Unduh Aplikasi
9.88% Istri Rahasia Sang Mafia / Chapter 17: Hadiah Untuk Elena

Bab 17: Hadiah Untuk Elena

Wajah Elena memerah saat memikirkan hal itu. Astaga… mengapa ia tiba-tiba berpikiran mesum dan membayangkan dirinya mandi berendam bersama Elleard di jaccuzi mewah itu?

Ia menepuk-nepuk kepalanya dan berusaha menghilangkan bayangan itu dari pikirannya. Elleard dan dirinya… akan segera menikah.

Walaupun sebenarnya keinginan menikah ini datang dari Elleard dan Elena merasa belum siap serta belum mengenal Elleard sepenuhnya, kalau dipikir-pikir lagi ia tidak dirugikan atau merasa keberatan dengan pernikahan itu.

Elleard selalu bersikap baik kepadanya. Ia juga ternyata bersungguh-sungguh dengan niatnya. Ia tidak hanya sekadar bicara ingin menikahi Elena, melainkan ia juga menunjukkan keseriusannya dengan meminta Elena secara terbuka kepada Bibi Ursula.

Dan kini… ia sudah menyediakan kamar yang demikian cantik untuk membuat Elena senang.

Dada gadis itu seketika berdebar-debar. Rasanya, ia akan bisa mencintai suaminya nanti.

Elena kembali mengedarkan pandangannya sesaat ia melangkah lebih dalam untuk masuk dalam kamarnya. Ia mendekati ranjang, hendak merasakan selembut apa seprai dan selimut yang membungkusnya.

Ujung jarinya membelai selimut putih licin berbahan satin nampaknya sangat tebal. Perlahan ia mulai duduk. Astaga… benar saja rasanya sangat nyaman dan lembut. Elena memejamkam mata dan tersenyum sendiri.

Ia dapat membayangkan dirinya beristirahat di tempat tidur mewah ini seperti gadis-gadis dari keluarga kaya.

Ia lalu merebahkan langsung tubuhnya ke atas ranjang. Hidungnya mencium wangi lembut dari tempat tidurnya yang begitu empuk. Ia merasa seolah hidup di negeri dongeng tentang putri kerajaan dan ia menjadi tokoh utamanya.

Elena menggulingkan tubuhnya dengan bibir tipisnya tersenyum lebar. Ia merasa sangat bahagia, Ah, jika ia sedang bermimpi atau tersesat di negeri dongeng, Elena tidak ingin kembali lagi. Elena lalu menggulingkan tubuhnya sekali lagi dan menghirup wangi seprai lembut di tempat tidurnya.

TOK

TOK!

Elena terdiam saat mendengar suara pintu diketuk dengan lembutnya. Astaga.. siapa itu?

Elena langsung terperangah kemudian duduk di tempat tidur. Saat ia menyadari tindakannnya tadi telah membuat ranjangnya menjadi sedikit berantakan, ia segera membereskan selimut dan bantal-bantal di atas ranjang. Setelah membuat ranjang itu kembail rapi, Elena melangkah membuka pintu.

"Iya?"

Elena membuka pintu dan menemukan seorang gadis seusianya yang rapi dengan seragam pelayan segera membungkuk hormat dan menyapanya.

"Maaf, Nyonya . Anda tidak perlu membuka pintu. Jika Nyonya mengijinkan saya masuk saya akan membukanya sendiri," ujar pelayan itu dengan gugup.

"Aaah, tidak a-apa… Aku juga kebetulan akan keluar." Elena tertawa canggung.Ia masih belum biasa diperlakukan seperti nona besar dari keluarga kaya seperti ini, apalagi oleh gadis sebayanya.

"Ah, baik, Nyonya," kata pelayan itu yang kini terlihat lega.

"Ada apa?" tanya Elena lagi. Ia menduga pelayan itu dikirim Elleard untuk mengurusinya.

"Tuan Elleard lupa ingin memberikan ini, tadi sebelum pergi ia menitipkan ini, Nyonya. Tuan juga berpesan saya harus membantu Anda memilih pakaian-pakaian yang ada di walk-in closet Anda," kata sang pelayan dengan hormat.

Ia menambahkan, "Jika ada yang Nyonya tidak suka katakan kepada saya, saya akan membantu mengeluarkannya untuk dikembalikan. Atau jika ada yang Nyonya inginkan, saya akan melayani Anda."

Pelayan di rumah ini semuanya mengenakan seragam hitam beraksen putih yang rapi dan profesional. Ada name tag di bagian dada yang menunjukkan nama mereka. Berada di mansion besar ini dengan begitu banyak staf membuat Elena merasa seolah sedang berada di sebuah hotel mewah.

Ia melihat papan nama di baju pelayan itu yang bertuliskan 'GRETA'. Elena lalu mengulurkan tangannya dan mengajak bersalaman.

"Panggil aku Elena." Katanya sembari tersenyum.

Greta membalas senyuman ramah Elena. "Nama saya Greta, Nyonya."

Elena batuk-batuk saat mendengar Greta berkali-kali memanggilnya dengan sapaan 'Nyonya', padahal ia belum menikah dengan Elleard.

"Aku belum menikah dan sepertinya umur kita tidak berbeda jauh, jadi kau tidak perlu memanggilku Nyonya. Panggil saja aku Elena."

"Maaf, tidak bisa seperti itu, Nyonya. Tuan Elleard ingin Anda diperlakukan dengan hormat, sama seperti kami memperlakukan beliau dan adiknya Tuan Xavier."

"Adik Tuan Elleard bernama Xavier? Apakah dia tinggal di sini juga?" Elena ingat saat ia menginap lagi di rumah Xavier, lelaki itu tidak pulang ke rumahnya. Apakah malam itu Xavier tidur di sini?

"Tuan Xavier jarang ke sini," Greta menjelaskan. "Uhm… dan saya juga harus memanggil Anda nyonya karena Anda akan segera menjadi istri tuan. Jadi sebaiknya kami membiasakan dari sekarang."

Elena batuk-batuk mendengar penjelasan Greta. Ia tidak membantah lagi dan membiarkan saja pelayannya itu memanggilnya seperti yang diperintahkan Elleard.

"Baiklah kalau begitu," Elena mengangguk. "Oh, ya, tadi kau bilang Tuan Elleard menitipkan sesuatu untukku? Apa itu?"

Greta mengambil tas hitam dari balik punggungnya dan menyerahkannya kepada Elena. "Ini titipan tuan Elleard."

Ragu-ragu Elena menerimanya.

"Saya permisi, Nyonya."

"Mm… terima kasih."

Elena menutup pintu selepas kepergian Greta yang datang membawakan tas tadi. Ia lalu duduk pinggiran ranjang dan membuka tas itu untuk melihat isinya.

Sepasang mata bulatnya membelalak saat menemukan sebuah kotak hitam berisi ponsel mahal keluaran terbaru. Ia meletakkan ponsel itu di sampingnya lalu beralih pada kotak hadiah lain yang terikat pita putih.

Elena menarik pita itu lantas membuka kotaknya. Isinya adalah beberapa kartu kredit atas nama Elleard Salvator Osbart dan kartu-kartu yang lain yang tidak Elena ketahui fungsinya untuk apa juga secarik kertas berisi tulisan tangan.

"Ingat nomor pin-nya adalah 2305 beli apa pun yang kau inginkan, baik untuk keperluan kuliahmu atau apa saja. Kau bisa keluar bersama Vincent. Dia adalah supir yang akan mengantarmu. Elleard."

Seulas senyum menghiasi wajah cantik Elena. Ia membayangkan Elleard menuliskan pesan pendek itu untuknya dan membungkus hadiah-hadiah kecil itu untuknya. Ia merasa sangat diistimewakan.

Elena menghela napas panjang. Ia lalu membaringkan tubuhnya di atas ranjan, melihat langit-langit tempat tidurnya yang dihiasi tirai berenda berwarna biru muda, sungguh mengingatkannya akan kamar seorang putri.

Semua kartu yang ada di tangan Elena hamburkan sampai terjatuh di sekitar wajahnya lantas ia tertawa, menertawakan keadaan yang kini tidak masuk akal.

Ponsel mahal, kartu kredit, kamar mewah, sopir pribadi? Boleh belanja apa pun sepuasnya? Ahh.. rasanya sangat sulit dipercaya!

Astaga… apakah Elena sedang gila saat ini dan semua ini hanya khayalannya? Ataukah sebenarnya kamar ini adalah rumah sakit jiwa. Elena ingin tertawa, jangankan orang lain. Ia sendiri saja tidak mempercayai keadaan ini.

***


next chapter

Bab 18: Mimpi Buruk Xavier

Xavier kecil menekuk lutut, melipat tangan di samping ranjang, siap untuk berdoa. Di sampingnya ada seorang wanita dewasa dengan lembut membelai rambut hitamnya. Senyuman wanita itu teduh melihat Xavier berdoa sebelum tidur.

Namun, tiba-tiba ada seseorang yang berdiri di belakang Xavier dengan senjata terarah pada ibunya.

Dor!

Sang ibu langsung terkapar bersimbah darah di samping Xavier. Anak itu merasa saat ini senjata itu beralih pada belakang kepalanya.

Xavier membuka mata dewasanya lebar-lebar. Ia langsung duduk dan mengusap wajahnya. Xavier masih di kantor. Ia menarik napas dalam-dalam dan melipat tangan lalu menyandarkannya pada dahinya.

Mimpi-mimpi itu selalu datang setiap kali ia tidur. Sudah beberapa tahun ia selalu dihantui oleh kenangan akan kebersamaannya dengan mendiang ibunya. Semua kenangan indahnya bermain dengan ibunya akan berubah menjadi genangan darah di dalam mimpinya.

Xavier berdiri dari kursinya dan berjalan menuju barisan rak botol wine yang ditata rapi di sebelah meja kerjanya. Ia meraih salah satu botol dan sebuah gelas ramping yang ia selipkan pada sela jari. Ia membuka botol wine dan menuangkan isinya ke gelas lalu menaruh kembali botolnya di meja.

Langkah kakinya perlahan kembali menuju meja kerja. Xavier menikmati red wine sambil sibuk dengan pikirannya sendiri.

TOK TOK

Tiba-tiba terdengar ketukan di pintu. Setelah Xavier menyuruh masuk, pintu kantornya dibuka. Simon Palecki, orang kepercayaannya masuk dengan membawa sebuah majalah.

"Majalah gosip terus merilis berita tentang ketampananmu dan menyertakan tanda tanya di halaman terdepan. 'siapa wanita yang beruntung' haha…" Simon meletakan majalah itu di atas meja kerja Xavier dan tertawa menggodanya. "Enaknya jadi pria tampan dan terkenal."

"Kau tahu kan bahwa sebagai tuan muda dari keluarga kaya pasti kau akan mendapat sorotan dari media. Jangan sampai mereka terlalu dekat dan memergokimu saat melakukan hal-hal yang bisa merusak reputasi keluarga," kata Simon memperingatkan. "Kau harus lebih hati-hati saat beroperasi, mata kamera di mana-mana."

Xavier melirik ke arah majalan di meja. Ia tidak mengerti kenapa media senang sekali membahas para lelaki muda kaya dan single sepertinya untuk digosipkan. Ia bukan aktor atau musisi.

Keluarganya memang kaya dan memiliki banyak bisnis yang menyokong karier banyak perusahaan hiburan dan para selebriti, tetapi ia sendiri tidak pernah tertarik untuk menjadi terkenal.

Fotonya di halaman majalah yang terbuka terlihat sangat tampan. Sepertinya seorang paparazi memergokinya sedang keluar dari sebuah hotel setelah makan siang bisnis dengan salah satu partner bisnis keluarga Osbart.

Ia mengenakan pakaiannya yang seperti biasa serba hitam dan wajahnya tampak dingin berbahaya. Terdapat judul di artikel tersebut yang ditulis besar-besar.

XAVIER SALVATOR OSBART YANG DIGOSIPKAN BERPACARAN DENGAN SUPERMODEL ANNA RAWLINS MEMBANTAH KEDEKATAN MEREKA.

Xavier hanya memutar matanya membaca tajuk artikel itu dan menggoyangkan gelas wine di tangannya dengan sikap acuh tak acuh. Ia hanya pernah berkencan dengan Anna satu kali tetapi mereka sama sekali tidak pacaran. Rupanya media senang sekali membuat berita mengada-ada.

Simon mendeham. "Ngomong-ngomong, kakakmu membuat keputusan mengejutkan. Dia bilang akan menikah secepatnya. Dia malah sudah membawa pengantin nya ke mansion."

Mendengar itu barulah Xavier menghentikan goyangan gelas pada jarinya. Ia mengerutkan keningnya keheranan. Elleard… hendak menikah?

Dengan siapa? Kenapa tiba-tiba sekali?

"Tenang! Aku sudah menyelidiki berulang kali, dan hasilnya tetap sama. Gadis itu aman, hanya wanita biasa yang mungkin Elleard lihat. Atau mungkin dia kasihan."

Simon memberikan berkas berisi semua data Elena yang berhasil dikumpulkannya. Xavier meraihnya, membuka lembaran pertama. Dari lembar pertama ada foto Elena, Xavier langsung bereaksi ia melihat lekat wajah itu.

"Kau mau kemana?" tanya Simon melihat Xavier buru-buru bangun dari duduknya lantas meraih kunci mobil.

"Kita ada pertemuan malam ini! X!"

Sekalipun Simon berteriak memanggilnya berkali-kali, Xavier tidak menghiraukannya. Pria itu berjalan dengan langkah-langkah lebar semakin menjauh dari ruang kerja melewati meja sekretaris yang langsung berdiri lantas menunduk saat melihatnya lewat.

Tidak berapa lama Simon juga ikut keluar dengan menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Sepertinya kita harus membatalkan pertemuan malam ini."

"Ini sudah kedua kalinya aku menjadwalkan ulang, bos." ujar Liliana, sang sekretaris. "Kalau bisa jangan batal lagi.."

"Kau tidak lihat dia pergi begitu saja!?" tukas Simon dengan nada kesal. "Kalau kau bisa membuatnya kembali dan ikut ke pertemuan nanti malam, boleh kau tidak menjadwalkan ulang."

Liliana terdiam mendengar kata-kata Simon. Ia menoleh ke arah kepergian Xavier dan menghelas napas. "Baiklah.. aku akan menjadwalkan ulang."

Simon berjalan mengejar Xavier. Sampai di lantai bawah, ia melihat mobil Xavier melintas dengan cepat keluar dari halaman lobby. Simon baru saja sampai dengan napas yang masih terengah-engah. Ia sudah tak dapat mengejarnya.

"Sial!" umpatnya saat melihat mobil itu semakin menjauh.

***

TOK TOK

Elena tersentak terbangun dari tidurnya saat ia mendengar ketukan di pintu. "Astaga… aku ketiduran?" Ia langsung mencari ponselnya untuk melihat jam. Sudah hampir jam 4 sore. Shiftnya di toko akan segera dimulai. Ia tidak boleh terlambat. "Aku harus kerja."

TOK TOK

Ketukan di pintu kembali terdengar. Elena mengerjap-kerjapkan matanya dan segera turun dari tempat tidur untuk membukakan pintu.

Greta baru saja membuka pintu dan masuk ke kamar Elena sebelum gadis itu sempat membukanya.

"Oh, hai, Greta. Aku harus pergi sekarang."

"Eh, Nyonya mau kemana?" tanya pelayan itu keheranan saat mendengar kata-kata Elena.

"Aku harus berangkat kerja," gumam Elena. Ia beranjak ke kamar mandi hendak membersihkan muka. "Aku sudah terlambat."

"Uhm, sepertinya tidak bisa Nyonya,"

Elena berhenti dari pergerakannya lantas menoleh ke arah Greta dan menatap pelayan itu dengan kening berkerut.

"Ahh… maaf, aku masuk begitu saja, Nyonya. Sebelumnya sudah aku ketuk tapi tidak ada jawaban dan kebetulan pintu tidak dikunci."

"Apa maksudmu, tidak bisa?" Elena kembali duduk di atas ranjang. Ia segera menyadari bahwa tempat tidurnya sekarang terlihat berantakan dengan barang-barang hadiah dari Elleard berserakan di atas selimutnya.

"Tuan Elleard ingin Anda makan malam bersamanya, jam tujuh nanti. Samantha menugaskanku untuk membantu Anda bersiap."

"Makan malam, ya…?" gumam Elena.

"Benar, Nyonya."

"Aku bisa bersiap sendiri, terima kasih. Kau bisa keluar sekarang." Elena tersenyum kaku, berharap pelayan pribadinya itu segera keluar meninggalkannya.

"Maaf, Nyonya. Tapi saya akan membantu Anda."

Elena mengerucutkan bibirnya. "Baiklah, kalau begitu aku mandi dulu. Kau boleh keluar sekarang!"

"Saya akan membantu Nyonya untuk mandi."

Uhuk!

Elena melihat pelayannya tidak percaya. "Tidak usah, maksudku… aku bisa mandi sendiri. Silakan kau keluar!"


Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C17
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank 200+ Peringkat Power
    Stone 18 Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk

    tip Komentar Paragraf

    Fitur komentar paragraf sekarang ada di Web! Arahkan kursor ke atas paragraf apa pun dan klik ikon untuk menambahkan komentar Anda.

    Selain itu, Anda selalu dapat menonaktifkannya atau mengaktifkannya di Pengaturan.

    MENGERTI