Unduh Aplikasi
18.64% Lady Renee / Chapter 22: Kunjungan Duchess Celia 1

Bab 22: Kunjungan Duchess Celia 1

Renee menahan dirinya untuk tidak mendekati Leo yang berbicara dengan Celia di rumah kaca, Ivana hanya menatapnya dengan sinis tapi tidak melakukan apa-apa untuk mencegahnya.

Rumah kaca berada di sisi Mansion, berisi bunga-bunga yang dirawat dengan baik, bunga matahari, aster dan lili mekar dengan indah dan terlihat mencolok di balik kaca.

Renee melihat seorang Pelayan datang membawa kue kering yang terlihat masih panas, ia langsung mendekat.

"Biarkan aku, Tuan Leo menyuruhku membawanya ke sana."

Pelayan itu hanya menganggukkan kepalanya dengan pelan, Renee langsung melangkah ke rumah kaca dengan nampan di tangannya, ia melihat Leo dan Celia duduk berhadapan.

"Leo, apa kau tidak menerima tawaranku?" Celia berbicara dengan santai, jari jemarinya yang lentik itu menyentuh gelas keramik berwarna biru. "Ratu akan sangat senang kalau kita pergi ke Ibukota."

Renee melirik Leo, laki-laki itu terlihat tetap tenang seperti biasa, tidak ada tanda-tanda kulitnya akan terbakar, dengan hati-hati Renee meletakkan kue kering di atas meja.

"Tidak, aku tidak ingin pergi." Leo menolak dengan tegas, seakan ia sedang mengeluhkan keadaan kakinya yang cacat.

"Tapi …."

Leo mendengkus, suasana terasa tidak nyaman. Renee melirik Leo dan merasa kalau tatapan laki-laki itu menyiratkan sesuatu.

"Leo, pikirkanlah dulu." Celia berbicara lagi dengan suara lembut, tapi Renee bisa merasakan kalau sang Duchees sedang memaksa.

Tapi untuk apa?

Apa pentingnya memaksa Leo yang cacat pergi ke Ibukota bagi seorang Celia Fern?

"Maaf Duchess … perjalanan ke Ibukota memakan waktu seharian penuh, saya pikir Tuan Leo tidak bisa bertahan terlalu lama di kereta, apalagi kalau suhunya dingin." Renee yang selesai meletakkan kue kering berkata, ia melihat Celia dengan senyuman di wajahnya.

Celia terdiam sesaat saat mendengar perkataan Renee yang kurang sopan itu, kedua tangannya saling terkepal dengan erat. Renee tidak tahu apa yang wanita itu pikirkan tentang dirinya, tapi ia tidak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada Leo.

Ia masih belum bisa menghilangkan ketakutannya ketika melihat seseorang terbakar hanya karena terkena sinar matahari.

Leo melirik Renee dengan mata sehitam jelaga miliknya, sudut bibirnya melengkung ke atas, hanya sesaat sebelum ia memasang wajah dingin kembali di wajahnya.

"Sayang sekali," kata Celia dengan wajah penuh kekecewaan, tangannya yang memegang gelas keramik itu terlihat gemetar. "Padahal aku pikir kau bisa keluar setelah sekian lama, lima tahun bukan hal yang singkat."

Renee merasa ia tidak perlu bicara lagi, terlebih Leo tidak membantah sedikit pun dengan apa yang ia katakan. Perlahan-lahan berdiri dan melangkah menuju pintu keluar.

Mata coklat Celia turun ke kaki Leo yang tertutup kain tebal seperti biasa, ia terlihat sedih.

"Jangan terlalu sedih tentang kakimu, kau berharga di mataku."

"Aku tahu." Leo mengambil gelas dan menggoyangkannya dengan perlahan. "Perkataan Pelayanku benar, aku hanya akan merepotkanmu. Daripada pergi bersamaku, kau bisa pergi bersama Dylan ke Ibukota."

Kening Celia terlihat berkerut, salah satu tangannya yang bebas itu terkepal dengan erat.

"Aku menyukaimu, bukan Dylan."

Leo mengangkat sebelah alisnya, seakan tengah memastikan apa yang Celia katakan itu bukanlah sebuah lelucon.

Bunga matahari yang mekar di sudut rumah kaca bergoyang dengan pelan, tertiup angin yang masuk dari pintu, sesaat dua orang itu terjebak keheningan.

Celia menghela napas panjang, menaruh gelas di atas meja dan bersedekap, Renee yang berjalan menuju pintu rumah kaca menahan napas.

Ia tahu kalau sekarang bukan jamannya lagi menunggu pihak laki-laki menyatakan cinta, tapi ia tidak bisa mempercayai seorang Duchess mengatakan perasaannya tanpa rasa malu. Apalagi Celia Fern yang orang-orang kenal adalah orang yang lemah lembut dan dicintai oleh semua orang.

"Apakah kau tidak mengerti?" Celia merendahkan suaranya, Renee diam-diam berbalik untuk melihat seperti apa raut wajah Leo. "Bahkan jika kau kehilangan kaki dan tanganmu, aku tetap ingin bersamamu, bukan Dylan."

Laki-laki itu bersandar di kursi rodanya, tidak terlihat terkejut atau marah, seakan itu adalah hal yang biasa ia dengar.

Renee hampir menganga, mungkin ini adalah pernyataan cinta yang paling canggung yang pernah ia lihat.

Celia yang tidak mendapatkan jawaban dari Leo merasa malu, menundukkan kepalanya, lalu diam-diam mengusap pipinya yang kemerahan.

"Duchess, seharusnya kau tidak mengatakan hal itu, tidak ada gunanya membujukku pergi ke Ibukota."

Leo tetap dengan pendiriannya.

Celia menghela napas panjang untuk yang kedua kalinya, Renee merasa ia tidak bisa berlama-lama di sini dan berjalan keluar. Sepertinya Leo memiliki hubungan yang rumit dengan Celia. Ratu tidak pernah menyebutkan tentang hal ini padanya, selama lima tahun Leo tidak pernah keluar dari Mansionnya dan tidka ada satu pun rumor yang menyinggung tentang mereka berdua.

Renee khawatir, kalau pernyataan cinta itu bukan pernyataan cinta yang tulus.

Leo dan Celia terlibat beberapa percakapan lagi dan mereka tidak keluar sampai matahari mulai bersinar dengan terik, Celia kemudian dengan senyum cerah mendorong Leo masuk ke dalam rumah.

"Terima kasih karena sudah menemaniku mengobrol," kata Celia sambil tersenyum manis, Renee menunggu di depan teras, matanya tidak pernah lepas dari dua sosok yang semakin mendekat. "Sungguh, ini adalah kesempatan yang langka bisa mengobrol denganmu lagi, Marquis Leo."

Leo menganggukkan kepalanya, tidak bicara lagi. Celia hanya bisa menelan semua kata-kata manis yang ingin ia ucapkan di hatinya.

Renee memgambil alih Celia mendorong kursi roda Leo, ia tersenyum tipis pada sang Duchess yang terlihat enggan.

Celia menyelipkan rambutnya ke belakang telinganya, lalu menggigit bibirnya dengan pelan. "Apa kau yakin tidak ingin merubah keputusanmu?"

"Tidak."

Renee melihat keteguhan dari Leo dan juga Celia, mereka terlihat sama-sama tidak ingin mengalah.

"Duchess … ini akan memasuki waktu makan siang, apakah Duchess Celia ingin tinggal sebentar?"

Perhatian Celia langsung teralih kepada Renee, ia mendecih pelan. Pelayan baru ini mengganggu lagi.

Awalnya Celia pikir, Renee hanya seorang Pelayan yang datang dari tempat antah berantah yang dikirim Ratu untuk melayani Leo, tapi Celia tidak tahu kalau Renee mampu membuat dirinya tidak bisa melawan perkataannya.

Seakan-akan, Renee bisa membuat dirinya pergi tanpa membantahnya sedikit pun. Aura yang dimiliki pelayan ini terlalu kuat.

Celia mengerutkan bibirnya, ia bertanya-tanya, apakah Pelayan yang ada di depannya ini tidak menyukai dirinya?

"Kenapa aku tidak melihat Ivana?" Celia melihat ke sekitarnya, mencoba mengulur waktu untuk tidak pulang.

"Dia sedang sibuk di dapur." Leo tidak ingin banyak bicara, ia lelah dan ingin Celia segera pergi dari hadapannya.

"Oh, begitu." Celia mengangguk-anggukkan kepalanya, kemudian ia menggosok lengannnya. "Kalau begitu … aku akan merepotkan Pelayanmu untuk mengantarkan diriku ke depan."

Renee menatap Celia lalu menganggukkan kepalanya. Leo terlalu malas untuk mengatakan hal lain, ia mempersilakan Renee mengantar Celia pergi.

Laki-laki itu mendengkus, masalah wanita terlalu rumit untuknya.


next chapter
Load failed, please RETRY

Status Power Mingguan

Rank -- Peringkat Power
Stone -- Power stone

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C22
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Pilih Power Stone
Rank NO.-- Peringkat Power
Stone -- Batu Daya
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk