• At K-Artamedia Studio's n' Art, London •
"What the heck!!!"
Seorang pria dewasa berbadan kurus dengan wajah lembut dan berkulit pucat, nampak sedang mengobrak - abrik tumpukan berkas laporan mengenai pengeluaran bulanan trisemester lalu, sebelum hendak Dia rekap menjelang akhir tahun.
"Kenapa jumlah penjualan produk kita tidak sesuai dengan pengeluaran bulanan sih? Wah, ini ada yang tidak beres ini..."
Tangan bebasnya mengendurkan dasi yang semakin membuat ia kesulitan bernafas. Jelas terlihat garis - garis kehijauan di sepanjang punggung tangannya itu.
Seseorang nampak telah menangkap punggung gemetar pria dewasa berambut hitam itu dari kejauhan. Segera Dia menghampiri meskipun rada takut karena atasannya rada tempramental meskipun sebenarnya baik.
"B, bos...? Nampaknya anda sedang kesal, ada yang bisa saya bantu? Atau saya telah melakukan kesalahan kali ini...?" cicitnya hati - hati meskipun pria muda itu sudah hapal betul tabiat atasannya itu, namun tetap saja dia harus menjaga etikanya ketika bekerja.
Mendengar yang terakhir disapa, pria berambut hitam itu menoleh dengan tatapan sinis.
"Diam, jangan banyak basa - basi lagi...! Saya tanya, kenapa kalian membuat laporan ini keliru? Kenapa jumlah pengeluaran bulanan kita tak sebanding dengan jumlah keuntungan kita hahh?!"
Mengucapkan dengan penuh tekanan, menaikan suaranya diujung kalimat. Sudah cukup bagi Matthew untuk menyadari betapa kesalnya Keenan saat ini.
Tenggorokan Matthew bergulir kebawah, mengulum bibirnya kedalam saat mendapati bentakan dari Keenan. Detik itu juga ingatan Matthew berputar, beberapa bulan yang lalu saat Pak Walikota dengan Nona Anna ke datang Studio. Niat awal mereka adalah membeli namun begitu tahu kalau Keenan sedang ada jumpa klien wanita dari Paris, langsung saja mengundang reaksi negatif dari Anna sang putri Pak Walikota.
*Flashback on :
"Sialan, kenapa kau malah membiarkan Keenan bertemu dengan wanita hahh! Kurang ajar, bukannya aku sudah peringatkan Keenan supaya tidak dekat dengan wanita manapun selain aku!" desis Anna geram dengan wajah kesal.
Kaki jenjangnya melangkah dan menyambar beberapa barang di dekatnya kemudian membuangnya asal.
*Pyangg!!
Sontak saja semua karyawan dibuat terkejut dengan aksi gila Anna. Tanpa tahu masalah apa yang sebenarnya terjadi. Namun melihat dari reaksi Matthew yang berhadapan dengan mereka, cukup mengundang prihatin semua orang.
Anna yang murka tak hanya menghancurkan beberapa barang, namun merusak sebagian koleksi mahal dari studio mereka. Matthew perlahan pulih dari keterkejutannya, buru - buru dia meraih bahu Anna dan mendorongnya jauh.
Tuan Willy Pak Walikota dibuat kaget melihat putri kesayangannya di perlakukan kasar.
"Hey brengsek apa yang kau lakukan huhh!" menangkap punggung Anna dengan tangan kirinya.
Matthew menatap tajam kepada dua onggok manusia di depannya, tangan kanannya terangkat sebelum bibirnya berucap.
"Cukup! Apa yang Nona Anna lakukan itu sudah diluar batas. Dan saya sebagai orang yang diberi Keenan kepercayaan, tak segan untuk bertindak tegas kepada siapapun tak pandang bulu apa latar belakang di balik nama mereka!"
"Oh? Kau berani ya, cari masalah dengan saya. Saya rasa kamu cukup tahu kan, siapa saya bagi Kota London ini?! Dan anda beraninya mengancam saya begitu?!" retorik terucap dari mulut Tuan Willy dengan wajahnya yang mengeras menahan emosi.
"Daddy....." rengek Anna.
Semua karyawan mendengar keributan mereka dan memutar matanya malas, melihat sikap manja Anna. Sejujurnya, mereka dari awal memang tak begitu menyukai kehadiran manusia hawa itu karena sikapnya yang congkak juga seenaknya sendiri. Sering membuat kekacauan di studio mereka bekerja.
"Aku tak mau tahu Daddy, pokoknya Keenan harus jadi milik aku!" tuntut manja Anna dengan wajah kecewa.
Tuan Willy merajut alisnya melihat perubahan sikap Anna jika sudah membahas tentang pria muda itu. Awalnya Tuan Willy juga heran, kebaikan apa yang Anna lihat dari pria kurus itu? Sementara dirinya bisa memberikan pilihan yang lebih baik daripada yang Anna inginkan.
Tuan Willy mendengus sebal, dengan karakter keras kepala yang Anna miliki. Ia beralih menatap sengit ke wajah Matthew.
"Hmmph! Beritahu Keenan, aku akan melakukan segala cara supaya bisnisnya hancur, jika dia tak mau mendengarkan keinginan Purtiku... Suruh dia segera temui aku, dan selesaikan masalah ini!"
Tangan Willy meraih lengan Anna dan menariknya paksa.
"Tapi Daddy, Keenan bagaimana?!" protes Anna.
"Sudah, sudah, kita pulang dulu saja! Daddy rasa ini sudah cukup menekan mereka, okay?" meskipun kecewa Anna hanya bisa menuruti perkataan Ayahnya.
Matthew geram melihat sikap keduanya dan berteriak.
"Hey, jangan kalian pikir punya kekuasaan bisa seenaknya menekan rakyatnya yang kecil! Aku tidak takut dengan ancaman kalian, dan ya ... bawa saja bayi besarmu itu pergi jauh! Heuhh, tidak anak tidak ayahnya sama saja tukang onar!"
Anna berbalik dengan wajah hijau keputihan, menatap sengit ke arah yang terakhir.
"Kamu—! Awas saja ya, pasti kalian semua akan menyesali semuanya dan memohon di kakiku!" tunjuk Anna dengan jari tengahnya yang berkibar.
Ketika Anna bersama Tuan Willy hendak keluar dari pintu Studio. Sebuah seringai licik terbit di sudut mulut Anna. Dengan gerakan cepat Dia menyambar vas bunga yang ada di atas meja resepsionis, kemudian membantingnya ke arah lemari kaca.
*Pyangg!
Tak terhitung lagi jumlahnya kerugian yang harus Studio Keenan alami. Pasalnya lemari antik itu berisi koleksi barang antik yang Keenan juga Matthew berhasil dapatkan dari berbagai macam acara pelelangan barang dari seluruh penjuru dunia
"Hey....! Beraninya ya Anda!" Matthew beranjak menghampiri Nona Anna dan ingin mencekik lehernya.
Namun sebuah tangan kekar menghalangi pergerakannya dan langsung membanting Matthew jatuh ke lantai.
"Aw, aw...! Lepaskan saya! Anak Anda itu pantas Saya hancurkan lehernya karena sudah membuat onar di tempat usaha kami." dalam sekejap Matthew membebaskan diri dan balik memukul wajah Tuan Willy.
*Bughh!
Sebuah bogeman telak mendarat di sudut mulut Tuan Willy. "Kamu—! Dasar tak tahu malu. Masih berani ya Kamu melawan Saya hmm?!" geram Tuan Willy sudah murka.
"Anda dan Putri Anda yang tidak tahu malu... Datang - datang kemari langsung membuat uruhara. Menghancurkan bisnis kecil kami, lantas haruskah kami berdiam diri saja melihat ketidakadilan ini?" urat kehijauan timbul di leher Matthew dengan kulit wajahnya yang sudah hijau putih karena marah.
"Hmph! Kamu, kamu, kamu, semuanya disini itu sama sekali tidak ada harganya ketimbang apapun dengan yang Saya miliki. Jadi kamu, sebaiknya diam, berlutut dan memohon maaf kepada Saya. Sebelum kalian semua Saya bawa kalian ke meja hijau!" tunjuk Tuan Willy dengan jarinya mengarah ke wajah Matthew.
"Kami tidak takut sama sekali, meski harus kehilangan pekerjaan Kami. Tetapi Anda sama sekali tidak punya hak untuk merendahakan siapapun disini. Anda harus tahu, jabatan, kekayaan yang Anda miliki itu hanyalah titipan. Dan roda kehidupan itu pastilah berputar!"
"Oh, masih berani ya Kamu?" Tuan Willy menggulung lengannya tinggi - tinggi.
"Apa hah?!" sentak Matthew namun ditahan oleh Yuyun.
"Sudahlah kita sudahi saja disini Matthew. Anda dan Putri Anda, silahkan pergi keluar dari Studio ini. Sebelum masalahnya semakin runyam." ancam Yuyun.
"Kamu juga berani mengatur Daddy ku ya...?" kini giliran Nona Anna yang bersuara.
"Saya mohon dengan segala kerendahan hati, silahkan tinggalkan tempat ini, CEPAT!!"
Melihat ekspresi horor dari wajah Yuyun membuat semua orang di Studio merinding ketakutan. Tuan Willy menyeret Anna untuk keluar, meskipun Anna terus memberontak.
"You're slut!" umpat Matthew kesal menunjuk Nona Anna dengan jari tengahnya dengan bangga.
*Flashback off :
Segera Matthew menggeleng setelah keluar dari alam imajinatifnya. Ia mendongak melihat wajah kesal Keenan yang sedang menuntut penjelasan. Matthew batuk kering, mencoba menetralisir perasaannya.