Troy terlalu meremehkan lawannya. Ketika menghindari pisau yang mengincar perutnya, Troy terlalu menanggapi dengan mudah. Akibatnya, ia lengah tatkala lawannya menggeser pisau itu. Meski akhirnya pisau itu hanya menggores pinggangnya. Troy melompat mundur untuk menjaga jarak jangkauan lawannya dan menilai. Kali ini, lawannya cukup tangguh.
"Kau dibayar berapa untuk melindungi gadis itu?" tanya lawan Troy. "Jika kau pergi pada keluarganya, mereka akan memberimu berkali-kali lipat dari itu."
Troy mendengus. "Kenapa? Kau takut akan kalah jika melawanku di sini?" ledeknya.
Dengusan meremehkan menjawab pertanyaan Troy itu. Lalu, dilanjutkan dengan sabetan pisau ke arah lehernya. Troy mengelak dengan mudah, kemudian melangkah mundur, sengaja membawa lawannya menjauh dari jalan utama. Untungnya, pagi itu kebanyakan warga masih di pasar dan sebagian di restoran James untuk sarapan.
Setelah mereka berada di gang samping rumah salah satu warga, Troy memberi isyarat agar lawannya menyerang lebih dulu. Detik berikutnya, lawannya menerjang ke arah Troy, mengayunkan pisau ke lehernya, Troy menghindar. Sabetan yang gagal tadi berubah menjadi serangan lain ke titik vital perut Troy. Troy menangkap tangan yang bergerak cepat itu dan berusaha melepaskan genggamannya pada pisau.
Namun, ketika genggaman di tangan kanan lawannya pada pisau melonggar hingga pisaunya terlepas, tangan kiri lawannya menyambar pisau itu dan menusukkannya ke arah atas, mengincar dada Troy. Seketika, Troy menahan tangan lawannya dengan satu tangan, lalu mendorong lawannya dan melompat dengan tendangan terarah ke dadanya, tapi lawannya menghindar dan kembali menyabetkan pisau ke punggungnya. Troy menjatuhkan tubuh dan menyapukan kakinya, menjegal lawannya.
Bersamaan lawannya jatuh, Troy menendang pisau di tangan lawannya dengan keras hingga pisau itu terlempar dari tangannya. Troy berdiri dan tersenyum miring menatap lawannya yang berusaha bangun. Sudah cukup lama sejak terakhir kali Troy bersenang-senang seperti ini.
***
Carol masuk ke rumah Troy dengan napas terengah. Ricki sampai berdiri dari sofa dan menghampirinya keheranan.
"Kau kenapa?" tanya Ricki.
"Kurasa … ada orang yang mengikutiku," ucap Carol sembari berusaha menormalkan napasnya.
"Itu Troy," jawab Ricki dengan nada geli. "Dia tadi mengikutimu ketika kau pergi."
"Apa?" Carol menoleh ke belakang dengan kaget. "Tapi … aku tidak melihat Troy tadi."
Ricki mengerutkan kening heran. "Kau tidak mengecek siapa yang mengikutimu?" tanya pria itu.
"Aku tadi melihatnya. Ada pria tak kukenal yang berjalan dari depan, ke arahku. Perasaanku tidak enak, jadi aku memutuskan untuk kembali. Tapi, aku tidak bertemu dengan Troy," terang Carol.
"Kau … tidak bertemu dengan Troy?" Ricki tampak terkejut.
Carol menggeleng. "Aku tidak bertemu siapa pun dalam perjalanan pulang tadi. Aku berlari secepat mungkin untuk sampai di sini. Tapi … kenapa Troy belum sampai juga jika memang dia mengikutiku?" tanya Carol.
Ricki mengernyit, tak menjawab pertanyaan Carol itu dan malah bertukar tatap dengan Jun.
"Aku akan mencari Troy. Kau tetaplah di sini bersama Jun," pesan Ricki.
Namun, ketika Ricki hendak pergi, Carol menahan bahunya. Carol seketika tersadar. Dulu, ketika ada orang yang mengikuti Carol, Troy berhasil melawan orang itu dan membuatnya pingsan. Apa kali ini Troy juga berusaha menangkap orang tadi? Dan jika Troy saat ini belum juga kembali, jangan-jangan … sesuatu terjadi pada Troy.
"Troy dalam bahaya," ucap Carol.
Carol seketika berbalik dan berlari menuju tempat tadi ia melihat orang asing mencurigakan itu. Troy … semoga pria itu baik-baik saja.
***
Troy menangkis tinju keras lawannya dan membalas dengan tinju di perutnya, membuat lawannya seketika terbungkuk. Ketika Troy melanjutkan dengan tendangan lutut, lawannya berhasil mundur. Namun, Troy tidak berhenti dan melanjutkan menyerang lawannya dengan tinju ke wajahnya. Lawannya menangkap tinju Troy dengan kedua tangan. Troy mendengus geli.
"Kekuatan kita terlalu berbeda, kan?" singgung Troy.
Lawannya tampak marah, lalu mendorong kepalan tangan Troy dengan kuat, sekaligus mendorong Troy mundur satu langkah. Lawannya mengangkat tendangan, tapi Troy lebih cepat dan menendang lututnya, menurunkan tendangan itu. Tinju kembali dilayangkan, tapi Troy menunduk dan membalas dengan tinju keras ke perutnya. Lawannya kali ini terbatuk sembari membungkuk dan terdorong mundur dengan tangan memegangi perutnya.
"Apa yang diinginkan keluarganya?" Troy menginterogasi.
"Apa lagi, menurutmu? Kematiannya," jawab lawannya sembari menegakkan tubuh.
Troy mengepalkan tangan mendengar itu. "Kurasa, aku sudah merasa cukup bermain-main. Ada kata terakhir? Tinju berikutnya akan membuatmu kehilangan kesadaran," Troy memberi peringatan. "Lalu, kau akan menghilang tanpa jejak seperti orang-orangmu yang lain."
Lawannya itu menggeram marah, tapi ketika dia akan menyerang Troy, terdengar seruan seseorang dari ujung gang itu.
"Troy!"
Troy mencelos ketika menoleh dan melihat Carol di sana, di ujung gang dengan posisi lawannya lebih dekat ke tempat gadis itu. Ketika lawannya langsung berlari ke arah Carol, Troy melompat ke belakang, mengambil pisau yang tadi dijatuhkannya dari lawannya. Satu meter sebelum lawannya tiba di tempat Carol, Troy melemparkan pisau itu tepat ke lehernya.
Lawannya itu seketika jatuh berlutut di depan Carol dengan tangan memegangi pisau yang menancap di lehernya. Darah mengalir dari lehernya, ke tangannya, lalu tubuhnya jatuh tepat di depan kaki Carol.
Troy mengernyit melihat ekspresi shock dan ngeri di wajah Carol. Gadis itu perlahan berjalan mundur.
"Carol," panggil Troy.
Tatapan Carol berpindah dari lawan Troy yang sedang sekarat, pada Troy. Namun, Troy bisa melihat ketakutan di wajah gadis itu.
"Siapa kau?" Suara gadis itu bergetar.
"Carol …" Troy mendekat pada Carol, tapi itu justru membuat Carol semakin mundur dengan terburu-buru, hingga gadis itu tersandung kakinya sendiri dan terjatuh ke belakang hingga berakhir dalam posisi terduduk.
"Siapa kau … sebenarnya?" tanya Carol dengan suara ketakutan.
Troy bahkan tak bisa menjawab itu. Ia masih berusaha mendekat pada Carol, tapi gadis itu masih berusaha mundur meski ia sudah terduduk di atas tanah. Troy akhirnya menghentikan usahanya untuk mendekat pada Carol.
"Apa kau juga … orang yang dikirim keluargaku padaku?" tanya Carol dengan ekspresi ketakutan. Wajahnya tampak pucat, nyaris tanpa warna.
"Bukan," jawab Troy.
"Lalu … bagaimana … kenapa …" Tatapan Carol kembali ke lawan Troy yang sudah berhenti bergerak, sempurna kehilangan nyawanya. "Kau … membunuhnya …"
Troy mengernyit. "Dia …"
"Kau … membunuh orang …" Suara Carol bergetar ngeri.
Kata-kata Carol itu seketika membawa Troy pada pengandaian. Seandainya tadi dia tidak melawan dan membiarkan lawannya menusuknya, apa itu akan lebih baik bagi Carol? Seandainya tadi Troy langsung membunuh lawannya dan membuang mayatnya di hutan, Carol tidak akan harus melihat ini. Seandainya …
"Kau bukan Troy," ucap Carol kemudian.
Troy tak bisa mengatakan apa pun dan hanya menatap gadis itu.
Carol menggeleng, menolak memercayai apa yang ada di depan matanya. "Kau bukan Troy," ulang gadis itu.
Tatapan ketakutan dan kengerian adalah tatapan yang biasa dilihat Troy dari lawannya. Namun, ketika melihat ketakutan dan kengerian itu datang dari Carol, Troy mendapati dirinya membenci diri sendiri untuk itu. Troy mendadak membenci kenyataan bahwa tangannya berlumur banyak darah, merenggut banyak nyawa, dan menyakiti banyak orang.
Troy sendiri tak mengerti kenapa ia merasa seperti itu.
***
Dear, thanks for reading this story...
Author cuma mau ngumumin, nih. Ada giveaway 50k untuk masing-masing 2 pemenang. Caranya, kalian cuma perlu review cerita ini dan share cerita ini ke medsos kalian, lalu tag Author via FB Ally Jane Parker atau IG allyjaneparker. Giveaway berakhir tanggal 31 Maret 2021, ya.
Good luck!