk surat kepindahannya akan diurus oleh sekolah ibu, ibu terima beres saja. Kalau boleh tahu, kira - kira ibu memilih anak ibu dipindahkan ke SMA Negeri 1 Denpasar atau SMA Negeri 4 Denpasar?" tanya guru BK tersebut sudah bersiap - siap mencatat di buku yang ia pegang.
"Loh? Bukan kah itu juga merupakan sekolah favorit di Bali? Memangnya anak saya bisa diterima di salah satu sekolah itu?" tanya Mama Valerie bingung.
Valerie hanya duduk diam menatap lurus dengan tatapan kosong. Hatinya sakit, kenapa ia harus pindah sekolah? Di sekolahnya yang sekarang ia sudah sangat nyaman. Setidaknya ia tidak perlu lagi menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Ia benci dunia baru. Ia benci ketika ia harus dijauhi oleh teman - teman di sekolahnya. Ia benci dengan tatapan jijik orang - orang yang menatapnya, seakan - akan ia adalah virus yang harus dijauhi. Apa salah Valerie?
"Valerie sudah diterima di dua sekolah itu bu. Kami dari pihak sekolah tidak membocorkan bagaimana kelakuan Valerie di sekolah ini. Kami pikir dengan merahasiakannya jauh lebih baik. Menurut kami itu lebih berguna untuk Valerie, agar Valerie tidak susah mendapatkan sekolah barunya. Nilai - nilai Valerie juga selama di sekolah ini selalu diatas rata - rata. Jadi tidak ada suatu alasan untuk dua sekolah itu menolak kepindahan Valerie kesana." tutur guru BK itu lagi kepada Mama Valerie. Ia melihat anak didiknya sekilas, Valerie hanya melamun. Mungkin ini berat baginya, namun guru BK tahu ini adalah yang terbaik untuk Valerie. Valerie sudah dianggapnya anak sendiri olehnya.
"Terimakasih ibu. Terimakasih atas kerjasamanya. Jika saya diperkenankan untuk memilih... biarkan anak saya saja yang memilihnya bu, kan nanti Valerie yang menjalaninya, bukan saya. Jadi pilihan hanya ada di tangan Valerie." sahut Mama Valerie tersenyum lega. Hatinya sedikit tenang, setidaknya reputasinya tidak akan tercemar jika Valerie dipindahkan ke salah satu sekolah itu.
"Baik, kalau begitu keputusannya. Valerie kamu mau pilih sekolah mana? SMA Negeri 1 Denpasar atau SMA Negeri 4 Denpasar?" tanya guru BK tersebut beralih menatap Valerie yang masih terdiam dan menundukkan wajahnya.
"Apakah tidak bisa jika masuk ke sekolah Swasta saja bu?" tanya Valerie tiba - tiba mendongak menatap guru BK nya dengan raut wajah tidak merasa bersalah.
"Hush nak! Ngapain kamu mau di sekolah Swasta? Mama tidak memberikan izin. Kamu pilih salah satu sekolah yang sudah di tentukan ya." ucap Mama Valerie memotong pembicaraan. Tidak bisa dibiarkan, putrinya ini selalu aneh - aneh saja. Sudah diberikan pilihan sekolah yang favorit, malah ingin bersekolah di sekolah Swasta.
"Yaudah kalau gitu, mama aja yang pilihin sekolah untuk Valerie. Valerie terima - terima saja. Toh juga dulu kan mama yang suruh Valerie daftar di sekolah ini, padahal Valerie maunya di sekolah Swasta." sahut Valerie dengan nada cueknya. Ia lelah, hidupnya selalu diatur oleh mamanya, kapan ia diberikan kepercayaan untuk memilih jalan hidupnya sendiri? Valerie bukan anak TK lagi ma!, makinya dalam hati. Valerie tak pernah bisa marah dengan mamanya, Valerie tak pernah bisa mengeluh atas ketidaksukaannya. Protes? Valerie tak punya keberanian untuk itu.
Mama Valerie bungkam. Ia merasa malu ketika Valerie berbicara begitu di depan guru BK nya. ia menatap guru BK tersebut yang tersenyum menatapnya, refleks Mama Valerie ikut membalas senyumnya. "Baiklah jika begitu, Valerie biar dipindahkan ke SMA Negeri 1 Denpasar saja ya bu, apakah bisa?" tanya Mama Valerie penuh harap. Dua sekolah itu sama - sama favorit. Tidak ada yang perlu di khawatirkan lagi.
"Bisa bu, ini sudah saya catat. Nanti jika surat kepindahannya sudah beres, kami akan hubungi ibu lagi." sahut guru BK itu tersenyum singkat. Ia menatap Mama Valerie dan Valerie secara bergantian. Ada apa dengan kedua orang di depannya ini? Kenapa seperti tidak akur saja? Bukankah ibu dan anak harusnya akur? Ah sudahlah, itu bukan menjadi urusannya saat ini. Yang penting tugasnya hampir beres untuk kepindahan Valerie.
"Baik terimakasih bu," ucap Mama Valerie menganggukkan kepalanya sekilas dan tersenyum canggung. Entah kenapa suasananya mendadak canggung. Mama Valerie kehabisan kata - kata, tak tahu harus mengucapkan apa.
"Terimakasih kembali bu," sahut guru BK itu menatap Mama Valerie ramah. "Valerie, baik - baik ya nanti di sekolah barumu. Jangan sering membuat masalah lagi ya? Ibu tahu kamu sebenarnya murid yang baik. Ibu bangga, walaupun kamu terkenal dengan kebandelan kamu di sekolah, setidaknya prestasi kamu sangat memuaskan." tutur guru BK itu memberikan sedikit pesan singkat untuk anak didiknya. Harapannya, semoga Valerie bisa beradaptasi dengan lingkungan barunya nanti. Semoga ketika Valerie di sekolah barunya, ia bisa menjadi anak yang lebih baik lagi.
"Iya bu, terimakasih. Terimakasih sudah peduli sama saya. Terimakasih untuk dukungan dan semangatnya selama ini. Saya tidak akan pernah melupakan ibu." sahut Valerie memaksakan agar kedua sudut bibirnya terangkat keatas. Valerie sudah tidak tahu lagi harus berkata apa. Ia tak tahu harus senang atau sedih sekarang. Yang jelas hatinya merasa sakit, tak tahu apa sebabnya.
"Kalau begitu kami pamit undur diri ya ibu guru. Sekali lagi terimakasih sudah membantu anak saya." ucap Mama Valerie tersenyum singkat dan bangun dari duduknya, begitupun dengan Valerie yang ikut beranjak dari duduknya.
"Baik silahkan ibu, iya sama - sama itu sudah tugas saya sebagai guru BK di sekolah ini, tidak perlu banyak berterimakasih," ucap guru BK tersebut dan tersenyum ramah menatap Mama Valerie dan Valerie secara bergantian.
"Ayo nak, kita pulang." ajak Mama Valerie ingin menggandeng tangan Valerie,
Namun tanpa di sangka - sangka Valerie hanya mengangguk dan berjalan mendahului mamanya keluar dari ruangan itu, tanpa menghiraukan panggilan mamanya yang menyuruhnya untuk berjalan tidak tergesa - gesa. Sekali lagi ia tak peduli, ia muak dengan pencitraan mamanya itu.
"Valerie! Kamu itu harusnya malu karena selalu menjadi anak yang bandel di sekolah. Apa kamu tidak ada niat untuk berubah menjadi anak yang lebih baik lagi? Mama malu punya anak seperti kamu Valerie!" tandas mama Valerie ketika keduanya sudah berada di dalam mobil.
Valerie menatap mamanya yang juga sedang menatapnya, "Apa peduli mama? Bukannya mama tidak pernah peduli pada Valerie?" sahut Valerie tidak peduli dan mengalihkan tatapannya ke samping kaca mobil. Melihat jalanan kota Denpasar yang selalu ramai.