Unduh Aplikasi
90.74% MENGEJAR CINTA MAS-MAS / Chapter 98: MCMM 97

Bab 98: MCMM 97

Bukan karena tak cinta, namun trauma masa lalu seolah selalu membayangi....

⭐⭐⭐⭐

Makasih buat para pembaca yang sudah memberi fire stones dan komen2 yang membuatku termotivasi meneruskan cerita ini

Lopyu paling puul buat kalian🥰🥰

⭐⭐⭐⭐

Happy reading ❤

"Jadi elo terima atau elo tolak?" Saat itu Gladys sedang conference call bersama para sahabatnya. Yang barusan bertanya adalah Khansa kakak iparnya. "Gue dengar dari bang Ghif, Banyu akan datang ke rumah. Buat melamar elo?"

"Entahlah Sa. Gue bingung."

"Kenapa harus bingung kalau memang elo masih menyimpan rasa itu?" tanya Wina. "Sudah tanya sama Allah dalam setiap shalat lo?"

"Every day.. dalam setiap shalat."

"Apa yang lo minta atau tanyakan sudah mendapat jawaban?"

"Entahlah Win, gue sendiri bingung. Dulu gue berdoa agar bisa melupakan dia. Gue berdoa supaya gue bisa menemukan kebahagiaan. Selama tiga tahun terakhir ini gue pikir hidup gue saat ini adalah jawaban yang Allah kasih. Gue nyaman hidup sendiri, gue juga memiliki Salma dalam hidup gue meski dia bukan anak gue. Intinya gue menikmati kehidupan gue disini."

"Allah lebih tahu isi hati manusia, bahkan isi hati yang manusia berusaha lupakan atau enyahkan. Isi hati yang tersimpan di relung hati terdalam. Mungkin di mulut kita bilang nyaman sendiri, bahkan bukan nggak mungkin pikiran kita membuat kita yakin kalau semua yang dijalani saat ini adalah yang terbaik untuk diri kita. Bahkan hati ikut meyakini itu. Tapi Allah punya rencana sendiri untuk hamba-hambaNya. Apa yang menurut lo hidup yang nyaman saat ini sebenarnya bukan itu rencana Dia buat elo." Qori menimpali. "Lihat aja kehidupan gue dan Erick. Siapa sangka cowok begundal yang dulu nggak pernah gue kenal bahkan mungkin nggak akan pernah masuk dalam kriteria suami idaman, kini sudah menjadi the best father dan husband buat kami."

"Oh ya, gimana kabar Ge dan Lukas? Gue harap mereka hidup bahagia walau memulainya dengan suatu kesalahan?"

"Alhamdullillah mereka saling melengkapi. Lukas sangat menyayangi Ge dan Chloe. Sementara ini Ge masih fokus sama kuliahnya yang sempat tertunda akibat kehamilannya. Tapi kadang gue suka lihat si Lukas berdiri di depan jendela sambil memandang jauh gitu. Mungkin dia masih ingat elo ya, Dys."

"Dih, ngapain juga dia ingat gue. Kan sudah ada Ge."

"Lo tahu kan kalau Lukas cinta mati sama elo."

"Nggaklah. Lukas pasti bisa mencintai Ge. Setelah pernikahan mereka gue sempat ketemu dan ngobrol banyak dengan mereka. Gue sudah bilang ke Lukas kalau dia harus bisa melupakan rasa cintanya ke gue. Dia harus bisa mencintai Ge. Demikian juga Ge nggak boleh lagi main-main ke sana kemari. Semoga cinta bisa tumbuh di antara mereka."

"Apa karena itu juga makanya elo nggak pernah pulang ke Indonesia." Gladys tak menjawab.

"Itu salah satu alasan kenapa gue nggak pernah pulang," jawab Gladys setelah terdiam beberapa lama. "Karena gue tahu gimana perasaan Lukas. Gue nggak mau menjadi orang ketiga dalam pernikahan mereka. Cukup sekali gue menjadi orang ketiga dalam hubungan Banyu dan Senja. Menjadi orang ketiga itu nggak enak."

"Tapi sekarang elo bukan orang ketiga. Kalian sama-sama lajang. Kalian masih saling cinta. Bahkan dia sudah meminta elo menjadi istrinya. Lalu apa lagi halangannya?" tanya Ayu yang dari tadi diam mendengarkan. "Masih ingat kata-kata Banyu waktu itu?"

"Gue dan mas Haidar sampai gemas melihat Gladys sering nyuekin Banyu. Padahal kalau orangnya nggak nongol, dia bolak balik lihat jendela." Intan membuka kartu sahabatnya. Yang lain tertawa mendengarnya sementara wajah Gladys merah padam karena malu.

"Si***n lo Ntan. Nyesel gue punya teman kayak elo. Mana kalian berdua kompak banget kalau ngeledekin gue. Untung aja kalian orang tuanya Salma. Kalau nggak sudah gue kutuk kalian jadi kodok." Ya, begitulan hubungan persahabatan di antara mereka. "Gue masih belum yakin. Kemarin sebelum balik ke Indonesia dia kasih cincin ini ke gue."

"Masyaa Allah. Selamat ya Dys." Wina menangis bahagia.

"Dia sudah melamar elo?" Ayu seakan tak percaya, namun ia ikut bahagia

"Ya ampun kok elo nggak cerita ke kita sih Dys? Padahal pas dia antar elo pulang, mas Haidar sempat ngobrol sama Banyu. Gue ikut bahagia."

"Akhirnya dia melamar elo juga ya. Gue pengen tahu gimana reaksi abang-abang lo kalau dengar elo sudah dilamar Banyu. Gue senang banget adik ipar gue akhirnya laku." Wajah Khansa sudah basah oleh air mata bahagia.

"Elo terima kan lamaran dia?" Semua langsung terdiam saat mendengar pertanyaan Qori. "Gue harap elo terima. Dengan begitu bisa mengurangi rasa bersalah yang selama ini Ge rasakan. Pastinya itu juga membuat Ge merasa lebih tenang karena itu artinya Lukas tak lagi mengharapkan elo."

"Gue nggak tahu. Gue belum memberikan jawaban atas lamaran dia. Tapi pastinya dia bersedia menunggu. Gue masih mencoba menelaah perasaan gue sendiri."

"Jangan kelamaan. Lo tahu kan yang mau sama dia dari dulu banyak. Apalagi sekarang dia CEO di perusahaan ayahnya." Khansa mengingatkan. " Gue khawatir kalau kelamaan, perasaannya berubah. Atau si Senja ini muncul lagi ke dalam hidup Banyu."

"Justru masalah Senja ini yang bikin gue masih belum yakin. Gue khawatir saat gue sudah yakin menerima dan bisa mencintai dia, eh taunya si mantan datang lagi.

"Makanya buruan lo ikat tuh si Banyu sebelum tuh kunt*****k datang lagi." Ayu terlihat keki saat mengucapkan hal tersebut. Sampai sekarang ia masih mengingat ucapan Banyu saat di kafe waktu itu.

"Iya Dys. Jangan kasih kesempatan tuh emak-emak ambil jodoh lo. Itu manusia paling nggak bersyukur. Sudah punya suami tajir yang mencintai dia, kok masih juga mau sama mantan." Qori ikutan emosi.

"Hush.. sudah ah kalian nggak usah ghibahin kunt*****k. Kesenengan dia dighibahin sama kita. Sekarang yang penting bagaimana caranya Gladys bisa yakin dengan perasaannya dan berhasil melawan ketakutannya itu." Wina mengingatkan para sahabatnya. "Sekarang doanya diganti Dys. Bukan hanya supaya menemukan kebahagiaan hidup, tapi lo sebutkan nama orang yang mau dijadikan teman bahagia sepanjang hidup."

"Teman bahagia sepanjang hidup. Keren juga kata-kata lo win."

"Banyu sudah menghubungi lo lagi sejak balik ke Indonesia? Biasanya kan tiap hari dia menghubungi. Sudah hampir seminggu ya di Indonesia lagi?"

"Belum, mungkin dia lagi sibuk. Biarin ajalah. Gue juga nggak mau ganggu urusan dia. Lagipula dia bukan siapa-siapa gue. Iseng amat gue kepoin urusan dia," jawab Gladys tak peduli.

"Dys, kemarin Erick kasih tahu gue kalau Senja lagi ada di Indonesia bersama anaknya, tanpa Awan. Kata Erick, gank mereka sempat kumpul-kumpul tiga hari lalu di kafenya. Ada Senja dan Mila plus anak masing-masing."

"Yang benar? Lo jangan bikin gosip deh Qoi." tuduh Intan.

"Beneran. Erick kasih lihat gue foto-fotonya. Gue kaget juga pas lihat Banyu foto berdekatan dengan Senja. Kalau kata Erick, Senja pulang ke Indonesia karena mamanya sakit. Mereka kumpul-kumpul atas permintaan Banyu." Semua menunggu reaksi Gladys. Namun ternyata Gladys cuek saja, Buat mereka sikap Gladys seperti saat ini justru lebih mengkhawatirkan.

"Dys, elo nggak papa kan mendengar berita ini?" tanya Qori hati-hati. "Gue nggak bermaksud membuat elo galau. Tapi elo perlu tahu mengenai hal ini."

"I'm okay. Dia bukan siapa-siapa gue walau dia sudah memberikan cincin ini buat gue." Gladys memaksakan senyum lebar. Tetapi para sahabatnya mengerti perasaan Gladys yang sesungguhnya.

"Berprasangka baik saja kepada Banyu. Kalau gue lihat-lihat sih dia serius sama elo, Dys. Mas Haidar juga bilang begitu." Intan berusaha meyakinkan Gladys.

"Sudah dulu ya. Gue mau istirahat. Besok gue ada meeting. Bye semua."

⭐⭐⭐⭐

Suasana restauran malam itu tidak seramai biasanya. Bahkan ruang VIP terasa mencekam karena tak ada seorang pun yang bicara. Hanya denting sendok garpu beradu dengan piring yang terdengar. Banyu merasa debaran jantungnya bisa terdengar bila suasana terus heniny seperti saat ini. Dicoleknya lengan Gibran yang duduk di sampingnya.

"Apaan sih Nyu?" toleh Gibran dengan kening berkerut.

"Eh, nggak papa." Banyu salah tingkah. S****n nih Gibran, jadi teman nggak peka banget sih.

"Hahahaha... santai saja Banyu. Nggak usah terlalu tegang. Kita kan bukan baru sekali ini bertemu." Akhirnya Praditho yang mencairkan suasana.

"Iya nak Banyu nggak usah stress gitu," timpal Cecile.

"Eh.. hmm.. nggak stress kok tante. Cuma sedikit gugup." Semua tertawa mendengar jawaban jujur Banyu.

"Nah, coba nak Banyu utarakan kembali apa maksud nak Banyu ingin bertemu kami." Praditho membuka percakapan setelah mereka selesai makan. "Om dengar kamu belum lama kembali dari London ya?"

"Wah, kamu ketemu dengan Gladys nggak?" Cecile memotong pembicaraan dengan tak sabar. "Apakah disana dia baik-baik saja? Apakah dia nggak ada rencana pulang? Kenapa kamu nggak ajak dia balik ke Indonesia? Atau jangan-jangan disana dia sudah punya pacar. Dia nggak kumpul kebo kan dengan pacarnya?"

"Astaga mami. Satu-satu dong nanyanya. Tuh Banyu bingung mau jawab apa." Ghiffari berusaha menenangkan sang mami. Sementara itu Khansa yang duduk di sampingnya hanya bisa menahan tawa melihat sikap ibu mertuanya.

"Nggak papa bang. Banyu ngerti kok, tante pasti kangen banget ya sama Gladys." Cecile mengangguk. Matanya mulai berkaca-kaca. Praditho langsung menggenggam tangan sang istri.

"Gladys disana baik-baik saja tante. Banyu juga nggak sengaja bertemu dia di lobby rumah sakit."

"Siapa yang sakit?" Kembali Cecile mendesak Banyu. "Apakah putri bungsuku sakit? Ya ampun Adis, kenapa sih dia nggak mengabari kalau sakit. Kalau tahu dia sakit, tante pasti akan langsung berangkat ke sana."

"Mami, dengarkan dulu penjelasan Banyu. Dia belum selesai bicara. Setahu Khansa, Gladys baik-baik saja kok." Khansa berusaha menenangkan ibu mertuanya.

"Iya tante. Gladys baik-baik saja. Waktu itu Salma yang dirawat karena jatuh dan mengalami dislokasi lengan." Cecile terlihat lega saat mendengar penjelasan Banyu.

"Tante kangen banget. Tante terakhir bertemu dia satu setengah tahun yang lalu. Dia selalu menolak bila disuruh pulang. Bahkan saat eyang Tari meninggal dia nggak mau pulang."

"Sabar tante. Banyu akan membujuk Gladys untuk pulang."

"Apakah kamu bisa?"

"Insyaa Allah tante."

"Tunggu dulu... kamu ada hubungan apa dengan dia? Setahu tante kalian sudah tidak ada hubungan apapun karena waktu Gladys memilih menikah dengan.... Hah! Tante malas menyebut namanya." Wajah Cecile langsung berubah kesal. Persis dengan Gladys, bisik hati Banyu.

Banyu berdehem untuk membersihkan tenggorokannya sebelum menjawab pertanyaan Cecile.

"Minum dulu Nyu biar tenang," saran Praditho sambil menahan senyum. Ia mengerti bagaimana perasaan Banyu saat ini.

"Begini om tante, seperti yang pernah Banyu utarakan kepada om dan bang Ghiffari serta Gibran, kehadiran Banyu disini untuk meminta ijin pada kalian semua untuk memperjuangkan cinta Gladys."

"Maksud kamu apa?" tanya Cecile bingung. Praditho kembali tersenyum. Ia sengaja diam saja dan membiarkan Banyu yang berbicara.

"Banyu sudah melakukan kesalahan beberapa tahun yang lalu dengan membiarkan Gladys memilih menikah dengan Lukas. Walaupun kenyataannya mereka tidak jadi menikah, namun Banyu memiliki andil yang menyebabkan Gladys pergi dari Indonesia dan selalu menolak untuk pulang."

"Maksudnya gimana ya? Schatz, kok aku jadi bingung ya." Cecile menatap Praditho memohon penjelasan.

"Nanti aku jelaskan di rumah. Sekarang ada yang lebih penting yang akan diutarakan oleh Banyu."

"Sebelum elo lanjutin, gue mau tanya. Seberapa serius elo mau memperjuangkan cinta Gladys? Kalau dia cuma lo jadiin bemper atau pelarian saat elo galau dan terpuruk, lebih baik elo batalin niat lo," ucap Gibran dingin. "Elo tahu gimana sayangnya gue ke dia. Gue nggak akan mengijinkan cowok manapun untuk menyakiti dia lagi."

"Banyu serius ingin memperjuangkan cinta Gladys dan insyaa Allah ingin menjadikan dia pendamping hidup." Suasana mendadak hening.

"Elo serius Nyu? Gue nggak mau elo php-in lagi adik gue," tukas Gibran kesal.

"Siapa yang PHP-in Gladys? Kapan?" Cecile terlihat penasaran. Praditho memberi kode agar istrinya tidak banyak tanya dulu.

"Kali ini gue nggak main-main Gib. Gue nggak mau kehilangan dia lagi. Om dan tante perlu tahu, putri kesayangan kalian laksana malaikat tanpa sayap yang Allah turunkan ke dunia ini."

"Gladys memiliki arti penting dalam kehidupan keluarga kami. Dia memiliki andil yang cukup besar memperbaiki hubungan Banyu dengan ayah."

"Jadi elo mau menikahi dia sebagai balas budi?" tanya Ghiffari.

"Nggak bang. Bukan sebagai balas budi, tapi karena Banyu mencintai dan sangat membutuhkan dia." jawab Banyu tegas. "Sempat kehilangan dia menyadarkanku bahwa aku sangat membutuhkan dia. Aku tak ingin kehilangan dia lagi dan ingin bersamanya seumur hidup kami"

"Jadi malam ini kamu bertemu kami untuk melamar Gladys?" tanya Cecile tak percaya.

"Iya tante."

"Bagaimana dengan Gladys sendiri? Om tidak mempermasalahkan siapapun yang akan menjadi pendamping Gladys kelak asal pria itu seiman dan bisa menjadi imam yang baik untuk anak kesayangan om. Yang akan menjalani adalah Gladys, jadi yang terpenting disini adalah apakah Gladys bersedia menjadi istrimu?"

"Saat ini Gladys memang belum mengiyakan lamaran yang Banyu ajukan sebelum Banyu kembali ke Indonesia. Itu sebabnya Banyu ingin meminta ijin sekaligus restu dari kalian semua untuk memperjuangkan cinta Gladys."

Cecile dan Praditho saling berpandangan mendengarkan uraian Banyu.

"Schatz, bagaimana menurutmu?"

"Buatku tidak ada salahnya memberikan kesempatan pada Banyu untuk memperbaiki kesalahannya dan berusaha memperjuangkan cinta Gladys. Aku hanya tak ingin Gladys tersakiti. Kamu camkan baik-baik hal ini Nyu. Hanya satu janji yang om minta dari kamu, jangan pernah kamu menyakiti dia. Bila kamu menyakiti dia, om nggak segan-segan membalasnya."

"Banyu berjanji, insyaa Allah tidak akan menyakiti Gladys."

"Bagaimana dengan Senja?" tanya Gibran tiba-tiba. "Elo nggak akan meninggalkan adik gue kan walau seandainya Senja merengek minta perlindungan dari lo?"

"Senja? Siapa dia?" tanya Cecile.

"Senja adalah mantan kekasih saya tante. Dulu saya melepas Gladys karena ingin kembali pada Senja. Namun kepergian Gladys membuka mata saya bahwa apa yang saya rasakan untuk Senja bukan cinta, namun hanya obsesi semata. Saat Gladys lebih memilih Lukas, saya menyadari bahwa saya ternyata tak menginginkan dia menjadi pasangan pria lain," ucap Banyu jujur. Praditho dan Ghiffari menaruh respek terhadap Banyu karena berani jujur pada mereka.

"Om hargai kejujuranmu. Om harap perasaan itu tak pernah berubah sampai kapanpun."

"Insyaa Allah om."

"Tante menyesal dulu memaksa Gladys untuk menerima Lukas. Bahkan dulu tante sempat merendahkan kamu saat Gladys memilih dirimu. Maafkan tante ya Nyu."

"Tante nggak salah apapun. Wajar bila seorang ibu menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Saya dan ibu saya juga mungkin akan bersikap sama seandainya ada pria yang hendak mendekati Nabila." jawab Banyu sambil tersenyum maklum. Lega hatinya karena mendapat tanggapan positif dari keluarga Gladys.

"Nyu, gue titip adik cewek gue satu-satunya. Gue nggak akan segan membunuh lo kalau sedikit saja adik gue terluka," ancam Gibran.

"Hush! Kamu nggak boleh mengancam calon menantu mami seperti itu," Cecile membela Banyu. Hal ini tentu saja membuat yang lain tertawa mendengarnya. Huh dasar si mami, cepat banget luluhnya sama Banyu, batin Khansa. Alhamdulillah sahabat gue akan memiliki pendamping hidup.

⭐⭐⭐⭐


next chapter
Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C98
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk