Unduh Aplikasi
50% Helper Club / Chapter 35: Pernyataan

Bab 35: Pernyataan

Langsung saja Akbar yang tidak siap menerima pukulan super duber extra mega ultra powerfull dari perawan polos yang membara itu terjatuh dari kursinya sampai-sampai dia tegeletak dengan keras ke tanah.

"AKHH!! A..ADUH!! A…APA-APAAN KAU MON…."

Dan belum selesai dia mengomel karena rasa sakit di muka dan punggunya yang tidak karuan itu, si Mona langsung saja meloncat kearah Akbar dan menindihnya dengan tubuh 50-60 Kg nya, setelah itu diapun memukulnya bertubi-tubi tepat dimukanya sambil berteriak kencang.

"BANGSAT-BANGSAT-BANGSAT-BANGSAAAAAAAAAAAAAAAT!! BISA-BISANYA KAU MELAKUKAN HAL INI PADAKUU!! KAU PIKIR ITU LUCU HAA? MEMPERMAINKAN HATI PEREMPUAN POLOS SEPERTIKU?!" kata Mona dengan emosi yang meledak-ledak.

"AW-AW-AW-AW-AW-AW-AW!! ME..MEMANGNYA APA YANG AKU LAKUKAN?! A..AKUKAN CUMA MAU MEMBANTU…AAHHHH!!" jerit Akbar yang benar-benar kesakitan dengan pukulan bertubi-tubi perempuan ahli Pencak itu.

"MEMBANTU MATAAMUU!! DASAR GOBLOK! BODOH! TOLOL! IDIOT!! GAK PEKAA!!" kata Nita yang malah mempercepat pukulannya menjadi 3x lipat dengan muka merah yang entah itu karena marah atau malu.

"UAAAAAHHH!! O…OK..OK, A..AKU MINTAA MAAF!! KA..KALAU KAU MARAH SOAL AKU YANG TIDAK SENGAJA "JADI PACARKU" TADI, AKU MINTA MAAF, JA..JADI BISAKAH KAU BERHENTI?!"

J-A-D-I-P-A-C-A-R-K-U

??!!

Mendengar kata-kata terkutuk dari Akbar barusan, Mona pun berhenti memukuli si Akbar yang benar-benar hancur itu dan berhenti menindihnya juga, tentu saja hal ini membuat Akbar menjadi sedikit lega karena dia akhirnya bisa bernafas dengan tenang.

"(U..uhuk-uhuk…a..akhirnya berhenti juga, a..aku kira aku akan mati setelah ini)" kata Akbar yang kesakitan itu.

"Dari wajahmu, sepertinya kau baru saja bilang "untung saja ini sudah berakhir" ya?" kata Lucifer kepada Akbar.

"Diamlah saja kalau kau tidak bisa berbuat apa-apa dasar kampret," kata Akbar yang memberikan jari tengah kepadanya.

"Ya maaf saja, bukan berarti aku mau membuatmu takut, tapi sepertinya ini belum benar-benar berakhir deh."

"Ha? Apa maksudmu?"

"Lihat saja sendiri, tuh."

Melihat Lucifer menunjuk kearah depan pintu, segera saja Akbar yang masih saja tiduran dilantai itu melihat kearah depan, dan paniklah si Akbar ketika dia melihat Mona yang sedang membawa kursi kayu ruangannya itu datang menghampirinya dengan ekspresi wajah yang ternyata masih belum berubah.

"OH MAY GAAT! TUNGGU DULU MON…."

"MATI KAU!! DASAR SEMPAAAAAAAAAAKK!!!"

BRAAAKKK!!!

?

"(Apa aku sudah mati? Apa aku sudah ada di surga? Kalau iya, apa sekarang aku bisa bertemu dengan penemu fitur Copy-Paste?)"

"Haaaa….haaa….haaaa."

Karena dirinya merasa tidak kesakitan walaupun sudah mendengar suara keras dari kursi yang dibanting oleh Mona, langsung saja Akbar yang tadi menutup matanya karena terlalu takut dengan apa yang terjadi itu membuka matanya, dan saat itu diapun melihat ekspresi raut wajah Mona yang tidak karuan dan kursi yang dibanting olehnya yang rusak tepat persis di depannya.

"(Un..untung saja dia membantingnya tidak kearahku, se..sepertinya dia masih punya akal sehat di detik-detik terakhir ya?)" kata Akbar yang merasa lega itu.

"(As…astaga naga Mona?! A…apa yang baru saja kau lakukan haa?!)" kata Mona yang ekspresinya benar-benar sulit ditebak, tapi yang pasti ekspresinya itu mengandung unsur rasa malu, marah, kesal, takut, dan perawan.

"A..anu Mona, a..apa kau sudah…."

"Ma..maaf."

"Eh, ti..tidak apa-apa kok, se..semua orang bisa menggila suatu waktu, jadi kau tidak perlu…."

"AKU MINTA MAAAF!! AAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHHH!!!"

Setelah berteriak histeris seperti itu, langsung saja Mona yang tidak sanggup lagi bicara dengan Akbar itu berlari keluar ruangan dan meninggalkannya sendirian bersama bekas luka yang tidak akan dilupakannya seumur hidup.

"Hadeeh, dia malah lari, sekarang bagaimana aku mengoreksi ucapannya saat mau menyatakan cintanya kepada si Jupri? Heeeeeeeee, ini sebabnya aku kurang suka masalah yang berhubungan dengan perasaan, dan juga bagaimana dia bertanggung jawab soal kursi ini ha?!" kata Akbar yang malah kesal karena hal yang tidak penting itu.

"Wah, bisa-bisanya kau malah membicarakan hal itu, apa otakmu tidak bisa memikirkan hal yang harusnya kau katakan pada wanita itu saat ini?"

"Memangnya apa yang seharusnya aku bicarakan saat ini ha?"

"Ckckckck, kau parah Akbar," kata Lucifer yang hanya tersenyum sinis saja melihat sikap Akbar barusan.

"Itu kata dari orang yang tidak melakukan apa-apa saat ada orang hampir mati di depannya," kata Akbar yang berusaha bangun dari lantai sambil membersihkan debu dibajunya.

"Ayolah dasar lelaki bodoh yang tidak peka, kau yang paling tahu apa yang bisa aku lakukan kan? Tapi tenang saja Akbar, walaupun kau hampir mati kali ini, tapi paling tidak semuanya akan berjalan lancar nanti saat pulang sekolah."

"Haaa? Bagaimana kau bisa tahu hal ini akan lancar atau tidak? Apa sekarang kau bisa melihat massa depan? Kalau iya, apa kau juga bisa meramalkan kapan aku bisa tidur dengan cewek "lagi" ha?" kata Akbar dengan tatapan sinis.

"Jawaban pertanyaan ke 1, aku bisa tahu kalau dia akan berhasil karena dia tipikal anak yang suka tantangan, dan karena suatu "sebab" dari "seseorang" yang baru saja membuatnya kesal, aku sangat yakin sekarang dia merasa tertantang sekali untuk menyatakan cintanya."

"Haha, kau tahu apa yang lucu? Aku tidak mau percaya dengan ramalan atau sejenisnya, tapi untuk kali ini, semoga saja omonganmu itu benar, karena kalau ternyata dugaanmu salah, aku akan merasa bersalah banget karena sudah membuatnya trauma dengan ..."

"Dan jawaban pertanyaan ke 2, mungkin tidak lama lagi."

!

"Eh tunggu, apa maksudmu ….."

Dan baru saja dirinya menoleh kearah Lucifer, tiba-tiba makhluk itu hilang dari kasurnya, tentu saja hal ini membuat Akbar heran sekaligus kesal karena sikap dari makhluk gaje itu terasa tidak sopan baginya.

"Cih, lagi-lagi dia menghilang saat membicarakan hal penting, padahal aku cuma bercanda soal pertanyaan ke 2 itu lho? Lagian kenapa juga dia suka dan pergi seenaknya seperti itu sih?" kata Akbar mengeluh sambil membereskan kursinya yang rusak itu.

---

Lalu kembali ke saat ini dan tepat di kelas si Mona dan Akbar.

BRAK-BRAK-BRAK-BRAK-BRAK!!

Semua murid di dalam kelas sempat ketakutan ketika melihat Mona yang baru saja datang ke kelasnya sambil berteriak histeris dengan ekspresi wajah yang tidak karuan itu tiba-tiba pergi kearah belakang kelas dan mulai memukul-mukul tembok dengan keras untuk melampiaskan emosinya, dan yang lucunya di sini adalah bukan tangannya yang berdarah atau terluka karena memukul tembok terlalu keras, tapi tembok kelasnya yang malah retak kareka pukulan perawan itu.

"Peringatan! Apapun yang terjadi! Jangan dekati Mona dalam radius 1 Meter, dia sedang dalam mode "Marah besar", jika kau mengganggunya! Bersiaplah untuk masuk rumah sakit selama 1 Minggu!" kata seorang lelaki yang memberi peringatan kepada anak-anak di kelasnya yang sepertinya mengenal baik si Mona sejak dulu.

"He..hei, me..memangnya kapan terakhir kali Mona itu marah seperi itu?" tanya Dwi yang bersembunyi dibalik mejanya itu.

"Itu saat kelas 7 saat kami bertanding bola, waktu itu musuh kami tidak terima kalau bola yang ditendangnya itu termasuk gol, dan karena setelah 20 menit berdebat tidak ada yang mau mengalah, dia mulai menghajar siapa saja yang ada di sekitarnya dengan batu," kata lelaki itu yang teringat dengan "massa suram" nya dengan Mona.

"Woi, jadi kau mau bilang kalau dia tadi kalah main sepak bola dengan si Akbar?" tanya Dwi yang salah mengartikan ucapan laki-laki itu.

"Hmmm, sepertinya bukan seperti itu deh penyebab dia marah."

"As..astaga Mona, ke..kenapa dia jadi marah begitu ya? Memangnya a..apa yang sebenarnya baru saja terjadi antara mereka sampai dia jadi begini?!"

Sedangkan itu, Mona yang masih saja memukul tembok dengar keras tanpa menghiraukan kalau semua anak dikelasnya sedang melihat sikap gilanya itu, makin menjadi jengkel ketika dia masih teringat ucapan Akbar yang tadi membuat hatinya berdebar-debar untuk beberapa saat.

"Aku ingin kau jadi pacarku."

!!!

"AAAAAAAAAAAAAAAAHHHHHHHHH!!"

BRAAAAAAK!!

Entah karena reflek atau merasa ada aura kematian yang muncul dari tubuh Mona, semua murid yang ada di dalam kelasnya itu langsung saja pergi berhamburan keluar kelas karena takut dengan kejadian buruk yang mungkin akan terjadi. Sedangkan itu, si Mona sendiri yang sudah merasa agak baikan karena semua emosinya sudah tersalurkan ditembok yang retak itu mulau menghirup udara panjang untuk menenangkan dirinya kembali.

"Hmmmmmmmmm, huuuuuuuuuf, tenang Mona, kamu tidak salah karena ini pertama kalinya untuk dirimu, jadi tenang saja, kamu tidak salah kok, kamukan baik dan pemberani, jadi ini bukan masalah berat untukku, haaaaa."

"Sebenarnya saat itu aku ingin mengatakan kalau aku ingin kau mencoba mengatakan "aku ingin kau jadi pacarku" sebagai latihan untuk menembak si Jupri saat pulang nanti, karena aku ingin lihat apa kau bisa mengatakannya dengan lancar atau tidak, tapi sepertinya kau salah faham terlalu jauh ya?"

Mendengar kata-kata maksiat Akbar yang tiba-tiba muncul di kepalanya, dengan santai Mona pun meresponnya dengan cara yang jantan.

"Ahahahaha, cok, baik Akbar, kalau itu memang cara mainmu, aku terima, dan akan aku buktikan kalau aku benar-benar tidak butuh bantuan darimu untuk menangani masalah ini," kata Mona sambil tersenyum sinis.

"Hmmm, Mo..Mona, a..aku gak paham dengan apa yang sudah terjadi diantara kalian, ta..tapi kalau kau butuh bantuan atau sejenisnya, kami bisa ..."

!!!

BRAAAAK!!

Dwi langsung kembali bersembunyi di balik mejanya saat Mona tiba-tiba menendang bangkunya, dan di saat dia tahu kalau semua orang mulai melihatnya dari luar, tanpa rasa malu sama sekali diapun berkata ...

"DENGARKAN AKU KALIAN SEMUA!! SETELAH PULANG SEKOLAH AKU PUNYA URUSAN PENTING YANG HARUS AKU BERESKAN DENGAN AKBAR!! AKU ENGGAK MAU MELIHAT ORANG LAIN IKUT CAMPUR URUSANKU INI!! JADI AWAS SAJA KALAU KALIAN DIAM-DIAM MENGIKUTIKU!! AKAN KUMUTILASI KALIAN SEMUA!!" kata Mona dengan sikap diktatornya yang benar-benar menusuk kulit pendengarnya.

"Ta..tapi kalau ...."

"KALIAN PAHAM ENGGAK DASAR BOCAH-BOCAH BANGSAT?!!"

!!!

"SI...SIAP KAPTEN!!" kata semua murid yang secara reflek memberi hormat kepada Mona.

"(Sumpah, memangnya apa yang sudah terjadi di antara mereka?)" tanya Dwi yang penasaran berat dengan apa yang terjadi pada Akbar dan Mona.


next chapter
Load failed, please RETRY

Membuka kunci kumpulan bab

Indeks

Opsi Tampilan

Latar Belakang

Font

Ukuran

Komentar pada bab

Tulis ulasan Status Membaca: C35
Gagal mengirim. Silakan coba lagi
  • Kualitas penulisan
  • Stabilitas Pembaruan
  • Pengembangan Cerita
  • Desain Karakter
  • Latar Belakang Dunia

Skor total 0.0

Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
Laporkan konten yang tidak pantas
Tip kesalahan

Laporkan penyalahgunaan

Komentar paragraf

Masuk