Tidak peduli dengan apa pun yang dikatakan Kakek Shen, Shen Qinglan hanya berlutut diam dengan sorot matanya tegas dan tanpa bergerak.
Kakek Shen menatap cucunya yang keras kepala, hatinya marah sekaligus sedih. Dia dapat menebak alasan mengapa cucunya berbuat begini. Justru karena dia tahu makanya dia semakin tidak bisa menyetujuinya.
Dia tidak bisa membiarkan Shen Qinglan mengorbankan kebahagiaan dalam hidupnya demi membuat Nenek Shen tenang. Fu Hengyi memang cukup baik, seandainya Shen Qinglan dan Fu Hengyi menikah karena saling mencintai, maka dia tidak akan menentang bahkan malah akan mengangkat kedua tangan untuk mendukung mereka. Tapi kalau seperti sekarang ini sama sekali tidak bisa.
Saat Shen Junyu masuk, dia melihat adegan seperti ini, Kakek Shen duduk di samping tempat tidur dengan marah, sedangkan adiknya berlutut di lantai tanpa bergerak.
"Kakek, apa yang terjadi?" Shen Junyu kaget. Dia mengira Shen Qinglan telah melakukan kesalahan sehingga membuat kakeknya marah.
Baik kakek maupun cucunya tidak ada yang berbicara.
"Kakek, umur Lanlan masih muda. Kalau dia melakukan sesuatu yang membuat kakek tidak senang, jangan terlalu menanggapinya. Lantai ini begitu keras, lututnya akan sakit kalau berlutut terlalu lama. Biarkan dia berdiri dulu, bagaimana?"
Shen Junyu juga tidak tahu apa yang telah terjadi, namun dia bisa yakin kalau Shen Qinglan pasti telah melakukan sesuatu. Kalau tidak, Kakek Shen tidak mungkin memperlakukan Shen Qinglan seperti itu.
"Apa aku yang tidak membiarkannya berdiri? Dia sendiri yang tidak mau berdiri." Akhirnya Kakek Shen bicara, tapi nadanya terdengar agak frustasi.
"Lanlan, minta maaf kepada kakek."
Shen Qinglan tidak bergerak, tidak ada orang yang bisa mengubah keputusannya.
"Shen Qinglan, kamu sudah mengambil keputusan, benar bukan?" Kakek Shen berkata dengan kebencian. Dia memelototi Shen Qinglan, sangat ingin maju dan memukulnya beberapa kali untuk membuatnya sadar, tapi dia juga tidak rela.
"Benar." Shen Qinglan menjawab tanpa ragu.
"Baik, kalau begitu kamu berlutut saja. Berlutut selama yang kamu mau."
"Kakek." Shen Junyu membuka mulutnya.
"Kamu keluar." Kakek Shen menatap cucu laki-lakinya sambil menunjuk pintu.
Shen Junyu melirik Shen Qinglan yang berlutut di lantai, "Kakek, tidak peduli kesalahan apa pun yang diperbuat adik, bagaimanapun juga dia adalah seorang anak perempuan. Sekarang nenek di rumah sakit, kakek…"
"Keluar!" Kakek Shen meraung marah.
Shen Junyu tidak berdaya, dia pun keluar dari kamar. Semua orang di rumah saat ini ada di rumah sakit, dia tidak dapat menemukan seseorang untuk membantu. Yang utama adalah dia sama sekali tidak tahu apa yang sebenarnya telah terjadi.
Shen Qinglan berlutut semalaman. Kakek Shen juga tidak tidur sepanjang malam. Cucu yang paling disayanginya sedang berlutut di sini dan memohon agar dia setuju untuk membiarkannya menikah dengan seorang pria yang tidak disukainya, bagaimana dia bisa tidur?
Fajar tiba, matahari semakin tinggi, semakin lama semakin mendekati pukul dua belas siang. Shen Qinglan punya janji untuk bertemu dengan Fu Hengyi di depan Kantor Catatan Sipil pukul dua belas.
Shen Qinglan mau tidak mau merasa agak gelisah, hanya saja wajahnya sedikit pun tidak menunjukkannya. Dia sudah berlutut sepanjang malam, lututnya sudah lama mati rasa.
"Kamu sudah membulatkan tekad, ya?" Amarah dalam hati Kakek Shen sulit diredam.
"Mohon kakek merestui."
Kakek Shen berjalan mondar-mandir di kamar dengan tangan berkacak pinggang dan napas terengah-engah. Setelah cukup lama, dia melempar sebuah buku berwarna merah gelap ke depan Shen Qinglan, "Ambil."
Shen Qinglan mengambil buku itu dari lantai lalu bersujud kepada Kakek Shen. Shen Qinglan punya kebanggaan. Sampai sebesar ini dia belum pernah berlutut dan bersujud kepada siapa pun. Ini adalah pertama kalinya, tapi dia rela, karena dia telah melukai hati orang tua yang benar-benar menyayanginya ini.
"Shen Qinglan, ini adalah keputusanmu sendiri. Kelak kalau kamu menyesal, jangan datang kepadaku untuk mengeluh."
"Terima kasih, Kakek."
Kakek Shen memejamkan matanya, tidak ingin melihat lagi orang yang berlutut di lantai itu, lalu dia melambaikan tangannya dengan lemas.
Shen Qinglan hendak berdiri. Begitu bergerak, ada rasa sakit yang tajam di lututnya. Dia jatuh terduduk di lantai untuk meredakannya.
Kakek Shen melihatnya dengan jelas. Dia ingin maju dan memapahnya, tetapi dia hanya membalikkan tubuhnya.
Shen Qinglan menunggu rasa sakit itu mereda lalu perlahan-lahan berdiri dan bergerak menuju ke pintu. Dia berjalan sangat pelan, benar-benar menyeret kakinya, namun punggungnya tegak.
Melihat punggung cucunya yang berjalan menjauh, Kakek Shen menghela napas dalam-dalam.
**
Di depan Kantor Catatan Sipil, Fu Hengyi sudah menunggu di sana ketika Shen Qinglan tiba.
"Sekarang masih belum terlambat untuk menyesal." Fu Hengyi berkata ringan, matanya menatap wajah Shen Qinglan lekat-lekat.
"Ayo."
Shen Qinglan masuk lebih dulu.
Fu Hengyi melangkah mengikutinya.
Saat keluar lagi, di tangan mereka berdua sudah ada tambahan dua buah buku merah.
Shen Qinglan mengikuti di belakang Fu Hengyi, keduanya tidak berbicara.
"Masuk ke mobil." Fu Hengyi membuka pintu mobil.
Shen Qinglan masuk tanpa bertanya ke mana dia akan membawanya.
Mobil itu berhenti di Rumah Sakit No.1 Kota. Fu Hengyi turun dari mobil, Shen Qinglan masih mengikuti di belakangnya.
Sampai di lantai tujuh ketika elevator terbuka, Fu Hengyi pun maju dan menggandeng tangan Shen Qinglan.
Shen Qinglan melawan.
"Kalau kamu tidak ingin membuat keluargamu khawatir, bekerja samalah sedikit." Fu Hengyi merendahkan tubuhnya dan berbisik di telinga Shen Qinglan.
Shen Qinglan tidak bergerak lagi dan membiarkan Fu Hengyi menggandeng tangannya lalu mendatangi kamar Nenek Shen.
Di dalam kamar, selain anggota keluarga Shen, juga ada Kakek Fu. Saat melihat kedua orang yang masuk sambil bergandengan tangan itu, semuanya terkejut.
Yang paling tercengang adalah Shen Xitong yang masih duduk di kursi roda. Dia menatap sepasang tangan yang saling bergandengan itu dengan wajah pucat. Kedua tangannya yang memegang lengan kursi roda pun memutih.
Fu Hengyi berjalan ke depan tempat tidur Nenek Shen sambil menggandeng Shen Qinglan, "Nenek, maaf, aku terlambat datang."
Melihat mereka berdua, Nenek Shen pun menyadari sesuatu. Dia berpaling dan memandang ke arah Kakek Shen. Kakek Shen mengangguk sambil tersenyum.
Raut wajah Nenek Shen menjadi rileks. Dia melambaikan tangan kepada Fu Hengyi, Fu Hengyi maju selangkah, "Apakah kamu sudah bersama dengan Lanlan kami?"
Fu Hengyi mengangguk, "Benar, Nenek. Tepatnya, aku dan Qinglan sudah menikah. Siang ini kami baru membuat surat nikah." Nada bicara Fu Hengyi lembut.
Meskipun Nenek Shen sudah mempunyai persiapan mental, tapi dia tetap terkejut. Matanya yang memandang Fu Hengyi membawa ketegasan. Dia menoleh memandang yang lainnya, "Kalian keluar dulu. Hengyi tetap di sini."
"Nenek." Shen Qinglan bersuara.
Nenek Shen tersenyum, "Aku hanya akan bicara sedikit dengan Hengyi, tidak akan menindasnya. Keluarlah dulu."
Sekelompok orang pun keluar satu demi satu.
Di dalam kamar hanya tersisa Nenek Shen dan Fu Hengyi.
**
Di koridor, Shen Qian menatap Shen Qinglan, sorot matanya membawa pertanyaan, "Qinglan, ada apa sebenarnya? Kapan kamu bersama dengan Hengyi?"
"Kami sudah bersama selama beberapa waktu. Terakhir kali Hengyi cuti, kami bertemu. Setelah itu kami berinteraksi lagi beberapa kali. Perasaanku cukup baik, maka kami pun mencoba berhubungan. Setelah beberapa waktu, kami berdua merasa cukup nyaman. Umur Hengyi juga sudah tidak kecil lagi, jadi kami pun berencana untuk menikah." Shen Qinglan menjelaskannya dengan ringan.
Sudut bibir Kakek Fu dan Kakek Shen yang mengetahui kebenarannya pun bergerak-gerak tanpa sadar.
"Kamu bicara sembarangan." Shen Xitong menyela dengan suara keras, "Kamu sedang berbohong, kamu dan Hengyi saling mengenal tidak lebih dari tiga bulan. Jumlah pertemuan kalian bisa dihitung dengan jari, perasaan dari mana?" Bibirnya agak bergetar, jelas dia tidak percaya kalau mereka berdua ternyata sudah menikah.