Unduh Aplikasi
0.81% Extraordinary Girl / Chapter 2: Kelewat Batas

Bab 2: Kelewat Batas

Malas.

Kata itu seakan sudah tertanam dalam benaknya, atau sudah diprogram karena memang ia tidak pernah rajin sih, daripada memasak sendiri, gadis itu malah memilih pergi, sebab sang ibu dengan teganya tak menyisahkan makanan untuknya.

Jadi terpaksa sekarang ia harus mencari makan sendiri. Jangan berpikir jika ibunya kejam.

Ibunya itu bukan Ibu tiri, sebab ini jelas salahnya. Jam 11 siang baru bangun. Masih mending dirinya tidak dikeluarkan dari kartu keluarga, atau lebih parah disembur pakai air karena dikira guna-guna.

Mama, papa dan adik Laki-lakinya telah pergi dari rumah, bukan minggat, tapi karena ada acara di rumah Pamannya. Anak tertua pamannya menikah hari ini, dan ia tidak ikut. Sekilas ia teringat sang Mama dan adik melakukan bermacam hal agar ia bangun.

Tapi boro-boro bangun, bergerak pun sepertinya mustahil.

"Hah." Gadis itu bernapas kasar.

Hebat sekali, ia berjalan cukup jauh, Jika bukan karena lapar, dirinya sekarang tidak akan ada di kafe ini. Melainkan kembali terkapar di atas kasur sambil melanjutkan maraton menonton drama baru yang tak ada habisnya. Kebiasaan memang. Niatnya hanya menonton satu episode malah kebablasan sampai tamat juga.

Mungkin bagi beberapa orang akan menggangap sedang ada acara prank sekarang. Dengan dirinya diangap gelandangan yang mengiba untuk ditolong. Siapa lagi kalau bukan Kaira.

"Jujur saja, kau baru bangun, kan?"

Tebak Irina, nama gadis yang sedang duduk di hadapannya tampak sedang mengintrogasi layaknya detektif swasta di film-film.

Gadis yang ditanyai sendiri malah mengangguk santai, tak peduli dengan tatapan tak percaya dari Irina.

"Seengaknya jangan jujur banget lah, Kaira." Ia menghela nafas gregetan melihat kelakuan Kaira.

"Kau juga terlihat belum cuci muka," cibirnya lagi.

Dan lagi-lagi, gadis yang dipanggil Kaira itu pun mengangguk santai.

Irina pun menghela nafas lagi, jika bukan karena kafe ini miliknya, ia yakin tak akan ada yang mau menerima temannya itu untuk makan, karena disangka gelandangan. Tidak lebih tepatnya Kaira lebih mengenaskan penampakannya.

"Anak cewek kok bar-bar sekali," ucap Irina mengejek.

Yang dikatai pun malah santai, sambil memasukkan makanan ke mulutnya. Kemudian berkata.

"Terserah aku."

Berbanding terbalik dengan tubuhnya yang kurus. Makannya cukup banyak. Hingga ia bisa membuat konten mukbang jika mau. Atau... Membuat para gadis yang sedang diet menjadi panas dingin karena iri, sebab mereka hanya minum air putih saja bisa nambah sekilo.

Fokus mata Irina sekarang teralihkan pada benjolan di kening temannya itu.

"Tapi, keningmu kenapa?" tanyanya sambil menyentuh kening sahabatnya yang memerah dan benjol. Gadis itu pun meringis ketika Iriana berani memegang keningnya.

"Kau—" deliknya kesal.

"Maaf-maaf, pasti kau jatuh lagi," ucapnya menebak sambil menjauhkan tangannya.

Tak menjawab. Ia hanya mengacungkan jempol sebagai jawaban bahwa tebakan Irina itu benar.

"Ya ampun," gumam Irina nampak pasrah.

Untungnya Kaira punya tempat khusus jika berkunjung ke sana. Yaitu meja paling sudut dengan pot berisi pohon yang lumayan tinggi, sehingga jika seseorang duduk di sana. Ia tidak akan terlalu terlihat jelas karena terhalang. Seperti sekarang. Meski ada juga yang lewat melirik sesekali ke arah mereka.

Jengah, Irina lantas bangkit dari tempat duduknya, rambut Kaira bergulung, diikat dengan asal, benar-benar tak enak dilihat. Sebagai sahabat yang baik ia pun berniat merapikannya.

"Kapan terakhir kali kau keramas?" tanya Irina ketika merasakan minyak dan debu, seakan sudah menetap lama pada rambut sahabatnya itu. Ia tak akan kaget, jika seandainya ada kutu loncat nanti, bersemayam di sana hingga membuat koloni.

"2 minggu," sahut Kaira.

Wajah Irina langsung berubah drastis. Ia tak habis pikir, bisa-bisanya sahabatnya itu tak merasakan gatal-gatal dia saja baru 3 hari rasanya gerah dan gatal.

"Rambutmu kalau di peras, bisa digunakan untuk mengoreng ikan," gerutunya.

"Kau mau memerasnya?"

Irina terdiam, sepertinya ia salah bicara. Atau salah lawan bicara?

"Aku harus cuci tangan tujuh kali nanti, dan cucinya pakai tanah sekali." gumamnya memandangi telapak tangannya yang nampak berminyak.

"Uwahh kenyang, terima kasih makanannya. Nanti ku transfer tagihannya, kau tahu kan. Aku lupa menaruh atmku," kata Kaira tanpa memedulikan perkataan Irina baru saja.

Tidak masalah baginya, jika Kaira tidak membayar sekalipun. Ia yakin, bukan karena lupa tempat menaruh ATMnya, melainkan kamar Kaira sudah melebihi kamp pengungsian akibat invasi Alien yang nyasar ke bumi. Mungkin juga lebih parah.

"Kau—"

"Hm?"

Kaira seakan ingin berbicara, namun otaknya seketika berhenti bekerja. Dan dengan bodohnya, Irina menunggu lama, bahkan sampai tak berkedip.

"Aku lupa mau bilang apa," kata Kaira kemudian dengan wajah polos.

"Dia temanku, temanku," gumam Irina berusaha merendam keinginannya, untuk tak menghantamkan kepala Kaira ke pohon.

"Rasanya, ada yang kulupakan," lirih Kaira lagi.

"Apa?" sahut Irina malas meladeninya lagi.

Kaira langsung berdiri dari tempat duduknya setelah menandaskan air di gelas kemudian melambaikan tangannya.

Lalu segera pergi dari sana, meninggalkan Irina yang melongo karena ditinggal begitu saja. Bukan tanpa alasan ia melakukan itu, sebab di rumah, Tom dengan wajah lesu berguling-guling di atas karpet berbulu, sepertinya, yang ia lupakan adalah memberi makan Tom.

***

Siang ini, jalanan cukup padat merayap, karena sedang jam istirahat makan siang, banyak pekerja kantor, ataupun yang lainnya berseliweran. Sehingga gadis itu harus berhati-hati. Jika tak ingin menjadi korban tabrak lari. Karena itu juga. Dirinya berjalan di pinggir sekali. Melewati trotoar.

Sampai di penyebrangan jalan.

Ia menunggu mobil untuk berhenti karena lampu lalu lintas masih berwarna hijau. Lamat-lamat netranya menangkap silue moobil sedan bewarna hitam yang tiba-tiba menuju ke arahnya yang sedang berdiri di pinggir jalan. Ia memiringkan kepalanya.

Agak terpaku, dia tidak salah. Mobil itu sedang menuju arahnya.

"Sial—" lirihnya.

Dengan refleks seadanya. Ia melompat menghindar ke belakang— sayangnya ini bukan film, yang ketika hampir tertabrak akan ditolong oleh pria asing, ataupun menindih seorang pria tampan jika terjatuh. Sungguh bukan seperti itu, karena realita tak seindah ekspetasi.

Kakinya terasa seperti tengah menginjak sesuatu yang basah dan berbau.

"Apa ini," cicitnya menunduk dan baru sadar jika kakinya sedang tercebur ke dalam saluran air berwarna kecoklatan di parit.

"Hoek." Hampir saja ia muntah.

Ia pun buru-buru menjauh, meninggalkan sebelah sendalnya. Yang terbenam air. Atau mungkin sudah hanyut ia tak tahu dan tak peduli, sedangkan sebelahnya lagi ada di kakinya. Sedikit meloncat dan mencari area rerumputan karena kakinya panas akibat aspal jalanan. Beruntung ada kolam ikan? ya kolam ikan yang seharusnya menjadi hiasan malah hanya tersisa air yang tak lagi berpenghuni sebab ikannya sendiri sudah dicolong orang-orang yang lewat. Tubuhnya mendingin karena berada di pohon rindang. Baru setelahnya ia memperhatikan keadaan.

Orang berkerumun ke arah terjadinya kecelakaan, namun tak seorang pun yang menolongnya. Mereka malah sibuk mengeluarkan ponsel untuk mem-videokan. Nilai moral orang sekarang benar-benar, Kaira yang melihatnya tak habis pikir, ingin rasanya ia hancurkan saja ponsel mereka supaya sadar, bahwa ponsel semakin pintar. Sedangkan akal semakin merosot.

Dikiranya dengan mengetikan, semoga mereka baik-baik saja, mohon doanya. Dan korbannya yang berdarah-darah akan sembuh begitu saja. Ya, memang. Kekuatan doa itu tidak bisa diremehkan, tapi ada beberapa hal yang tak boleh mengandalkan doa saja.

Ulurkan tanganmu. Jangan cuma jarimu.

Ia melirik, mobil itu akhirnya tak jadi menabraknya, tapi menabrak pohon. Tidak terlalu keras sepertinya. Namun badan mobil bagian depannya terlihat lecet parah.

Entah apakah ia bersyukur karena pohon telah mengantikannya.

Lalu dari sela kerumunan, seorang wanita, berjalan dengan sombong ke arahnya. Tanpa bilang apa-apa, Kaira sadar itu adalah pemilik mobil yang ia pikir ingin meminta maaf, namun pikirannya salah ketika wanita itu malah mendaratkan tamparan di pipi kirinya.

Gadis yang ditampar terkejut bukan main, hal itu lebih mengejutkan, dibandingkan saat ia mendapatkan peringkat 20 besar saat masih sekolah. Dia bukan bodoh, hanya saja waktu itu ia sakit tipes, jangankan belajar, pegang alat tulis saja dirinya sudah tremor duluan.

Orang-orang juga terlihat ribut karena kejadian mencengangkan tersebut. Seorang gelandangan ditampar pengemudi mobil.

"Gelandangan! Ganti rugi, Kau!" Bentaknya murka sambil menunjuk Kaira.

Kaira menatapnya tak percaya.

Mulutnya mengganga lebar, ia bahkan tak mengindahkan pipinya yang barusan kena tampar sebab terkejut akan ucapan wanita angkuh di depannya.

"Ha?!"

***

Jangan lupa masukkan ke rak dan komen.


next chapter
Load failed, please RETRY

Hadiah

Hadiah -- Hadiah diterima

    Status Power Mingguan

    Rank -- Peringkat Power
    Stone -- Power stone

    Membuka kunci kumpulan bab

    Indeks

    Opsi Tampilan

    Latar Belakang

    Font

    Ukuran

    Komentar pada bab

    Tulis ulasan Status Membaca: C2
    Gagal mengirim. Silakan coba lagi
    • Kualitas penulisan
    • Stabilitas Pembaruan
    • Pengembangan Cerita
    • Desain Karakter
    • Latar Belakang Dunia

    Skor total 0.0

    Ulasan berhasil diposting! Baca ulasan lebih lanjut
    Pilih Power Stone
    Rank NO.-- Peringkat Power
    Stone -- Batu Daya
    Laporkan konten yang tidak pantas
    Tip kesalahan

    Laporkan penyalahgunaan

    Komentar paragraf

    Masuk