Aku merebahkan tubuhku diatas ranjangku setelah tiba di kamarku. Seperti biasa Aku hanya termenung merenunggi keadaanku saat ini Aku tau Aku salah karena bersikap tidak baik pada orang tuaku, tapi Aku juga tidak bisa menghentikan perasaan marah dalam hati ini Aku tau ini sudah satu tahun berlalu dari kejadiaan mengerikan itu yang telah mengubah hidupku.
Aku bangkit dari ranjangku dan duduk dipinggir kasur dekat meja belajarku. Aku membuka laci dan mengambil sebuah foto yang tersisa Aku hanya mampu tersenyum kecut saat melihat foto itu yang tidak lain fotoku dan seorang pemuda tampan dan gagah yang tak lain kekasihku yang tak akan pernah bisa Aku miliki.
Tok tok
Buru buru Aku menyembunyikan foto itu dalam laci tak lupa Aku menguncinya. Aku berteriak menyuruh orang yang mengetuk pintu kamarku untuk masuk.
"Kak, sudah waktunya makan malam, ayo turun, sudah di tungguin tuch" kata Adikku lebih tepatnya kembaranku, entah kenapa setiap Aku melihatnya amarah dalam diriku seakan ingin meledak.
" Kau makan saja duluan, Aku tidak lapar" jawabku acuh dan meninggalkannya yang masih berdiri di ambang pintu kamarku. Aku tak memperdulikannya Aku masuk ke kamar mandi dan membersikan diriku setelahnya Aku menuju Pura di pekarangan rumahku. Setiap Aku merasa kesal Aku akan datang kesini untuk menengkan diriku dan melantunkan Tri Sandya. Walau begitu Aku masih tak pernah bisa memaafkan diriku sendiri.
"Apa pantas Kau menyiksa dirimu sendiri?" tanya seseorang yang entah kapan sudah berada di sampingku. Aku menatapnya sekilas tanpa menjawab pertanyaannya.
"Kenapa tak kau cari tau saja alasan Ajikmu melakukan itu semua? Aku yakin ada hal yang Ia sembunyikan darimu" Aku masih diam tak menjawab apapun seakan bibirku bisu, Aku juga pernah berfikir untuk mencari tau alasan semua itu. Yang Aku tau Ajik tak menginginkan Aku menikah dengan seseorang yang berbeda agama itu saja.
"Aku yakin Ajikmu bukan orang yang berfikiran sempit seperti orang orang tua zaman dulu yang masih kuno, Kau tau awalnya Aku sempat berfikiran seperti itu tapi satu hal yang Aku ketahui bukankah Ajik dan Biangmu (ibu) berbeda agama pula tapi mereka masih bisa bersatu bukan" jelasnya lagi yang membuat Aku tersadar kenyataannya Biangku memang berbeda agama dengan Ajik. Biang yang berkenyakinan Islam dan Ajik berkenyakinan Hindu lalu apa bedanya denganku.
"Lalu apa yang harus Aku lakukan ?" tanyaku akhirnya. Karena memang Aku tak tau Aku harus bagaimana dan Aku harus mulai dari mana. Apalagi Aku yakin ini sudah terlambat untuk menyadari itu semua. Tapi Aku yakin tak ada yang terlambat dalam hal apapun selagi kita mau mencoba dan berusaha.
" Valen Kau baru bertanya sekarang setelah Aku mengatakan itu, dulu Kau tak sebodoh ini, Kau orang yang cerdas bahakan kau orang yang sangat teliti dalam segala hal" Aku mencebik kesal dengan kata kata mengejeknya apalagi Dia sampai tertawa ngakak uh makin bertambah jengkel.
"Valen, kamu cantik kalau kesel, tapi lebih cantik lagi kalau senyum"
💝💝💝💝💝
Entah kenapa Aku mengatakan itu kata kata itu pada Valen yang Aku tau kata kata otu mencur tanpa bisa Aku cegah.
"Ridwan, nggak ngengobalin. Gue ya" nah kan kumat lagi. Tadi aja Aku kamu lah sekarang Loe gue lagi.
"Udah nggak perlu dibahas lagi, oya udah tau sesuatu belum?"
"Apa?"
"Kalau kita di JO DO HIN" kataku sambil menekankan kata di jodohin.
"APAA, Loe gila ya, Gue ogah di jodohin sama Loe" katanya galak tapi Aku malah senyum denger penolakan Dia entahlah saat Dia galak lebih imut pengen baget Aku cium kedua pipinya.
"Udah nggak perlu teriak tereak juga kelezz, Aku denger kok, udah yuk masuk" ajakku pakasa dengan menarik tangannya. Awalnya Dia nolak tapi pada akhirnya Dia nurut juga. Aku makin gemes ngelihat muka keselnya.
"Ngapain bawa Gue kesini?" tanyanya saat kita sudah sampai dir
" Makan lah bego tadi kamu belum makan kan? jadi kmu harus makan setelah itu Aku bakal ngajak kamu kesesuatu tempat"
"Ehm batuk keselek setan"
"Kenapa Loe Fan? pengen di tabok hah?"
" Tadi aja terpesona sama yang disana eh yang disini diperhatiin awas lho kalau baper keduanya mati Loe sama Bokapnya hahha" bisik Fandly lalu tertawa terbahak bahak saat melihat wajahku yang pasti sudah merah menahan kekesalan untung ada Valen disini kalau tidak udah habis Aku sikat samapai ketulang tulang.
"Kalian kemabar ya?" tanya Fandly pada Valen yang sibuk menyiapkan makanan untuknya dan seketika menoleh kearah kami berdua.
"Loe nanya ama Gue?" tanya sambil menunjuk dirinya sendiri.
"Iya lach ogeb,, emang disini ada siapa aja, kalau bocah ini (menunjuk Ridwan) ya kalik" kata Fandly sedikit sewot.
"nggak perlu ngegas ya, iye Gue kembar beda ibu"
"Emang ada yang begitu?" tanya Fandly lagi yang mode keponya udah on yang pasti Aku juga ikut penasaran.
"Ada buktinya Gue, kita kembar cuma barengan lahir doang kenapa bisa muka kita mirip karena Bokap kita sama"
"Terus Nyokap Loe kok kagak kelihatan?"
"Pengen tau?" tanya Valen sambil mendekati kita berdua seakan akan mengatan rahasia negara yang tak boleh diketahui orang banyak.
Tapi entah kebetulan atau apa Aku dan Fandly serentak mengangukan kepala.
"Ternyata kalian bodoh juga ya,,, padahal tinggal dikota besar plus pendidikan bagus tapi dibodohin bisa ya" seketika juga Valen ngakak sambil memegang perutnya.
"Jadi Loe ngerjain kita" kata Aku dan Fandly serentak. Shit bisa bisanya kita dibodohin ama bocah sialan.