Adeeva hanya bisa pasrah di bawah kendali Yudistira. Yang terus mencumbu tubuhnya tanpa henti. Menatapnya dengan binar kagum saat Adeeva sudah telanjang tanpa sehelai benangpun yang menutupi.
Gadis itu menutupi bagian intim dan payudara miliknya secara reflek. Dia sangat malu saat Yudistira memperhatikannya, seakan tengah memperhitungkan sesuatu.
Tangan Yudistira menepis tangan gadis itu, menguncinya menjadi satu di atas kepala Adeeva. "Jangan ditutup. Kau menghalangi pemandangan paling indah yang pernah kusaksikan." Kata Yudistira dengan sorot mata tajam menyiratkan gairah.
Adeeva meneguk ludahnya. Yudistira menarik dirinya setelah puas memandangi apa yang akan menjadi miliknya. Adeeva hanya miliknya. Milik Yudistira yang mencintai gadis itu dengan segenap hatinya.
Adeeva memperhatikan Yudistira yang tengah melepaskan kemejanya, memperlihatkan pahatan sempurna pada tubuh atletisnya. Bukan sekali dua kali Adeeva melihatnya. Tetapi, gadis itu masih saja merona dan merasa malu.
Tak sampai di situ, Yudistira mulai menurunkan celananya, membuat Adeeva segera memejamkan mata dengan erat. Dia mendengar tawa yang mengalun sexy, menyelinap ke dalam indra pendengarannya.
Setelah benar-benar telanjang, Yudistira mulai merangkak naik, menindih tubuh Adeeva hingga gadis itu dapat merasakan dengan jelas sesuatu yang mengeras di pahanya.
"Buka matamu, Adeav." Bisik Yudistira. Dengan perlahan, Adeeva membuka matanya. Hal pertama yang dia lihat adalah wajah tampan yang dipenuhi oleh gairah. Yudistira Adyatama, seseorang yang sangat dia cintai selama bertahun-tahun lamanya.
"Apa aku setampan itu sampai kau lupa bernafas?" Lagi-lagi tawa indah itu masuk ke dalam telinga Adeeva, membuat gadis itu terbakar percikan gairah.
Adeeva menghembuskan nafasnya. Mata cantik itu memperhatikan Yudistira yang terlampau tampan. Pahatan sempurna pada tubuhnya yang membuat Adeeva tanpa sadar menyentuhnya, mengusap dada bidang Yudistira dengan sapuan lembut.
Yudistira membalik posisinya. Dia terlentang di atas ranjang sedangkan Adeeva duduk di pahanya. Gadis itu masih terkejut saat tiba-tiba Yudistira mengangkatnya tanpa aba-aba.
"Yudis..." rengek Adeeva. Milik Yudistira yang mengeras tepat berada di antara kakinya, membuat Adeeva tak tahu harus berbuat apa.
"Sentuh aku Adeav." Yudistira menarik tangan Adeeva hingga gadis itu terjatuh di atas tubuhnya. Adeeva menelan ludahnya susah payah, mulai menarikan jari-jarinya di permukaan dada Yudistira dengan pola yang abstrak. Yudistira mengerang tertahan, merasakan lambutnya sentuhan Adeeva yang membuat darahnya berdesir.
Hingga tanpa sadar, Adeeva semakin turun dan terus turun sampai pada pusat tubuh Yudistira. Milik Yudistira mengeras sempurna, berdiri tegak membuat Adeeva merasa salah tingkah.
"Sentuh dia, sayang..." Tangan Yudistira menuntun tangan Adeeva untuk menggenggam miliknya, membuat pria itu mabuk kepayang.
"Shhh... fuck!" Yudistira mengerang, memejamkan matanya menikmati sentuhan Adeeva yang semakin menjadi-jadi.
Ini tidak bisa dibiarkan. Yudistira sudah tidak tahan lagi. Dia membanting tubuh Adeeva ke atas ranjang, membuka kedua kakinya hingga memperlihatkan kewanitaan Adeeva yang sangat indah. Yudistira mengusapnya perlahan, merasakan kelembutan di sana. Milik Adeeva sempurna, bagaikan mawar yang merekah dengan warna merah mudanya.
Adeeva merasa sangat malu. Entah sudah semerah apa pipinya saat ini. "Apa... ada yang salah?" Cicit Adeeva ketakutan, takut Yudistira merasa kecewa.
"Hm. Kesalahan besar karena milikmu akan menjadi canduku mulai detik ini." Yudistira mengusap kewanitaan milik Adeeva, merasakan cairan yang keluar dari sana. Rupanya gadis itu sudah siap dimasuki.
Yudistira tidak basa-basi lagi. Dia mengarahkan miliknya untuk memasuki gadis di bawah kukungannya. Adeeva mengernyit kesakitan. Gadis itu terkesiap saat merasakan milik Yudistira seakan membelah tubuhnya.
"Sssakitt... Yudis.. akh!" Ringis Adeeva. Tangan gadis itu mencekram lengan Yudistira. Bahkan, dia tidak peduli saat kukunya telah mencakar dan melukai lengan Yudistira.
Butuh waktu cukup lama untuk berhasil melesakkan kejantanannya pada liang senggama milik Adeeva. Yudistira melalukannya dengan sangat perlahan untuk meminimalisir rasa sakit.
"Sempit sekali, Adeav..." Yudistira mengerang tertahan, menatap mata Adeeva yang terpejam karena rasa sakit. Dia mengecup kening Adeeva, mengusap pipi gadis itu selembut mungkin.
"Buka matamu, Adeav." Ucap Yudistira dengan suara yang sangat serak. Sungguh, milik Adeeva menjepitnya kuat, membuat Yudistira susah payah menahan hasratnya.
Adeeva membuka matanya yang sayu. Menatap Yudistira yang tengah mengunci manik matanya. "Terima kasih karena menjadikanku yang pertama." Kata Yudistira. Malam itu, rintik hujan dan cuaca dingin menghangat dalam seketika. Keduanya menyatu di bangunan seputih salju yang selalu menjadi saksi atas kisah cinta keduanya.
***
Pagi telah datang. Matahari bersinar sangat terang. Hangat cahaynya menyelinap, memasuki ruangan dengan balkon terbuka. Seorang pria terbangun dari tidurnya. Mata tajam itu melihat gadis di dalam dekapannya yang tengah terlelap.
Dia tersenyum, mengecup kening Adeeva dan juga bibirnya. Rasa bersalah timbul di hatinya. Adeeva selalu mengingatnya, sedangkan dia bahkan melupakannya dengan sangat mudah.
Yudistira memutar tubuhnya, memperhatikan wajah Adeeva dari jarak dekat. Dia mengagumi gadis itu. Yudistira tidak menyangka Adeeva akan tumbuh menjadi gadis cantik dan keras kepala.
Sebuah tawa kecil muncul, Yudistira menyingkirkan rambut Adeeva yang menutupi wajahnya. "Kau tumbuh dengan baik, Adeav." Kata Yudistira.
Dering ponsel di pagi hari membuat Yudistira terkesiap. Tangannya merogoh nakas, kemudian mengambil ponselnya dengan cekatan.
Ternyata dari Evan. Entah apa yang terjadi di pagi-pagi seperti ini.
"Ada apa?" Tanya Yudistira setelah menjawab panggilan tersebut.
"Aku menemukannya, Yudis." jawab Evan membuat Yudistira kebingungan.
"Menemukan siapa?" Tanya Yudistira. Dia turun dari ranjang, mengenakan celananya kemudian duduk di sebuah sofa yang terletak di sudut ruangan. Matanya terus memperhatikan Adeeva.
"Anne. Aku menemukannya." Jawab Evan lagi.
"Benarkah? Dimana kau menemukannya?"
Terdengar nada khawatir dari Evan sebelum menjawab pertanyaan Yudistira. "Di mansion keluarga Adyatama."
Yudistira membelalak kaget. "Mansion?"
"Apa yang dia lakukan di sana?" Tanya Yudistira.
"Meminta pertanggung jawabanmu. Anne hamil, Yudis."
Author akan sangat senang kalau kalian meluangkan waktunya untuk memberi komentar atau pada cerita ini. Terima kasih